Cerpen
Disukai
0
Dilihat
735
Saatnya
Slice of Life

Narik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya sembari memandang garis putih lurus, memakai sepatu roda gadis berusia 16 tahun itu segera meluncur menelusuri jalur seraya menambah kecepatan. Sebuah belokan menyuruhnya untuk mengurangi kecepatan dan terus meluncur dengan hati-hati kemudian menambah kecepatan meluncur dan terus bertambah mengabaikan napasnya yang memburu seiriang menambahnya kecepatan hingga ia berhasil melewati garis finish. Perlambat luncurnya berbalik ke belakang memandang garis finish itu, kembali menarik napas dalam-dalam lalu mendongak ke langit biru yang sedikit berawan, suara dering segera mengalihkan perhatiannya dan langsung merogoh saku celana trining dibawah lutut. Nama Mamam terpampang jelas dilayar ponselnya lalu menerima telepon.

“Halo Ma.”

“Halo Nasla, apa kau masih disana.” Dari seberang sana suara Mama terdengar khawatir. Tanpa Mama tahu gadis yang bernama Nasla tersenyum masam dan menjawab,”Masih, Ma. Mama mau jemput!” tawar Nasla. Dari seberang sana Mama tertawa kecil membuat Nasla mengerutkan kening.

“Maaf ya, Nasla. Mama tidak bisa menjemputmu karena ada urusan yang harus mamam selesaikan, kau bisa pulang sendirikan?”

“Ya, Ma. Aku bisa pulang sendiri, tapi Mama bisa datang buat lihat aku tampil kan?”

Dari seberang sana ia mendengar jelas suara Mama yang berubah,”Maaf, Nasla, Mamam tidak bisa hadir melihatmu tanding!” sahut Mama dari seberang sana dan setelah itu memutus sambunan telepon, sambil menarik napas panjang gadis itu memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku celana triningnya kemudian kembali lanjut latihan dengan perasaan sedih.

 

****

 

Menjadi sosok yang dipandang karena memiliki segalanya termasuk belajar di sekolah paling bergensi dan elite namun orang-orang termasuk teman sekelasnya tidak mengetahui isi hati Nasla. Dipaksa sempurna dan pandai segala hal membuatnya tidak tahu jati dirinya hingga menemukan sepatu roda bekas yang sengaja dibuang oleh orang lain, melampiaskan kesepiannya Nasla diam-diam ikut lomba balap sepatu roda. Sayangnya aksinya terbongkar saat pulang membawa piasa usahanya ketika Mama sudah ada dirumah.

“Kenapa kau tidak bilang kepada Mama kalau kau ikut lomba balap sepatu roda?” tanya Mama penuh introgasi. Nasla mendengus dengan tatapan datar,”Untup apa/ lagipula kalau aku beritahu Mama bakal pamer ke orang lain dan menyuruhku untuk ikut kegiatan lain yang tidak aku sukai?”

“Bicara apa kau ini?! Kau ingin buat keluarga kita malu kalau memiliki anak yang prestasinya biasa-biasa saja, jika kau melakukan itu maka kau berhasil membuat malu keluarga ini!” cecar Mama waktu itu,”Sebaiknya kau siap-siap untuk berangkat les, jangan buang-buang uang yang Mama keluarkan untukmu.” Nasla menunduk kemudian melangkah cepat menuju kamarnya yang berada dilantai dua, setelah mandi dan ganti baju dengan malas ia kembali keluar dengan langkah malas menuju lantai bawah. Setelah pamit gadis itu segera pergi diantar oleh supir pribadi Mama, tidak ada sesuatu selain membuang napas panjang sembari memandang jalann dibalik jendela mobil. Setelah menempuh hampir 45 menit mobil yang Nasla naiki sampai ditujuan, lantas gadis itu turun setelah mengucap terima kasih dan melangkah masuk ke dalam bersama yang lain. Saat hendak masuk seseorang dengan sengaja mendorong punggung Nasla kemudian melangkur bahu Nasla.

“Aku udah nungguin loh, kenapa kau lama sekali.” Ucap Melati.

Nasla hanya melirik gadis itu tanpa minat namun setelah itu menyungging senyum paksa,”Cuma terlambat 45 menit, lagipula lesnya dimulai jam setengah tiga. Ayo masuk kalau kau tidak ingin kehilangan bangku kesayanganmu!” sontak Melati menyeret Nasla dengan langkah cepat setelah Nasla mengingatkan, ketika masuk ke dalam kelas bisa gadis itu rasakan aura elite teman sebayanya. Ada yang sibuk memakai makeup seolah sengaja pamer sementara para laki-laki sibuk memamerkan tentang liburan dan disisi lain ada yang sibuk foto selfi memakai ponsel terbaru seolah tidak mau kalah dengan yang lain. Nasla benar-benar tidak menyukai pemandangan yang ia lihat lantas masuk menuju bangkunya yang berada di belakang, sengaja sedikit menjaga jarak dari yang lain. Beberapa saat kemudian seorang pria muda masuk ke dalam menyapa para siswa dan menyuruh mereka untuk duduk dan setelah itu materi les dimulai, meski tidak berminat gadis itu tetap menyimak materi yang disampaikan dengan seksama dan sesekali ia mengajukan pertanyaan yang disambut riang oleh guru lalu mencatat materi tambahan hasil dari pertanyaannya tadi. Tidak terasa dua jam berlalu les sudah selesai, Melati dengan bersemangat mengajaknya pergi ke mall namun Nasla yang sudah terlanjur lelah menolak ajakan itu lalu pamit pulang. Sekali lagi ia membuang napas hingga tidak sadar sejak tadi diperhatikan oleh supir pribadi Mama, Bang Bagas.

“Nona baik-baik saja?” tanyanya ramah. Tanpa berpaling Nasla menjawab,”Tidak? Aku lelah dengan semua ini?”

“Ah maaf, saya tidak tahu kondisi nona.” Setelah mengatakan itu dia terdiam.

“Untuk apa bang Bagas minta maaf, jangan mudah minta maaf pada orang lain!” ujar Nasla tegas.

“Baik nona,” sahut Bang Bagas. Sebenarnya Nasla sangat khawatir terhadap bang Bagas yang suka merasa bersalah, tapi ia juga khawatir terhadap dirinya sendiri. saat sibuk termenung memandangi luar jendela mobil ia mulai penasaran melihat warung padang diseberang jalan saat berhenti dilampu merah, tidak hanya itu ia melihat pedagang asongan serta pengemis yang menyodorkan kaleng berkarat kepada pengendara. Terbesit dalam benaknya kehidupan diluar sana, tidak lama lampuan berubah menjadi hijau dan mobil yang dinaikinya kembali melanjutkan perjalanan menuju kediamannya. Rasa penasaran itu terus tumbuh saat hendak tidur, barulah gadis itu benar-benar terlelap ketika sudah pukul setengah sebelas malam.

****

Di meja makan Mama sibuk menelepon seseorang mengabaikan piring yang tersaji dihadapannya sementara Nasla yang duduk diseberang meja hanya mendengarkan sambil mneyantap sarapannya yang menurutnya membosankan, khawatir makanan yang tersaji diatas meja tidak habis gadis itu mengambil nasi dengan jumlah banyak beserta lauk pauknya namun ia langsung mendapati tatapan maut dari Mama yang masih memegang ponsel, wanita itu lantas menutup sambungan telepon lalu memandang putrinya itu.

“Kau rakus sekali, Mama tidak ingin kau terlihat gendut. Kembalikan nasi dan lauk pauk itu ke temaptnya.” Titah Mama. Seperti ada pisau yang menembus dadanya ia seketika terdiam kemudian beranjak meninggalkan ruangan itu menuju dapur mengabaikan panggialan Mama yang menyuruhnya untuk duduk, hanya mengambil kotak bekal gadis itu kembali ke ruang makan mengmabil nasi dan lauk pauk dengan cepat kemudian pergi ke mobil. Amarah sekaligus tidak percaya membara kuat didadanya seiring langkahnya sementara suara Mama terus terngiang dalam kepalanya dan bertahan sampai di sekolah membuatnya merasa terganggu ditengah pelajaran yang sedang berlangsung. Berusaha meredam amarah yang siap meledak gadis itu pergi ke perpustakaan setelah bel istirahat berbunyi, sayang ditengah keseriusannya membaca buku ilmiah perutnya merengek minta diisi. Daripada tidak bisa fokus Nasla memutuskan untuk menyudahi membacanya dan kembali ke kelas mengambil kotak bekal yang dibawanya dari rumah, masih ada waktu untuk makan ia membawa bekal itu ke taman sekolah, berada di sekolah bergensi yang memiliki banyak fasilitas modern termasuk memiliki taman belakang bak seperti istana. Sayangnya taman itu sangat jarang atau bahkan tidak pernah didatangin siswa, baru tahu fakta itu dengan riang Nasla menghampiri salah satu bangku panjang dan duduk disana kemudian mulai makan bekalnya, suara kicauan burung yang terdengar merdu serta suasana tenang membuat perasaannya yang semula siap meledak kini mulai mereda, namun perhatiannya segera teralihkan oleh suara gemerak dahan diatas kepalanya bersamaan muncul wajah yang dengan cepat kearahnya. Sontak dengan reflek Nasla berdiri dan menyingkir sebelum tertimpa, suara erangan kesakitan yang meluncur lancar dari bibir seorang pemuda yang bangkit dengan tertatih. Seragamnya yang kotor dan kusut akibat debu serta daun sebelum akhirnya pemuda itu bersihkan.

“Kau siapa? Dan sejak kapan kau ada diatas sana.” pertanyaan pertama yang Nasla lontarkan. Setelah bersih pemuda itu menjawab,”Ah maaf, aku hanya bolos sekolah dan tidur diatas karena tempat ini indah tapi sepi?”


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)