Cerpen
Disukai
1
Dilihat
1,867
Gelang Terakhir
Horor

Festival sekolah sebentar lagi diadakan bersamaan dengan acara wisuda kelas 12. Saat jam istirahat tiba suasana di kantin lebih ramai dibanding sebelumnya sebab banyak para guru serta kegiatan untuk acara tersebut, diantara para siswa di kantin Intan dengan lahap menghabiskan mie ayam kesukaannya disusul dengan cimol rasa manis pedas yang tanp sadar diperhatikan oleh Indah yang juga sedang menghabiskan bakso jumbo.

“Kau makannya semangatnya sekali, nggak takut tersedak,” kata Indah.

Masih mengunyah Intan tersenyum sembari memberi isyarat jarinya seolah mengatakan ‘OK’ kemudian meneguk Ice tea hingga tinggal setengah, merasa belum puas gadis itu lantas memanggil Pak Agus penjual mie ayam yang baru saja melayani seorang siswa bertugas menghampiri Intan.

“Pak pesan lagi, tapi kuahnya tolong banyakin.” Kata Intan, Pak Agus hanya mengangguk-angguk lalu kembali ke lapaknya membuatkan mie ayam pesanan Intan.”Setelah ini ada jam kosong ya.” Intan membuka topik sambil memakan cimolnya.

“Memang ada karena semua pada sibuk terutama para OSIS, aku yakin pasti banyak makanan di festival nanti.” Sahut Indah,”Tapi…”

“Tapi apa?” tanya Intan penasaran sementara tangannya tidak berhenti nusuk cimol lalu memasukkannya ke dalam mulutnya, akan tetapi Indah buru-buru menggeleng kepala kemudian bergegas menghabiskan baksonya yang tinggal satu lalu meneguk habis kuahnya, tidak selang lama Pak Agus datang membawa pesanan Intan dan meletakkannya dihadapannya gadis itu. Setelah mengucap terima kasih sebelum makan Intan memberi sambal cabai ke dlam mangkuk kemudian mengaduknya hingga merata dan mulai memakannya. Menikmati kelezatan kaldu dan daging ayam yang gurih membuat Intan tidak ingin menghabiskan, tetapi ditengah kenikmatan itu Intan tertegun melihat seorang gadis yang jalan menunduk melewati belakang kursi Indah. Namun yang jadi perhatian Intan adalah cara jalan gadis itu yang terseok-seok tapi sangat cepat sebelum akhirnya menghilang diantara kerumunan.

“Intan ada apa?” tanya Indah bingung setelah itu noleh ke belakang.

“Ah bukan apa-apa, sepertinya tadi aku lihat seseorang yang menarik?” jawab Intan kembali ke makanannya sampai habis.

“Sesuatu yang menarik? Tadi aku lihat nggak ada tuh, sudahlah lupakan saja.” Indah segera menghabiskan Ice teanya dan setelah itu mengajak Intan untuk bayar kemudian kembali ke kelas.

****

Setibanya dirumah Intan yang baru saja selesai mandi dan gati pakaian tidak langsung tiduran di tempat tidurnya melainkan membuka lemari mengambil dompet lalu membukanya. uang hasil kerja kerasnya sebagai seorang youtuber gamer selama tiga tahun membuatnya terlihat kaya, perasaan tidak sabar mencuat saat terbayang dalam benaknya aneka makanan, minuman juga banyaknya aksesoris yang menarik saat acara festival sekaligus wisuda kelas 12 berlangsung. Akan tetapi eforia itu seketika lenyap saat tiba-tiba dikejutkan dengan aroma melati yang menusuk di kamarnya, sontak Intan merasa tidak kuat menghirup aroma tersebut dengan cepat mendekati jendela kamarnya dan membukanya lebar-lebar agar aroma tersebut hilang oleh angin tapi bukannya hilang aroma itu justru semakin kuat membuat kepalanya terasa pusing kemudian bergegas keluar, saat di luar Intan menghirup napas banyak-banyak sementara kepalanya masih terasa sakit. Teringat Ayah maupun Ibu meletakkan obat gadis itu lantas pergi ke ruang tamu, suasana rumah yang sepi sebab mereka sibuk kerja dan Intan sudah terbiasa seperti itu. Tidak menemukan obat dimanapun akhirnya gadis itu memutuskan untuk tiduran di sofa ruang tengah sambil nonton televisi, sengaja mengeraskan volume guna mencairkan suasana terlebih suara televisi yang terasa seperti pengantar tidur. baru tiga puluh menit menonton Intan sudah jatuh tertidur membiarkan televisi menyala. Tapi tidak lama ia kembali bangun saat mendengar suara tawa dari arah belakang sofa, khawatir rumahnya kemasukan maling gadis itu cepat-cepat bangkit dan mengecek seluruh ruangan. Ia merasa lega tidak menemukan siapapun dirumah selain dirinya kemudian kembali ke ruang tengah, akan tetapi ia kaget ketika tidak sengaja melihat sekelbat perempuan masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu reflek berlari kecil dan masuk ke dalam kamar, di sana ia merasa bingung tidak mencium aroma melati juga tidak menemukan siapapun disana.

“Mungkin hanya firasatku saja.” batin Intan lega, tapi perasaan itu langsung lenyap saat balik badan matanya tidak sengaja tertju pada cermin dinding yang tidak memantulkan bayangan dirinya dan terkejut cermin itu tiba-tiba pecah kemudian muncuk darah segar dari sela pecahan yang turun ke lantai. Intan yang sejak dulu takut hantu tanpa pikir panjang keluar, tapi ia terkejut pintu kamarnya yang semula terbuka tiba-tiba tertutup sendiri. diputar-putar kenop pintu namun pintu itu enggan terbuka dan tubuhnya seketiak ambruk ke lantai bersamaan mulutnya terbuka lebar sementara dadanya naik turun dengan sangat cepat seolah berusaha menghirup udara banyak-banyak sebelum akhirnya pandangannya gelap ia melihat seorang gadis berseragam abu-abu terlentang dilangit kamarnya. Perasaan panik sebab tidak bisa membuka mata serta mengerakkan tubuhnya yang terasa sangat susah, tiga puluh menit dalam kepanikkan gadis itu akhirnya bisa bangun kemudian menghirup napas banyak-banyak seraya mengedarkan pandangan.

“Cuma mimpi, ya.” Gumamnya, dadanya masih naik turun tidak karuan sampai akhirnya perhatianya tertuju pada layar televisi yang masih menyala. Segera dimatikan lalu melihat jam dinding yang menunjukkan waktu malam, bukannya kaget gadis itu dengan santai bangun lalu pergi ke teras depan.

“Padahal aku Cuma tidur sebentar, tapi udah malam saja. Ayah dan Ibu belum pulang juga, apa mereka menginap lagi.” kata Intan sendu, tapi tidak lama suara anak- anak  yang asyik mengobrol tiba-tiba berhenti saat melewati depan rumah Intan. Raut wajah mereka tertuju ke arah Intan sembari bisik-bisik dan kemudian lari lunggang-langgang, Intan yang melihatnya merasa kebingungan tapi tidak menghiraukannya lalu duduk di kursi teras, tidak sempai disitu seorang pria melewati depan rumah Intan bersama anjing peliharaan yang kemudian mengonggong galak, gadis itu kembali dibuat bingung lalu menghampiri pagar rumahnya, hewan itu semakin galak saat gadis itu hendak menghampiri.

“Sudah… sudah, jangan mengonggong. Tidak ada siapa-siapa disana!” ucap pria itu seraya bergegas menarik tali yang mengikat leher anjing itu namun akhirnya mengendong hewan itu dan pergi.

“Ih apa-apaan sih, rumah inikan ada aku. Dasar orang tidak sopan!” gerutu Intan seraya mengembok pagar setelah itu kembali masuk ke dalam.

****

Napasnya memburu dan kemudian bangun, wajahnya sangat pucat lalu berpaling ke sekitarnya yang remang karena cahaya lampu jalan yang masuk menerobos celah tirai. Merasa pagi segera tiba gadis itu segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah tanpa sarapan, kebiasaan Intan yang suka berangkat dijam lebih pagi sebab jarak sekolah dengan rumah sangat jauh. Setelah berjalan hampir 20 menit gadis itu tiba di sekolah yang masih belum dibuka gembok gerbangnya, tanpa pikir panjang Intan langsung panjat pagar dan berhasil masuk. Senyumnya mengembang melihat banyaknya tenda-tenda stand juga dekorasi aula sekolah yang masih setenagh jadi, dadanya berdebar kencang membayangkan suasana di festival dan membuatnya tidak sebar untuk menunggu. Suasanannya yang masih terlalu pagi gadis itu memutuskan untuk mampir ke perpustakaan lama yang berada di lantai paling atas, Intan sangat menyukai ruang perpustakaan terlebih pada pagi hari. Setelah menaiki anak tangga gadis itu tanpa pikit panjang membuka pintu itu dengan mudah dan masuk ke dalam, menelusuri rak mencari buku yang menarik kemudian membawanya ke salah satu meja yang tidak jauh dari rak dan berada di dekat jendela.

“Novel ini terlalu seru kalau dilewatkan.” batinnya mengabaikan suasana disekitarnya yang sepi dan mencekam. Baru saja ia membawa lembaran berikutnya pandangnnya langsug mendongak saat menyadari kedatangan Indah di hadapannya.

“Disini kau rupanya.” Indah langsung narik kursi lalu duduk setelah meletakkan tasnya lebih dulu ke kursi.

“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada disini?” tanya Intan takjub, ditutup buku itu dan meletakkannya diatas meja. Indah membusungkan dada dengan bangga, tapi setelah itu memandang sahabatnya dengan sendu.”Tempat ini adalah tempat favoritmu. Sebagai sahabat bukankah itu wajar jika tahu kesukaan masing-masing.” Sahut Indah,”Aku benar-benar tidak sabar buat acara festival sekolah nanti.”

Intan tersenyum,”Kua punya pemikiran yang sama denganku, nggak heran persahabatan kita sejak kelas satu SD bisa terbawa sampai sekarang.” Setelah mengatakan itu Intan tertawa dan Indah juga ikut tertawa kemudian mengajak sahabatnya ke kelas, dengan berat Intan beranjak dan keluar bersama menuju kelas. Tapi sesampainya di kelas mereka berdua disambut oleh Salsa yang memandang aneh mereka sampai ke bangku belakang, Intan yang menyadari itu lantas megabaikan tetapan Slsa dan duduk disamping Indah. Satu per satu teman-temannya mulai memenuhi isi kelas begitu juga di luar kelas, ia memandang teman-temannya bingung melihat mereka memandang ke arahnya dengan tatapan takut dan sinis bahkan diantara mereka saling bisik-bisik hingga tidak selang lama bel masuk berbunyi.

“Indah, teman-teman pada kenapa? Kok kayak aneh gitu ke arah kita?” tanya Intan dengan nada berbisik, sesaat Indah terdiam namun tangannya bergerak membuka tas mengambil salah satu buka lalu menulis sesuatu dibelakang buku dan mendorong buku itu ke hadapan Intan.

“Nanti aku jelasin saat di festival.” Intan membaca tulisan lalu memandang Indah dengan penasaran dan kemudian oleh kehadiran Bu Miftah yang masuk ke dalam. Sepanjang pelajaran Intan tidak memerhatikan sama sekali karena pikirannya tertuju pada tulisan yang Indah tunjukkan, tapi tidak lama tubuhnya menegang ketika matanya menangkap sosok gadis berseragam kotor dan lusuh dengan kepala teleng ke kiri berdiri tepat di samping Bu Miftah yang sedang menjelaskan materi sosiologi di depan kelas, namun yang membuat Intan aneh adalah sosok tersebut terasa familiar dengannya dan tidak lama sosok itu menghilang saat Bu Miftah kembali ke bangku setelah memberi tugas kepada siswa didiknya.

****

 

Tidak terasa acara festival sekaligus wisuda sebentar lagi tiba, tapi sayangnya Intan tidak bersemangat. Selalu menunggu kepulangan Ayah dan Ibu sangat melelahkan, meskipun begitu ia berusaha tegar dan memaklumi pekerjaan orang tuanya. Setelah memakai seragam gadis itu langsung berangkat, seperti hari-hari sebelumnya Intan menunggu yang lain di dalam perpustakaan yang selalu bisa ia buka meski sudah dikunci oleh petugas, dan seperti sebelumnya Indah selalu menjemputnya disana dan ikut menunggu.

“Ngomong-ngomong Indah, kau merasa aneh nggak lihat tatapan teman-teman kepada kita?” tanya Intan memecah keheningan di ruang itu. Indah sesaat tertegun kemudian tertawa kecil membuat Intan yang melihatnya kebingungan.

“Abaikan saja, saat ini teman-teman lagi bingung mau bahas apa yang menarik di sekolah. Kau pasti tidak lupa soal itu.” Sahut Indah santai, akan tetapi Intan justru melihat kesedihan di mata Indah merasa sahabatnya tengah menyembunyikan sesuatu. Gadis itu berniat untuk bertanya namun Indah sudah keburu beranjak keluar, tertegun sesaat Intan ikut beranjak dan menyusul Indah menuju kelas. setelah jam istirahat selesai tidak ada jam pelajaran alias jam kosong membuat Intan merasa bosan berada di dalam kelas sembari memandang teman-temannya yang sibuk mengobrol maupun berkumpul di pojok depan kelas sementara Indah sibuk main game di ponselnya, melihat raut wajahnya yang serius seperti itu Intan yakin sahabatnya tidak ingin diganggu. Gadis itu menghela napas lelah lalu melanjutkan mengamati teman-temannya dan sadar Salsa sejak tadi diam-diam lirik ke arahnya, merasa tidak tahan dengan rasa penasaran Intan langsung berdiri lalu menghampiri Salsa yang masih lirik ke arahnya.

“Hei Salsa!” panggil Intan.

Tapi yang dipanggil tidak menyahut dan sibuk bicara dengan teman-temannya sambil kembali lirik ke arah bangkunya, raut wajahnya tidak tenang sedangkan tangannya memegang belakang leher. Kesal merasa diabaikan gadis itu memegang bahu Salsa tapi malah membuat Salsa terkejut lalu lihat ke arah Intan sesaat kemudian kembali memandang teman-temannya.

“Hawa disini benar-benar nggak enak,” gerutu Salsa.

“Iya, tiap hari cium aroma bunga melati terus. Jadi kangen aroma jeruk!” sahut salah satu temannya setelah itu berpaling ke arah bangku Intan dan Indah sementara Indah masih sibuk dengan ponselnya. Intan terdiam setelah mendengar keluhan mereka, beberapa hari ini ia tidak mencium aroma bunga melati yang dikatakan mereka. Mereka pasti lagi bercanda, batin Intan sampai matanya tertuju pada tempat pensil milik Salsa yang terlihat sangat menarik dan imut. Nggak tahan melihatnya tanpa pikir panjang Intan mengambil tempat pensil itu, suasana yang semula tenang seketika berubah oleh suara teriakan Salsa dan teman-temannya yang langsung beranjak dan lari ke depan kelas membuat Indah yang kaget dan berpaling dari ponselnya dan melihat apa yang sahabatnya lakukan, Intan bingung melihat reaksi mereka yang memandang ke arahnya dengan tatapan ketakutan setelah itu berpaling ke arah Indah. Dengan santai Indah meletakkan ponselnya di atas mejanya lalu menghampiri Intan dan meletakkan benda di tangan Intan ke atas meja, semua kecuali Indah dan Intan langsung kelur kelas meninggalkan mereka dan membuat suasana di dalam jadi sepi.

“Mereka pada kenapa sih? Kayak lihat hantu saja deh,” gumam Intan. Indah tidak menyahut, tatapannya sendu kemudian balik badan ke mejanya lalu mengambil ponselnya. Dengan cepat membuka kontak dan mencari nomor ponsel orang tua Intan setelah itu mengirim pesan.

“Indah, kau dengar nggak!” panggil Intan dan matanya tertuju pada kontak pesan dalam ponsel Indah,”Lho kamu ngubungin orang tuaku?”

Indah mengangguk seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu berpaling ke arah Intan,”Iya? Aku yakin kau belum juga menghubungin orang tuamu, mungkin kali ini aku bisa membantumu menghubungi mereka?”

“Maaf ya, sudah merepotkanmu, Indah.” ujar Intan,”Hei, mumpung jam kosong ayo pergi ke aula buat lihat-lihat!” ajaknya.

“Boleh. Sekalian aku mau ngomong sesuatu denganmu!” sahut Indah.

Intan memandang penasaran dan setelah itu keluar menuju aula, mengabaikan tatapan aneh serta takut dari beberapa siswa yang mereka lewati mereka akhirnya sampai di aula sekolah yang berada di dekat area parkir, mata Intan terbinar-binar melihat dekorasi dalam aula yang sangat menarik dan aestektik terutama deretan bangku yang berjejer rapi.

“Intan!” panggil Indah.

Intan segera menoleh dan melihat mata Indah yang seperti mau menangis,”Aku mau minta maaf!” kata Indah.

“Kau bicara apa? Tiba-tiba minta maaf begitu?” tanya Intan heran.

Sesaat Indah terdiam, dadanya terasa sesak juga ada sesuatu yang tersangkut di keronkongannya saat hendak mengatakan sesuatu, dengan dua tarik napas berusaha menahan air mata gadis itu tersenyum.

“Maaf ya, Intan, aku sadar kalau selama ini aku bukan sahabat yang baik bagimu. Bahkan selama ini aku merasa sudah membuatmu repot. Maafkan aku, Intan!” dengan cepat Indah mengusap sudut matanya yang mulai berair sementara Intan yang melihatnya sontak menghampiri lalu memeluk sahabatnya dengan erat seolah ingin meredakan kesedihan Indah.

“Aku udah memaafkan kamu kok, kau itu sahabatku yang paling istimewa. Aku bahkan ingin dengar cerita serammu. Jangan menyalakanmu terus-terusan, itu akan membuatku sedih!” sahut Indah seraya melepas pelukan dan memandang wajah Indah,”Di festival temani aku beli gelang, ada gelang yang ingin aku beli juga beberapa makanan,” tambahnya.

Indah mengangguk mengiyakan kemudian mengajak sahabatnya ke lapangan dimana sudah banyak tenda stand dan setelah itu kembali ke kelas. Menjelang bel pulang guru wali kelas mereka datang dan membagikan kartu undangan kecuali Intan dan tidak lama kemudian bel pulang berbunyi.

“Aku nggak dikasih,” kata Intan sedih memandang kartua undangan di tangan Indah, memahami perasaan sahabatnya dengan santai Indah memberikan kartu itu kepada Intan,”Semua isinya sama kok, kartuku kau bawa saja. Aku udah lihat barusan!” sahut Indah. Intan menerima itu lalu membacanya sebentar sebelum akhirnya ikut keluar bersama yang lain.

****

Hari festival sekolah sekaligus acara wisuda sudah tiba sudah tiba, hawa pagi yang terasa dingin disambut oleh para wisudawan dan para siswa seluruh sekolah. Suasana dilapangan sangat ramai ditambah banyak penjual yang memamerkan barang dagang di tiap stand. Indah memandang lega sekaligus sendu melihat suasana di sekitarnya sementara Intan celingak-celinguk dengan mata terbinar-binar, menebak Intan bakal kelayapan seperti bocah gadis itu menepuk bahu sahabatnya.

“Biar aku yang traktir untukmu termasuk gelang yang kau inginkan.”

Intan tampak keberatan, tapi ia putuskan untuk menuruti keinginan Indah. Selama acara berlangsung Indah tanpa ragu mengeluarkan uang membeli jajan kesukaan Intan dan saat sampai di stand yang menjual akesoris, Intan memandang bingung gelang berjejer rapi sementara Indah melihat jepit rambut dan gantungan lonceng yang warna-warni. Cukup lama Intan memandang satu per satu gelang-gelang tersebut sampai matanya menemukan gelang yang menurutnya menarik, tanpa sadar jarinya menyentuh gelang bermutiara putih merah muda dengan kayu persegi panjang ditengahnya yang bertulis “Best Friend”. Indah yang melihat arti tatapan itu lantas bertanya kepada penjual harga gelang yang disentuh Intan.

“Harga 12 ribu, kak?” jawab si penjual. Indah tanpa pikir panjang langsung membayar dua gelang itu dan mengambilnya.

“Terima kasih, Indah.” ucap Intan girang.

“Sama-sama, ayo ke rumahmu!” ajak Indah yang langsung jalan mendahului Intan. Gadis itu mengambil rute jalan yang berbeda dibanding biasanya membuat Intan kebingungan.

“Indah, jalan rumahku bukan lewat sini.” ucap Intan mengingatkan. Akan tetapi Indah tida menjawab dan terus melangkah menuju suatu tempat dan semakin jauh, setelah jalan hampir enam puluh menit mereka akhirnya berhenti di depan gerbang pintu masuk area pemakaman. Sebelum masuk Indah membeli sekantung berisi bunga tujuh rupa setelah itu masuk menelusuri jalan setapak yang hanya lebar satu meter, kiri dan kanan berjejer batu nisan yang dikelilingi pohon kamboja. Rupanya ada dua pelayat selain mereka yang tengah berdoa pada salah satu kuburan, Indah segera mengenali dua orang itu dan bergegas menghampiri diikuti Intan yang bertanya-tanya. Barulah Intan sadar kalau dua orang itu adalah Ayah dan Ibunya.

“Assalammualaikum, Paman dan tante!” sapa Indah ramah.

“Waalaikumsalam, lama tidak bertemu, Indah.” balas Tante Ifa, Ibu Intan.”Kami kesini sesuai dengan permintaanmu, apakah Arwah Intan masih bersamamu?” tanyanya.

Indah mengangguk lalu menoleh ke sebelahnya,”Dia bersamaku dan hari ini aku akan menjelaskan semua kepadanya, sebelum itu apakah paman dan tante ingin menyampaikan sesuatu kepada Intan?”

Mereka berdua saling pandang yang terlihat jelas raut sedih mereka kemudian mengangguk,”Intan sayang, maafkan kami yang selama ini tidak memerhatikan perasaanmu juga keinginanmu dan---“ Tante Ifa tidak melanjutkan kalimatnya karena sesuatu terasa sesak di dadanya.

“Dan maaf, baru hari ini kami mengunjungi makammu. Mulai sekarang kami akan selalu mengunjungi makammu agar kau tidak kesepian lagi, maafkan kami, Intan, kami sadar bahwa kami bukan orang tua yang baik.” Sambung Paman Bagus. indah yang mendengar ucapan mereka menunduk sesaat setelah itu berpaling kearah Intan yang bergeming sementara sudut kedua matanya muncul bulir bening yang siap jatuh tetapi keburu dihapus oleh Intan. Tidak sampai disitu Indah segera mengeluarkan gelang yang dibelinya tadi lalu memasang salah satu gelang itu ke pergelangan tangannya kemudian menghampiri makam setelah itu berjonkok di samping makam itu dan mulai mengali cukup dalam di dekat papan batu nisan bertulis nama Intan disana, di letakkan gelang itu ke dalam lubang lalu menutup kembali hingga gelang itu tidak terlihat lagi.

“Indah, kami pamit pulang. Setelah mengunjungi makan kami akan mengunjungi rumah lama kami sekalian berencana untuk menjual rumah itu, cepat pulang setelah ini ya, Assalammualaikum!” ujar Paman Bagus yang setelah itu mengajak istrinya untuk pergi meninggalkan Indah dan arwah Intan disana, gadis itu memandang punggung kedua orang tuanya sampai mereka tidak terlihat lagi kemudian berpaling memandang makamnya.

“Sebenarnya apa yang aku lihat ini,” gumam Intan, kedua kakinya terasa seperti menancap di tanah sedangkan pandanganya tertuju pada namanya di papan nisan.

Sejenak Indah ragu untuk menjawab, tapi ia mengeluarkan ponselnya dari saku roknya lalu membuka berita online setahun yang lalu dimana nama dan fotonya terpampang jelas di halaman utama. Mata Intan melebar saat membaca artikel berita tersebut yang menyebutkan dirinya tewas tersambar petir saat ikut lomba main game online secara live, setelah merasa cukup Indah lantas memberitahu semuanya kepada Intan termasuk kehadiran sosok gadis yang di lihatnya di kantin dan di kelas.

“Aku sebenarnya tidak tahu kenapa bisa seperti itu namun aku sudah berhasil memenuhi keinginan terakhirmu. Sejak kau dinyatakan meninggal aku memutuskan untuk melanjutkan mimpimu sebagai youtuber gamer sembari merakit mimpiku juga sebagai pelukis. Maafin teman-teman ya, Intan, hanya aku yang bisa melihatmu dibanding yang lain!” kata Indah.

Intan benar-benar terdiam. Ia akhirnya mengerti kenapa teman-teman memandang takut, sinis dan aneh kepada Indah, tanpa pikir panjang gadis itu langsung memeluk Indah dengan erat dan menangis disana sementara Indah segera membalasnya dan ikut menangis. Secara bersamaan tubuhnya mulai menuap.

“Terima kasih dan maaf sudah terlalu merepotkanmu. Aku akan selalu melihatmu bermain game diatas sana, jangan lupa untuk belajar ya, agar kau bisa mengapai mimpimu.” Kata Intan seraya melepas pelukannya dan memandang wajah sahabatnya dengan senyum hangat membuat Indah tidak kuasa menangis sambil mengangguk kepala dan menyaksikan tubuh Intan yang semakin memudar dan kemudian lenyap dari pandangan.

“Tunggu aku ya, sahabat,” kata Indah mendongak ke atas melihat langit biru yang cerah.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)