Masukan nama pengguna
Waktu baru menunjukkan pukul setengah empat pagi. Alarm di ponsel Elma sudah mulai berbunyi. Badan yang begitu lelah dan mata yang masih sangat mengantuk, Elma masih belum siap untuk segera bangkit dari tempat tidurnya. Dia masih ingin terus melanjutkan tidurnya yang lelap.
Namun suara dari panggilan Ibu yang terus mengetuk pintu kamar dan bunyi alarm yang semakin berbunyi nyaring, dengan terpaksa Elma mau bangun juga.
“Ya sebentar,” jawab Elma yang masih setengah sadar.
Dengan rasa malas sambil terus menggerutu di dalam hati, Elma membuka pintu kamar. Ada ibunya yang juga tampak mengantuk mencoba tersenyum.
“Ayo siap-siap berangkat kerja,” kata Ibu. “Jangan sampai terlambat lagi.”
“Okey Ibu sayang,” jawab Elma yang kemudian menguap lebar.
Cuaca dingin yang terasa menusuk kulit, membuat Elma terus menggigil kedinginan, dan dia memutuskan hanya cuci muka, gosok gigi, dan bersih-bersih seadanya saja.
Ketika selesai dari toilet, Elma melirik ke arah dapur dan melihat ibunya yang sedang sibuk memasak di dapur. Dalam hatinya Elma merasa nelangsa karena selalu merepotkan ibunya di waktu yang seharusnya masih istirahat, tapi mau berapa kali pun dibilang Ibu tetap saja memaksa untuk selalu memasak bekal untuknya setiap pergi bekerja.
Setelah selesai dengan segala persiapan, Elma mengambil kotak bekal dan botol minuman di atas meja makan. Ada kotak makanan tingkat dua dan satu botol minuman ukuran besar yang dimasukkan ke dalam tas ranselnya.
“Jangan lupa habiskan semua bekal sarapan, makan siang, dan makan malamnya ya. Jam makannya jangan sampai terlambat lagi. Selalu tepat waktu di setiap jam makan. Selesai kerja langsung pulang ya,” perintah sekaligus nasehat Ibu yang terdengar hampir sama setiap harinya.
Elma tak cukup punya waktu untuk beragumen lagi. Dia hanya selalu mengangguk sambil sibuk menyiapkan segala kebutuhan untuk kerja nanti.
“Pergi dulu ya, Bu.” Elma menyalami tangan ibunya dengan hormat.
“Hati-hati di jalan ya.”
Elma mengangguk pelan dengan mata yang masih menahan ngantuk. Kalau boleh memilih, dia sangat ingin kembali melanjutkan tidurnya. Tapi dengan keadaan ekonomi dan kesulitan hidup sekarang, apa dirinya bisa punya pilihan?
Di halaman rumah, Elma yang baru saja selesai mengikat tali sepatu, tersenyum melihat kedatangan Andri, tetangga gang sebelah rumah yang sudah bersiap dengan motor bututnya.
“Sudah siap? Pergi sekarang?” tanya Andri.
Elma mengangguk dan segera naik motor. Mereka berangkat menuju stasiun.
Masih pukul empat pagi, suasana di kereta api masih tenang dan sepi. Hanya ada beberapa orang yang duduk.
Sepanjang perjalanan, Elma melanjutkan tidurnya yang tadi sempat terhenti. Merangkul tas ranselnya dengan erat dan menutup sebagian wajah dengan penutup kepala jaketnya. Sedangkan Andri duduk di sebelahnya sambil mendengarkan musik di headshet yang terpasang di kedua telinganya.
Tepat pukul lima pagi. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Elma dan Andri sampai di stasiun tujuan. Situasi dalam dan luar kereta sudah padat merayap. Adzan terdengar berkumandang di masjid terdekat stasiun.
“Kita sholat subuh dulu yuk di masjid dekat sini,” ajak Andri saat mereka telah berhasil keluar dari pintu kereta yang berdesakan.
Elma menggeleng cepat. “Nanti saja kalau sudah di tempat kerja. Kalau sampai terlambat satu menit di jam versi bos, bisa kena sanksi atau denda lagi. Jangan cari masalah dulu.”
Andri tertawa sinis. “Bosmu itu tidak pernah punya toleransi atau pengertian sama sekali ya?”
“Kita tidak punya waktu untuk bahas itu sekarang.” Elma beberapa kali melihat jam tangannya dengan wajah cemas sambil berjalan cepat di antara keramaian. “Ayo kita cepat naik bis. Nanti bisa ketinggalan!”
Andri terdiam. Kalau menyangkut soal kerjaan, Elma memang tidak pernah mau bercanda sedikit pun. Apa sebegitu takut membicarakan bosnya yang aneh itu?
***
Pemandangan ibu kota di shubuh hari, Elma melihat deretan gedung-gedung bertingkat dari jendela kaca bisnya yang berkabut. Matahari belum terbit, tapi situasi jalan sudah tampak ramai seperti biasanya. Perjalanan kurang lebih lima belas menit ditempuh dengan bis umum, akhirnya Elma sampai di tempat kerjanya di salah satu supermarket terbesar dan ternama.
“Nanti kita ketemu di tempat biasa ya,” ucap Andri sambil melambaikan tangan.
Elma tersenyum. “Ya, sampai jumpa lagi.” Kemudian bergegas masuk ke tempat kerjanya untuk mengisi data absen karyawan.
Menarik napas lega karena datang tepat waktu. Elma baru merasa tenang saat shalat shubuh di ruangan sempit belakang.
“Untung gak terlambat hari ini. Bisa gawat kalau terlambat lagi. Si bos kan bisa cek CCTV kapan saja untuk beri sanksi apa pun,” ujar seorang Ibu dengan seragam office girl yang baru datang dengan tergesa-gesa.
Merapikan pakaian seragam pramuniaganya yang tampak semakin lapang karena badannya yang semakin kurus lalu mengalungkan name tag karyawannya, Elma hanya menanggapi dengan tersenyum.
Tak ada cukup waktu untuk berbasa-basi, Elma segera beranjak ke gudang dan bertemu beberapa pramuniaga lainnya yang sudah mulai bekerja.
Mereka berlima saling membantu untuk membongkar stok barang, memindahkan barang-barang yang masih di dalam kardus, lalu menata penempatan barang agar tersususn di rak supermarket sesuai tempat dan jenisnya masing-masing.
“Perhatikan tanggal kadaluarsa dan kondisi setiap barang. Jangan sampai ada satu pun produk yang tampak tidak layak jual,” ujar Elma memperingatkan teman-teman pramuniaga lainnya. Dia tak mau ikut terkena masalah lagi karena kesalahan atau kelalaian satu orang.
“Jangan lupa hari ini kita harus mengemas beberapa produk yang diberi diskon dan memberikan label harga di stok barang yang baru datang hari ini,” lanjut Elma menasehati sambil mengangkut beberapa barang bolak-balik dari gudang ke rak supermarket.
Beberapa karyawan lain kompak mengangguk dengan wajah datar dan tak semangat. Tak terdengar jawaban apa pun, selain terus menyelesaikan pekerjaan yang hampir sama setiap harinya.
Tak lama setelah matahari terbit, kepala gudang yang berkepala setengah botak datang dengan santainya. “Hari ini siapa yang bertugas membersihkan gudang?”
Semua terdiam dengan wajah sedikit menunduk, berpura-pura tak mendengar sambil terus sibuk melanjutkan pekerjaan. Membersihkan gudang adalah tugas yang paling berat dan sering dihindari semua karyawan.
“Tidak ada seorang pun yang mau membersihkan gudang belakang? Kalau saya nanti adukan dengan bos Carissa, jangan salahkan kalau gaji kalian dipotong lagi dan lagi ya!”
Elma yang masih sibuk menata barang di rak seketika mengangkat tangan dengan antusias. “Biar saya saja, Pak.”
Pada awalnya tidak ada seorang pun yang mau membantu. Elma bekerja sendirian menyapu dan mengepel gudang yang kotor dan berdebu. Tak lama kemudian, beberapa pramuniaga lain yang telah selesai dengan tuga sebelumnya, ikut membantu Elma mengatur, meengangkat, dan membuang beberapa barang yang tidak diperlukan lagi di gudang.
Di waktu pekerjaannya yang semakin terasa melelahkan, Elma menyempatkan diri untuk sarapan di ruangan belakang. Dia berusaha menghabiskan bekal nasi gorengnya dengan cepat. Takut nanti situasi tak terduga akan terjadi lagi. Kalau memaksakan diri untuk terus bekerja, pasti perutnya yang sudah keroncongan sejak sejam yang lalu akan semakin kelaparan.
“Kenapa barang masih ada yang berantakan begini? Kerja apa saja kalian?”
Teriakan suara yang terdengar familiar, membuat Elma segera bangkit dari tempat duduknya dan mengintip keadaan di depan.
Benar saja, bos Carissa sudah datang dengan wajah galaknya yang khas sambil berkacak pinggang. Perempuan dengan usia sekitar empat puluhan yang rambutnya disasak ke atas dihiasi dengan pita bunga-bunga, pakaian motif kotak-kotak dilengkapi syal bulu tebal melingkari lehernya yang bergelambir. Make up tebal dengan blush on pink pada wajahnya yang chubby. Di kedua tangannya membawa banyak bungkusan belanjaan brand ternama dan juga berbagai cemilan.
“Mau gaji kalian dipotong berapa persen kali ini?” Suara teriakan terdengar lebih melengking.
Semua karyawan tampak diam sambil menunduk. Tak ada yang berani berbicara atau membantah sedikit pun. Beberapa pembeli yang sedang sibuk belanja, tampak tak ingin ikut campur dan ada yang lebih memilih pergi.
Elma tersedak lalu terbatuk-batuk dengan keras. Kalau sudah menyangkut soal pemotongan gaji untuk kesekian kalinya, dia tetap saja merasa syok. Kebutuhan hidup terus semakin naik setiap tahunnya, tapi gaji yang diterima setiap bulan selama dua tahun bekerja, malah selalu ada saja pengurangan dengan berbagai sebab dan alasan.
Terdengar suara langkah kaki mendekat, Elma yang sedang minum segelas air putih jadi tak sengaja menyemburkan air dari mulutnya saat melihat bos Carissa yang tiba-tiba sudah berada di depannya.
“Kenapa kamu di sini dan tidak ikut bekerja dengan karyawan lainnya?”
Elma tersenyum canggung. Rasa takut bercampur cemas menghampirinya. “Maaf, saya cuma sarapan sebentar di sini, bos.”
Alis bos Carissa terangkat sebelah kanan. Dia mengamati penampilan Elma dengan tatapan merendahkan. “Sarapan? Sudah jam setengah sebelas begini kamu masih bilang dengan alasan sarapan?”
“Hhhmmm, maaf sekali bos. Saya akan lanjut kerja lagi.” Elma berjalan cepat dan kembali ke tempat kerjanya lagi.
Bos Carissa melirik tajam dengan senyuman sinis. “Gaji kalian dipotong ya bulan ini.”
Semua karyawan terdiam sambil menahan emosi dan menggerutu dalam hati. Tidak ada yang berani beragumen sedikit pun.
Bos Carissa menatap tak suka ke arah semua karyawannya. “Ayo cepat semuanya kembali bekerja lebih giat dan rajin. Jangan sampai ada yang berantakan lagi.”
Dengan gugup bercampur was-was, Elma mendekat ke arah bosnya. “Biar saya bawakan kantong belanjaannya, bos?”
“Jangan lupa jemput makan siang saya di restoran yang menunya seperti biasa ya,” jawab bos Carissa dengan ketus seraya memberikan semua kantong belanjaannya pada Elma.
Elma mengangguk patuh sambil tersenyum canggung. Sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin megumpat dan melawan dengan penuh keberanian. Tapi apa daya dengan posisinya yang sebagai pramuniaga biasa, dirinya hanya bisa menurut saja sebelum kontrak kerjanya nanti akan berakhir.
***
“Makanan apa yang kamu bawa ini?” hardik bos Carissa dengan tatapan tajam.
Elma kembali memastikan makanan yang baru saja diletakkan di atas meja bosnya. Sepertinya tidak ada yang salah dengan menu tersebut.
“Seperti menu yang biasa bos minta di setiap hari Senin minggu kedua, kan? Dua porsi steak daging wagyu dengan mushroom sauce lengkap dengan nasi dan juga kentang.”
Bos Carissa menggeser letak piring ke arah Elma berdiri. “Tapi ini bagian sirloin bukan yang tenderloin seperti yang saya inginkan.”
“Maksudnya gimana bos?” tanya Elma mengernyitkan kening. “Bukannya sama saja ya?”
Bangkit dari sofanya, bos Carissa sontak memukul meja di depannya dengan keras. “Kamu itu lupa atau gimana sih? Tentu saja kedua bagian daging itu sangat berbeda. Saya mau steak yang full daging, lebih empuk dan bukan yang ada lemaknya. Kamu mau bikin berat badan saya tambah naik?”
Wajah Elma tampak bingung. Dia tidak tahu harus menjawab seperti apa dan harus bersikap bagaimana biar tidak melakukan kesalahan lagi.
Mencoba menahan tangannya yang kesakitan akibat memukul meja, bos Carissa kembali memasang wajah galaknya. “Cepat kamu belikan steak yang saya inginkan di restoran tadi. Jangan sampai salah lagi! Kalau tidak, saya tidak mau makan sekarang!”
“Maaf bos. Dari pada saya harus bolak balik ke restoran tadi lagi, gimana kalau pesan via ojek online saja,” ucap Elma penuh kehati-hatian.
“Kamu mau memeras saya ya? Ingin saya bangkrut? Kalau pesan makanan via ojek online harganya bisa lebih mahal. Saya tidak mau dengar alasan ini itu lagi. Secepatnya kamu harus bawakan saya dua porsi tanderloin steak dengan mushroom sauce lengkap dengan nasi dan kentang.”
“Ta..tapi bos. Makanan yang sudah dibeli tadi, mana bisa dikembalikan atau diganti lagi?”
“Itu bukan urusan saya,” jawab bos Carissa tersenyum jahil. “Kalau dalam sepuluh menit kamu tidak membawakan makan siang sesuai request. Mulai besok kamu tidak perlu datang lagi ke supermarket ini. Masih banyak orang di luar sana yang akan secepatnya menggantikan posisimu.”
Seketika wajah Elma menjadi pucat. Dipotong gaji sekian persen saja, dia sudah begitu cemas dan takut untuk memenuhi segala kebutuhan hidup setiap bulannya. Apalagi kalau sampai dipecat. Kemana lagi dirinya yang hanya tamat SMA ini harus mencari pekerjaan di keadaan ekonomi yang sulit seperti sekarang?
“Baiklah bos Carissa,” sahut Elma seraya mengangguk. “Akan saya belikan steak sesuai yang bos Carissa inginkan.”
Elma melangkah pergi, tapi seketika langkahnya terhenti karena mengingat sesuatu. Dia melirik ke arah bosnya yang sedang mengunyah cemilan kue kering. “Ta..tapi bos.”
“Tapi apa lagi sekarang?” tanya bos Carissa dengan mulut berisi cemilan.
“Hhhmmm…Uang dan ongkos untuk membeli steak belum diberikan.”
“Setelah kesalahan membeli makanan saya tadi, kamu masih berani minta tambahan uang dan ongkos lagi?” bentak bos Carissa yang mulutnya menyemburkan serpihan kue kering.
Mengingat uang untuk membeli makan siang bosnya harus pakai uangnya sendiri, Elma tersenyum miris. Ingin membantah, tapi saat ini dirinya tak punya pilihan lain. “Baik bos, akan segera saya belikan makanannya.”
“Ya sudah cepat! Bungkus semua makanan ini dan secepatnya kamu harus kembali dengan makan siang saya yang benar-benar tepat!”
Dengan menahan segala emosi, Elma segera membungkus kembali steak yang telah dibelinya dan bergegas kembali ke restoran.
***
Elma menghitung jumlah uang kembalian dan semua uang yang tersisa di dompetnya. Untung tadi bos Carissa tidak sadar kalau dirinya beli steak wagyu paket hemat di tempat yang berbeda, jadi bisa lebih hemat.
Tapi tetap saja Elma tak menyangka kalau hari ini akan ada pengeluaran untuk hal yang sangat tidak diperlukan. Keperluan sehari-hari, ongkos pulang pergi, dan kebutuhan hidup lainnya saja masih harus serba hemat dan pas-pasan. Tapi hari ini uangnya terpaksa harus dikeluarkan untuk mengganti makan siang bos Carissa.
Menghela napas panjang. Elma merenung dengan tatapan sendu di ruang pantry karyawan. Memikirkan tentang hidup dan masa depannya kelak. Mau sampai kapan hidupnya akan berjalan seperti ini terus?
Kapan dirinya bisa sedikit menabung dari gaji setiap bulan, kalau ada saja pengeluaran yang sia-sia begini? Kapan akan ada perubahan dan kemajuan berarti dalam hidupnya?
“Disuruh pakai uangmu sendiri oleh bos Carissa?” Seorang kasir bernama Indy seketika masuk, lalu mengisi botol minumannya di dispenser.
Elma mengangguk pelan dengan wajah murung. Jam makan siang kali ini dia jadi tak berselera makan.
“Santai semuanya juga begitu. Kemarin si Wina juga harus mengganti beberapa barang yang dicuri, si Sherly harus bayar denda karena terlambat datang, si Geo terpaksa potong gaji lebih banyak dari biasanya karena izin sakit dua hari.”
“Sudah tahu tentang semua itu. Minggu lalu aku juga harus ganti beberapa bungkus makanan yang entah kenapa tiba-tiba hilang di rak,” ucap Elma dengan wajah tak bersemangat. Dirinya dan semua karyawan di supermarket ini pasti sudah berusaha untuk bekerja sebaik dan semaksimal mungkin, tapi tetap ada saja kesalahan di mata bos Carissa.
“Sabar saja. Tetap kuat dan terus semangat ya.” Indy menutup botol minumannya yang sudah terisi penuh. “Di keadaan hidup yang seperti sekarang ini kita semua harus giat bekerja.”
“Mau sampai kapan akan seperti ini terus?” tanya Elma dengan menahan kesedihannya. “Apa kita sebagai karyawan biasa tidak bisa melawan seorang bos?”
“Hei, bos Carissa itu adalah anak pemilik supermarket terbesar ini. Cabang supermarket ini juga ada dimana-mana. Para atasan bisa dengan mudah membuka lowongan pekerjaan baru. Kalau ada perlawanan dari para karyawan, pasti nanti kenapa-kenapa.”
“Kenapa gimana sih?” Elma tampak bingung. “Kita sebagai karywan kan hanya ingin memperjuangkan hak sebagai pekerja.”
“Semoga nanti ada keajaiban. Bos Carissa bisa jauh lebih baik dan manusiawi terhadap semua karyawannya.”
Elma tersenyum sinis. “Tapi kapan? Sepertinya hal itu mustahil terjadi.”
Sudah hampir satu tahun, selalu begini-begini saja. Tak ada banyak perubahan. Bekerja setiap hari, tanpa ada libur ataupun cuti. Jam kerja yang panjang, dari sebelum mulai terbit matahari sampai jam sepuluh malam. Tapi jumlah gaji yang didapatkan setiap bulan tidak sebanding dengan rasa lelah dan kerja kerasnya.
Sudah sejak lama Elma tak tahan lagi untuk terus bekerja dengan bos yang seperti Carissa Harnita. Namun di saat bersamaan dia juga tak punya pilihan lain. Di satu sisi dia sangat butuh pekerjaan untuk menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, tapi di sisi lain dirirnya ingin menyerah saja.
“Entahlah.” Indy mengedikkan bahu. “Selalu berharap sambil berdo’a saja. Apa pun bisa terjadi, yang terpenting kita jangan pernah menyerah dalam menghadapi hidup ini. Semangaat. Ayo semangaat bekerja demi keluarga dan masa depan.”
“Hhhhhhmmmm.” Elma mengangguk. Dia jadi teringat alasannya bekerja keras selama ini. Secercah harapan dan semangat kembali muncul dalam dirinya. “Terima kasih ya.”
***
Melanjutkan pekerjaannya setelah istirahat siang. Elma berupaya agar tidak melakukan kesalahan lagi. Dia menata lebih rapi sambil memastikan tanggal kadaluarsa satu per satu produk berbagai makanan di semua rak lantai dua. Kemudian menyapu dan mengepel lantai di ruangan bos Carissa yang berserakan banyak sisa dan bungkus makanan. Melayani beberapa pembeli yang bertanya letak produk yang dibutuhkan.
Elma merasa badannya kian lemah dan semakin tak bertenaga karena tadi belum sempat makan siang dan cukup istirahat. Waktu untuk bolak balik restoran membuat dirinya tak sempat lagi untuk istirahat seperti biasanya. Dia tak berani harus bayar denda atau ada pemotongan gaji lagi jika nanti melakukan kesalahan lagi. Sudah cukup uang dari dompetnya terpaksa dikeluarkan untuk membeli dua porsi steak.
Tak berapa lama saat sedang mengangkut stok barang dari gudang belakang, kepala Elma terasa pusing, dan matanya seperti berkunang-kunang. Namun Elma memaksakan diri untuk tetap bekerja. Dia terus berjalan dengan sempoyongan sambil membawa satu kardus yang berat.
“Kamu kenapa Elma?” tanya pramuniaga bernama Fita yang berjalan di belakangnya. “Kalau capek sebaiknya istirahat dulu.”
Elma menggeleng cepat. Dia tidak mau dianggap bersantai oleh bos Carissa yang suka memberi sanksi berupa denda atau pemotongan gaji. Tapi ketika terus melangkah, kepala Elma terasa nyeri, pandangannya mulai kabur, dan seketika dia jatuh tersungkur di lantai.
Sayup-sayup Elma mendengar banyak suara yang histeris memanggil namanya, tapi dia tak bisa menjawab.
***
Elma membuka mata. Situasi dan keadaan sekitar tampak berbeda dari sebelumnya. Dia melihat sekeliling dengan perasaan aneh.
Menyadari dirinya sedang terbaring di ruangan bos, Elma segera bangkit dan terduduk.
Apa yang telah terjadi?
Kepala Elma masih terasa sedikit pusing. Tapi badannya mulai terasa pulih.
“Sudah cukup tidurnya tuan putri?”
Melihat bos Carissa yang baru datang dengan wajah galak dan tatapan tajam, Elma merasa khawatir. Pasti ada sesuatu terjadi.
“Maaf, saya tadi kenapa bos?” tanya Elma hati-hati.
“Pakai nanya lagi?” jawab bos Carissa ketus “Kamu itu tadi ketiduran di lantai dan merusak satu kardus berisi stok makanan.”
Elma menepuk keningnya.
Astaga. Hari ini harus mengeluarkan uang dan pemotongan gaji berapa banyak lagi?
“Kamu itu sebagai karyawan kapan bisa kerja dengan benar sih? Enak ya seharian ini bisa tiduran dan bersantai di sofa saya yang empuk?”
“Maaf. Maafkan saya bos Carissa.” Elma menjawab dengan wajah tertunduk lesu. “Saya janji akan bekerja lebih baik lagi kedepannya.”
Suara ketukan pintu terdengar. “Permisi. Boleh saya masuk?”
Menggumam kesal, bos Carissa segera membuka pintu ruangannya. “Kenapa lagi?”
Seketika Elma terkejut melihat Andri yang kini menghampirinya sambil membawa nampan yang berisi segelas teh dan sepiring bubur. “Kenapa kamu bisa di sini?”
“Sudah sejak tadi dia bolak balik ke sini. Banyak karyawan lain juga silih berganti menanyakan keadaanmu. Tapi kamu malah tiduuuurr terus. Merepotkan banyak orang saja!”
“Elma tadi bukan ketiduran tapi pingsan!” Andri menjawab dengan tegas sekaligus emosi. Dia meletakkan nampan di atas meja dengan kesal sehingga berbunyi gaduh. “Pasti karena terlalu capek bekerja. Supermarket sebesar ini tempat manusia bekerja atau apa?”
Bos Carissa berkacak pinggang. Dia melipat syal bulu tebalnya ke arah samping kiri. “Lancang kamu bicara seperti itu pada saya ya?”
“Emangnya kenapa?” jawab Andri balik menantang. “Saya tidak takut dengan siapa pun kamu.”
Sepasang mata bos Carissa melotot terkejut. “Apa kamu bilang?”
Melihat keadaan yang tampak semakin kacau, Elma bergegas mendekati Andri lalu berbisik di belakangnya. “Sudahlah. Kita cepat pergi saja dari sini.”
Andri menggeleng. “Tidak! Masalah ini harus diselesaikan sekarang juga!”
“Kamu itu kenapa sih?” bisik Elma dengan wajah cemas. “Jangan memperkeruh suasana.”
Menoleh ke arah Elma yang tampak pucat dan badan yang semakin kurus, Andri menatap kasihan. “Kamu istirahat dan makan dulu saja. Kemudian kita pulang.”
“Pulang? Masih jam 7 malam begini mau pulang? Jam kerjanya masih beberapa jam lagi.” tanya bos Carissa dengan nada tinggi dan suara melengking. “Enak saja mau langsung pulang setelah tidur santai seharian di ruangan saya.”
Sekarang sudah jam 7 malam?
Elma melihat jam di dinding dan terkejut ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Sudah berapa dirinya pingsan?
“Elma bukan tidur santai tapi pingsan karena kelelahan bekerja.” Andri menjawab tegas. “Sebagai bos, anda harus bertanggung jawab.”
Bos Carissa tersenyum sinis lalu terkekeh geli. “Tanggung jawab apa?”
“Ternyata anda jauh lebih menyeramkan,” ucap Andri terheran-heran. “Jam kerja di supermarket ini sudah di luar batas tapi gaji perbulan yang dibayarkan tidak sesuai. Seharusnya ada tambahan gaji untuk lembur dan bonus lainnya juga.”
“Apa? Tambahan gaji dan bonus?” Bos Carissa tersenyum mengejek. “Kamu kira saya orang yang dermawan?”
“Kalau anda tidak mau tanggung jawab, akan saya adukan ke atasan tertinggi atau serikat pekerja,” lanjut Andri memperingatkan.
Wajah bos Carissa berubah aneh. Alis matanya bertaut dan mulutnya monyong. Keadaan menjadi hening. sementara. Tak lama di malah tertawa terbahak-bahak.
Elma dan Andri saling berpandangan penuh tanya.
“Terus kalian pikir, saya akan takut dengan ancaman seperti itu?” Bos Carissa menatap tajam. “Ini kesempatan terakhir buat kamu Elma! Kalau kamu tidak mau lanjut kerja sekarang, besok dan selamanya tidak usah datang lagi ke sini.”
Mendengar perkataan seperti itu, wajah Elma berubah ketakutan. Belum saatnya harus menyerah begitu saja. Dirinya masih memiliki banyak tanggung jawab. “Maaf bos, saya akan lanjut bekerja sesuai jam kerja biasanya.”
Bos Carissa kembali tertawa geli. “Lagipula, kamu dan semua karyawan lain tidak akan bisa bekerja di tempat lain. Ijazah SMA kamu dan semuanya masih saya tahan. Dan kalau ada karyawan yang dipecat atau mengundurkan diri sebelum kontrak kerja habis, tidak akan ada gaji juga pesangon, malah harus membayar denda.”
Senyum bos Carissa semakin terkembang lalu kembali tertawa terbahak-bahak. “Begitu kesepakatannya di atas materai, bukan?”
Andri terdiam. Seakan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Menghela napas panjang, Elma tersenyum getir. Mungkin memang nasib dan jalan hidupnya harus seperti ini dulu sebelum nanti mencapai kesuksesan.
“Tapi biarkan Elma makan dan minum dulu sebentar biar dia cukup tenaga untuk kembali bekerja,” usul Andri yang sebisa mungkin menahan amarahnya. “Kalau Elma sampai pingsan lagi, dia harus segera dibawa ke rumah sakit terdekat.”
Tidak mau merasa kerepotan lagi, bos Carissa mengangguk. “Cepat bawa makananmu yang murahan ini dan pindah makan di pantry, lalu cepat kembali bekerja!”
***
Hari yang begitu melelahkan. Jauh lebih melelahkan daripada biasanya. Setelah mendengar segala macam peringatan dan nasehat Andri sepanjang perjalanan pulang, Elma tak kuasa menahan kantuk saat mengetuk pintu rumahnya.
“Kenapa pulangnya lebih telat?” tanya Ibu saat membukakan pintu. “Wajahmu kenapa kelihatan pucat, Nak?”
Elma tersenyum. “Tidak ada apa-apa, Bu. Hanya capek saja seharian kerja. Adik-adik sudah tidur semua?”
“Ada yang sudah tidur. Tadi Nugi mau menunggumu pulang, tapi sekarang ikut ketiduran juga dengan yang lain.”
“Ini aku bawakan makanan Bu.” Elma memberikan bungkusan steak yang ditolak bos Carissa tadi siang. “Steak daging wagyu. Bisa dipanaskan besok pagi untuk sarapan.”
“Kamu beli daging? Kita saja makan daging setahun sekali, tapi kamu malah buang uang untuk beli daging? Tadi Nugi mau minta uang untuk beli buku pelajaran. Temi juga mau dibelikan tas baru, malu katanya diejek teman sekelas karena tasnya sudah lusuh dan robek.”
“Maaf Bu. Selama 20 tahun Elma hidup, kita sekeluarga masih sangat jarang makan enak. Elma belikan steak hari ini biar Azri, Nugi, dan Temi lebih semangat makannya. Biar mereka bertiga tidak bosan makan tahu tempe dan sayur-sayuran terus. Kalau soal buku pelajaran dan tas sekolah, biar nanti Elma usahakan secepatnya.”
Ibu menatap wajah putri sulungnya dengan penuh kesedihan. Setelah suaminya meninggal, Elma seperti menggantikan posisi sebagai kepala keluarga. Tidak mau melanjutkan kuliah dan ingin langsung bekerja di kota dengan kisaran gaji yang lebih tinggi.
“Maafkan Ibu juga ya Nak. Ibu hanya bisa membantu seadanya dengan berjualan kue.”
Elma tersenyum haru. “Ibu adalah yang terbaik. Terima kasih untuk semua perjuangan dan pengorbanannya selama ini”
***
Di kamarnya yang sempit, Elma tak bisa tidur. Dia terus memikirkan nasib dan masa depannya. Apa yang dikatakan dan nasehat Andri sepanjang perjalanan pulang tadi, banyak benarnya juga. Sikap dan perlakukan bos Carissa hari ini memang keterlaluan. Kalau dibiarkan terus-terusan terjadi, bisa semakin buruk nantinya.
Elma iseng membuka ponselnya. Masih ada promo kuota yang tersisa. Dia login ke akun twitternya lalu mencurahkan segala keluh kesah, kegundahan dan kekesalannya selama bekerja di supermarket dengan bos Carissa sebagai atasan yang paling menyebalkan di dunia.
Tak lama menulis thread twitter panjang lebar dengan segala emosi dan amarah yang tertahan selama ini. Elma tertidur lelap.
***
Pukul setengah empat pagi, alarm ponsel Elma berbunyi seperti biasa. Tapi ketika ingin mematikan bunyi alarm di ponselnya. Elma terkejut saat melihat begitu banyak notifikasi di akun twitternya.
Tumben sekali?
Ratusan retweet, ribuan likes, dan sekian banyak reply yang memberinya semangat dan berbagai kata motivasi. Namun juga mengecam bos Carissa sekaligus supermarkert tempatnya bekerja.
Banyak pelanggan yang terkejut dan ada juga beberapa netizen yang memberikan bukti foto sikap bos Carissa yang menyebalkan. Banyak yang mengecam tidak mau belanja di supermarket lagi kalau tidak ada perubahan.
Elma benar-benar tak menyangka kalau thread twitter yang ditulisnya semalam yang hanya iseng untuk menyalukan semua kegundahan dan kekesalan seketika jadi perhatian banyak netizen juga.
Tak lama lagi, nasib dan jalan hidup bos Carissa tidak akan sama lagi. Elma tersenyum penuh kebanggan.
Benar saja. Selama bekerja hari ini Elma tak lagi melihat bos Carissa. Di sosial media semakin tambah ramai, bahkan di-repost juga di Instagram dan tik tok. Semakin banyak kecaman dan komentar menjelekkan supermarket.
Banyak pelanggan datang hanya untuk protes, dan ingin pindah belanja ke supermarket kompetitor saja. Ada beberapa jurnalis dari berbagai media yang interview karyawan. Ada tiktoker yang buat konten bagi-bagi hadiah kepada semua karyawan karena katanya ikut prihatin.
Kabar dan rumor yang beredar tentang supermarket semakin simpang siur. Tapi masih belum ada konformasi resmi dan kepastian apa pun tentang thread twitter yang menjadi perbincangan sosial media.
Beberapa hari kemudian, Bapak Sofyan pemilik supermarket dan juga bapak kandung bos Carissa tiba-tiba memberi klarifikasi dan permintaan maaf kepada semua karyawan supermarket di semua cabang melalui konferensi pers di televisi.
Berjanji akan ada perubahan yang jauh lebih baik lagi untuk memanusiakan semua karyawan, memberikan kompensasi kerugian kepada semua karyawan dan juga memberikan pengumuman bahwa Carissa Harnita tidak lagi sebagai atasan di supermarket cabang manapun.
Semua karyawan kompak bersorak kegirangan. Ada yang bertepuk tangan heboh, bersiul, menari-nari, melompat-lompat dan bahkan salto.
Elma tersenyum bahagia bercampur lega. Semoga setelah ini hidup dan masa depannya bisa lebih cerah. Jam kerja yang normal dan gaji tambahan untuk yang lembur.
Tapi di saat bersamaan, Elma juga masih penasaran. Bos Carissa itu ada di mana dan bagaimana keadaannya sekarang setelah dihujat sekian banyak netizen di sosial media?
Ah, untuk apa juga dipikirkan hal tidak penting seperti itu? Elma jadi menertawakan dirinya sendiri.
Mempunyai orang tua kaya raya dan punya banyak cabang usaha di mana-mana, pasti nasib dan masa depan bos Carissa sudah terjamin. Mau gimanapun dia dihujat netizen, tidak disukai banyak orang, itu pasti hanya sementara. Tapi dia dan keluarganya kemungkinan besar masih dan akan selalu kaya raya.