Masukan nama pengguna
“Sangat menyenangkan tanpamu,Nadia!” kata Khira enteng sembari memamerkan senyum khasnya ke arah Nadia.
Nadia hanya terdiam sementara tatapan teman sekelasnya termasuk Khaira tertuju ke arahnya. Mereka baru saja melihat foto kegiatan lomba drum band serta foto saat berhasil meraih juara pertama, sayangnya Nadia sebagai salah satu peserta lomba itu tidak ada dalam foto tersebut, kata-kata Khira berhasil menusuk hati Nadia namun anak itu tersenyum gerit menatap mereka semua.
“Jika itu yang kau katakan baiklah, aku ucapkan selamat atas kemenangan kalian!” sahut Nadia yang kemudian pergi. beruntung saat ini sudah jam pulang sekolah sehingga Nadia tidak perlu berlama-lama disana.
****
Tiga hari setelah kejadian itu Khira dan teman-temannya masih membahas pengalaman saat latihan drum band serta mengungkit kesalahan yang Nadia lakukan mengabaikan perasaan Nadia yang tidak sengaja mendengarnya, anak itu menarik napas dalam-dalam lalu pergi ke kantin untuk beli makanan sekaligus menghindari ejekan dari Khira. Akan tetapi keesokan hari serta seterusnya ejekan itu terus bergema dan menyebar ke seluruh kelas membuat beberapa siswa dari kelas lain menghampiri Nadia dan bertanya bak repoter serta terkesan menyuruh Nadia untuk mengakui kesalahannya. Ejekan itu mulai berubah menjadi fitnah membuat Nadia yang mendengarnya kesal sekaligus sakit hati tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
“Apa yang harus aku lakukan untuk menembus kesalahanku!” batin Nadia sendu.
Bel pulang berbunyi setelah guru keluar kelas Nadia beranjak dari kursinya dan keluar dengan langkah cepat, dalam kondisi mood buruk anak itu pergi mengambil rute lain yang berbeda dari rute biasanya. Tidak peduli sudah jalan jauh Nadia belok ke kiri di sambut pemandangan ruko yang memamerkan barang dagangan serta toko buku juga toko tanaman yang tidak mau kalah oleh pedagang lain, semakin jauh Nadia melangkah dan akhirnya berhenti saat matanya tertuju pada bangunan besar dan tinggi di kelilingi halaman yang luas. Jangan lupa tulisan besar seolah memberi tahu nama bangunan ini kepada Nadia.
“Besar sekali studio ini!” gumam Nadia takjub,”Boleh masuk nggak ya.” Rasa penasaran tapi ragu untuk coba masuk membuat Nadia tampak diam ditempat. Di tengah kebimbangannya ia tersadar saat dua pria dewasa melewati Nadia sambil membawa tas sedang serta tabung silinder berwarna putih sementara pria satunya membawa tabung silinder berwarna hitam. Terlintas tanda tanya tanpa pikir panjang mengikuti dua orang itu masuk ke dalam studio, sayangnya mereka segera menyadari keberadaan Nadia lalu berbalik ke belakang membuat Nadia terkejut.
“Apa perlu apa sampai kau mengikuti kami?” tanya pria itu dingin, yang membawa tabung berwarna putih. Matanya tajam menatap Nadia, berbeda dengan pria di sebelahnya yang menatap ramah tapi penasaran.
Terlanjur kepergok Nadia dengan takut malah balik bertanya,”Kak apa itu?” Nadia nunjuk ke arah tabung yang di belakang punggung pria dingin itu. Mengikuti arah jari Nadia pria itu tapi malah lempar pertanyaan,”Kau mengikuti kami hanya menanyakan itu?” nadanya terdengar dingin, kontras dengan matanya yang tajam. Berbeda reaksi dengan pria satunya yang dengan ramah menjawab,” Ini tabung untuk menyimpan anak panah? Apa kau ingin lihat kami latihan panahan?”
“Oh iya, namaku Khalid. Dan dia namanya Reyhan.” ucap Kak Khalid memperkenalkan diri sembari nunjuk ke arah Kak Reyhan.
Dengan polos Nadia mengangguk lalu mengikuti Kak Khalid dan Kak Reyhan masuk ke dalam, di sana Nadia disambut pemandangan lapangan studio yang besar dan luas. Ia tidak mengira dapat melihat suasana di dalam studio secara langsung terlebih matanya tertuju pada lapangan sepak bola, di sana ia melihat beberapa orang sudah hadir dan tengah latihan panahan. Setibanya di pinggir lapangan ia melihat diantara orang-orang itu terdapat beberapa anak-anak sebaya dengannya sedang ikut latihan memakai busur yang berbeda membuat Nadia merasa tertarik tapi tidak berniat untuk bertanya dan memilih memerhatikan. Kak Khalid dan Kak Reyhan jadi tatapan pertama Nadia melihat dua orang itu segera melakukan pemanasan sebelum akhirnya pergi ke tengah lapangan lalu berdiri jauh dari papan target, anak itu terpaku melihat saat menarik tali busur lalu melepasnya tapi tidak lama perhatiannya teralihkan saat mendengar suara yang menyapanya. Seorang anak perempuan memaki kerudung berwarna merah menghampirinya dan bertanya.” Kamu anak baru ya?”
Dengan gerakan patah-patah Nadia mengangguk.
“Mau latihan bareng nggak!” ajaknya.”Namaku Dina.”
“Namaku Nadia, apa boleh? Aku belum daftar di kegiatan ini.”
Bukannya menjawab Dina malah menarik pergelangan tangan Nadia lalu membawanya ke tengah lapangan bersama anak-anak lainnya lalu memberikan Nadia busur serta tiga anak panah. Dengan riang serta bersemangat Dina mengajarkan Nadia cara menembak anak panah ke papan target yang ada di depan sana dengan jarak 10 meter, semula Nadia tampak kesulitan bahkan membuat anak panah yang ia tembak tidak kena sasaran namun entah kenapa sensasi aneh tapi melegakan datang di hatinya. Tidak sampai tiga puluh menit Nadia mengakhiri latihannya saat merasakan sakit di dua jarinya akibat tali busur, di tepi lapangan di temani Dina ia menonton orang-orang itu sambil beristirahat.
“Besok kau ke sini lagi nggak?” tanya Dina setelah diam beberapa saat.
Nadia menoleh ke arahnya lalu kembali memandang ke depan dan menjawab,”Kalau mereka mengizinkan mungkin aku ingin coba nembak anak panah?”
“Aku bisa membantumu, lagipula kau teman pertamaku di sini!” kata Dina membuat Nadia kembali noleh ke arahnya, “Teman.” ulang Nadia. Dina mengangguk, dan setelah itu pamit pulang. Nadia hanya diam memandang kepergian Dina tapi tidak lama berpaling saat merasakan dingin yang menyentuh pipinya. Kak Khalid rupanya, dia menyodorkan sebotol air dingin kepada Nadia. Dengan ragu anak itu menerima botol tersebut
“Habis kenalan sama Dina ya?” tanyanya sembari duduk di sebelah Nadia.”Di sini maupun di sekolahnya dia tidak punya teman, sepertinya kau mulai tertarik dengan panahan!” kata Kak Khalid.
“Kakak jangan sok tahu, aku ke sini Cuma penasaran. Lagi pula kalau ada lomba panahan pasti aku akan melakukan kesalahan lagi sampai-sampai di keluarkan dari drum band!” balas Nadia tanpa sadar cerita, tapi akhirnya Nadia sadar juga.
“Melakukan kesalahan itu wajar, Nadia. Manusia tidak akan pernah belajar jika tidak melakukan kesalahan, kau hanya perlu belajar dan mengambil hikmah disana!” ucap Kak Khalid bijak.
Nadia terdiam seolah mencernah perkataan Kak Khalid barusan dan kemudian teringat sesuatu,” Kak, Nadia pamit pulang. Takut Ayah dan Ibu nyariin!” ucap Nadia seraya berdiri setelah itu pergi.