Masukan nama pengguna
Di depan Balai Desa Soldereo, orang-orang Pegunungan Bruistagi
berbaur dengan orang-orang Ngarai Salsaldora yang telah mengenal
televisi sejak listrik masuk desa setahun silam.
SELAGI matahari baru saja lahir dari rahim malam, orang-orang Pegunungan Bruistagi telah meninggalkan rumah. Dengan kaki telanjang, mereka meniti jalanan berbatu yang kiri-kanannya jurang menganga. Menuju TPS di Balai Desa Soldereo yang ditempuh selama hampir dua jam tanpa menghentikan langkah. Sepanjang perjalanan yang terbersit di benak mereka, selain hendak memilih capres dengan ujung paku paling hati.
Di depan Balai Desa Soldereo, orang-orang Pegunungan Bruistagi berbaur dengan orang-orang Ngarai Salsaldora yang telah mengenal televisi sejak listrik masuk desa setahun silam. Mimik orang-orang Bruistagi hanya terbengong-bengong seperti si udik di kota, ketika mendengar orang-orang Salsaldora memperbincangkan capres Sando More yang dituding oleh ketua timses capres Mondra Daido sebagai mantan anggota partai politik terlarang di jaman orba.
Mendengar perbincangan orang-orang Salsaldora, orang-orang Bruistagi yang menjagokan calon pemimpin pengabdi rakyat – Sando More – mulai goyah. Mengingat antek-antek partai politik terlarang di jaman orba telah meluluhlantakkan leluhur-leluhur Bruistagi yang dikenal sebagai anggota militan dari partai tertentu. Betapa kebiadaban mereka melampaui kebiadaban serdadu Israel pada penduduk sipil Palestina.
“Jangan goyah!” Tetua Pitre De Cora mengingatkan pada orang-orang Bruistagi dengan perkataan setengah berbisik. “Orang-orang Salsaldora tengah berusaha mempengaruhi kita agar tidak memilih Sando More. Ketahuilah! Kubu Mondra Daido suka menebar fitnah. Istilah kerennya, black campaign. Sesungguhnya merekalah sendiri para pencuri yang suka teriak ‘pencuri’ pada kubu lain. Percayalah kepadaku!”
“Sungguhkah, Tetua?” tanya Li Corte, perempuan limapuluhan tahun yang sangat mendambakan Sando More sebagai presiden. Calon pemimpin berjiwa rakyat yang pernah menyambanginya untuk membicarakan hasil ladang dan cara memasarkannya. “Kalau benar perkataan Tetua, Sando More tentunya bukan anggota partai terlarang di jaman orba?”
Belum sempat mendengar jawaban dari Tetua Pitre De Cora, nama Li Corte dipanggil oleh petugas TPS. Sesudah mendapatkan lipatan kertas bergambar dua pasang Capres-Cawapres, Li Corte memasuki bilik. Dengan ujung paku, Li Corte mencoblos gambar Sando More tepat di keningnya. Tak lama kemudian, Li Corte keluar dari dalam area TPS dengan wajah sebinar matahari yang memancarkan sinarnya di langit lepas.
***
Tanpa menunggu orang-orang Bruistagi yang masih mengantri di ruang tunggu TPS untuk memberikan suara; Li Corte dan Me Rossy tetangganya yang selesai mencoblos itu pulang beriringan. Sepanjang perjalanan, keduanya menggantang harapan agar Sando More terpilih sebagai presiden. Menggantikan San Poeleo. Presiden lama yang namanya mulai dilupakan oleh sebagian besar rakyat negeri Seribu Gunung.
“Semoga, Sando More terpilih sebagai presiden!” Li Corte membuka pembicaraan pada Me Rossy ketika hampir sampai di rumah mereka. “Dengan terpilihnya Sando More, aku percaya Negeri Seribu Gunung akan terbebas dari tikus-tikus yang menggerogoti uang negara.”
“Tapi….” Me Rossy menghela napas untuk melonggarkan dadanya yang terasa tersumbat sebongkah batu. “Kenapa aku tiba-tiba merasa pesimis. Aku dengar, kalau fitnah yang digencarkan terus-menerus dari kubu Mondra Daido pada Sando More sudah dianggap kebenaran oleh banyak orang. Tidak hanya oleh seluruh warga Desa Soldereo, namun juga oleh sebagian besar orang yang masih menghirup udara Negeri Seribu Gunung.”
“Kau percaya pada Tuhan, Rossy?”
Me Rossy mengangguk.
“Bagus! Itu tandanya Sando More yang kita kenal tak pernah mengkhalalkan segala cara untuk meraih kemenangan, mudah-mudahan kelak yang menjadi pemenangnya.”
Me Rossy sedikit terhibur dengan perkataan Li Corte. Karena dengan kemenangan Sando More, kehidupan orang-orang Negeri Seribu Gunung diyakininya akan menjadi lebih makmur dan sejahtera. Namun ketika menyaksikan gelagat langit yang pasi meski matahari tak berselubung awan, hati Me Rossy mendadak berdebar-debar.
***
Matahari tergelincir di langit barat. Kecuali Tetua Pitre De Cora, orang-orang Pegunungan Bruistagi telah pulang ke rumah sesudah berpesta demokrasi di Balai Desa Soldereo. Seusai memasak buat makam malam, orang-orang berkumpul di tanah lapang yang di tengah-tengahnya berdiri sebuah tugu kemenangan. Di antara mereka, tampak pula Li Corte dan Me Rossy.
Selagi orang-orang Bruistagi menunggu harap-harap cemas atas kabar kemenangan Sando More, Pitre De Cora muncul dari balik rerimbun semak-semak. Dengan wajah kusam, Pitre De Cora mengabarkan pada mereka, kalau quick count yang dirilis pada stasiun-stasiun televisi, enam lembaga survei memenangkan Sando More dan enam lainnya memenangkan Mondra Daido. Mereka pun mendengar dari Pitre De Cora, kalau kedua capres telah mengklaim kemenangannya di hadapan koalisi pendukung dan relawannya.
Bagai api tersiram air; semangat Li Corte, Me Rossy, dan orang-orang Bruistagi untuk mencurahkan kegembiraan atas kemenangan Sando More sebagaimana yang mereka harapkan itu sontak padam. Dengan gerakan lamban, mereka yang dibingungkan dengan lembaga-lembaga survei itu duduk mengelilingi tugu kemenangan dengan wajah tertunduk. Suasana sesenyap kuburan tua yang sekian lama tak terjamah kaki-kaki peziarah!
Suasana senyap mendadak pecah. Ketika orang-orang Bruistagi menyaksikan serempak atas dua matahari di langit sore yang saling memamerkan ketajaman sinarnya. Mereka serasa terlempar ke negeri mimpi, ketika kedua matahari itu bertikai hingga menyatu ke dalam bentuk bola zin-yang. Perhelatan hitam-putih dalam lingkaran perkawinan kosmik.
TENTANG PENULIS
SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastranya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Adiluhung, Trapsila, Bakti, Praba, Gong, Artista, Mata Jendela, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Swaratama, Karas, dll.
Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021), naskah lakon terjemahan Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021); Sejuta Puisi untuk Jakarta (2022), dan Kembang Glepang 3 (2023).
Novel, fiksi sejarah, cerita rakyat, cerita wayang: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Serial Crita Rakyat Dahuru ing Praja Wilwatikta (Majalah Djaka Lodang, 2022); Serial Crita Rakyat Pletheke Surya Wilwatikta (Majalah Jayabaya, 2022-2023); dan Serial Crita Rakyat Sigare Bumi Wilwatikta (Majalah Penyebar Semangat, 2023); dan Serial Crita Wayang Kresna Duta (Majalah Jayabaya, 2024).
Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger PeChinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); Babad Diponegoro: Kisah Sejarah, Silsilah & Pemikiran Sufistik Pangeran Diponegoro (Araska, 2023), Etika Jawa: Prinsip Hidup dan Pedoman Hidup Orang Jawa (Araska, 2023), dan Falsafah Kepemimpinan Jawa: Menyelami Kearifan dan Filosofi Kepemimpinan dalam Budaya Jawa (Araska, 2024).
Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017).
Prestasi yang diraih dalam dunia kepenulisan: Nominasi Lomba Cipta Puisi Esai tingkat nasional (2014), Juara II Lomba Cipta Cerpen Sanggar Sastra Bukit Bintang Yogyakarta (2018), Nominasi Lomba Cipta Puisi Nasinal “Sejuta Puisi untuk Jakarta” (2022), dan Juara III Lomba Cipta Puisi Multimedia “Keris,” Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2023).
Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), dan Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021).
Selain menulis buku, sering menjadi juri lomba baca dan cipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam pelatihan cipta karya sastra untuk siswa dan guru. Sekarang mengelola Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya dan Sanggar Lierasi Laras Aksara (Selaksa) Yogyakarta. Yogyakarta. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. WA: 0856-0007-1262.