Masukan nama pengguna
AKU memanggilnya Jonggrang. Nama itu sangat pantas bagi dirinya yang wajahnya mengingatkanku pada perempuan batu kutukan Bandung. Lantaran kata-kata yang tumpah dari mulutnya menyerupai anggur beralkohol. Manis di awal. Menyesakkan dada di akhir cerita. Hingga banyak lelaki yang mendambakan cinta Jonggrang tersayat hatinya. Teramat pedih. Melampaui disayat ribuan silet.
Banyak sudah lelaki yang menjadi pacar Jonggrang. Tak hanya Radi, Kartiko, Yok, dan Nunung. Aku pun sempat dipacarinya. Sebagaimana yang lain, aku pun ditinggal pergi. Alasannya sama. Jonggrang yang tubuh dan hatinya telah membatu itu tak pernah mencapai puncak langit asmara seusai berhelat di ranjang bunga.
Tak seorang pun tahu rencana Tuhan. Tujuh bulan berpisah, aku bertemu dengan Jonggrang. Rumah kontrakanku di belakang rumah kontrakan Jonggrang yang dahulu diaku sebagai pemberian ayahnya. Pensiunan pegawai tambang dari pulau seberang. Tak tersirat rasa dosa di wajah Jonggrang, ketika perempuan itu berpapasan denganku di warung rokok sebelah rumah.
Ambang sore, Jonggrang ke rumahku. Bukan menemuiku. Namun Bin. Gadis belia yang aku sunting sebulan lalu. Dari ruang kerja, aku menangkap maksud Jonggrang. Perempuan itu berhasrat memungut seekor dari lima anak anjingku yang kemarin sore lahir dari rahim induknya. Bin yang muak dengan anjing-anjing itu memberikan seekor kepadanya. Meski jengkel, aku merelakan anjing itu untuk dimilikinya. Perempuan yang paling aku benci. Melampaui kebencianku pada ular.
Sepulang Jonggrang, Bin memasuki ruang kerjaku. Duduk lengket di sampingku yang masih sibuk dengan komputer. Menyelesaikan resensi Buku Pintar Wanita dalam Menaklukkan Lelaki yang diberikan Puguh Winarsa. “Maaf ya, Sayang! Aku telah melepaskan Bungsu pada Jonggrang. Aku sangat cemburu. Perhatianmu padanya melampaui perhatianmu padaku.”
Aku diam. Kejengkelanku pada Bin masih mengalir bersama darah dan napas. Namun ketika Bin yang tahu di mana titik kelemahanku itu mengecup pipi, aku sontak men-save data. Mematikan komputer. Membawa Bin ke kamar. Bukan bercinta. Sekadar mengusap-usap bibir Bin. Merekah bak mawar pink yang melenakan dahaga jiwa kekupuku. “Aku sayang padamu, Bin?”
“Selalu?”
“Selalu. Kamu?”
“Tidak.”
“Ada lelaki lain di hatimu?”
“Ada anjing di rumah kita.”
Aku lepaskan jari-jemariku yang melekat di bibir Bin. Menghisap napas dalam. Menghembuskannya. “Demi cinta, keluarkan semua anjing dari rumah ini. Agar cintaku padamu tidak terbagi.”
“Sungguh?”
Aku menganguk.
Bin bangkit dari ranjang. Meninggalkan kamar sesudah menghujani kecupan di pipi. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Bin. Satu yang aku tahu. Keesokan harinya, aku tak melihat lagi anjing-anjing itu di rumahku. Anjing-anjing yang setia menemaniku. Sewaktu Bin bekerja sebagai guru TK. Pengajar anak-anak manusia yang lebih sulit dididik ketimbang anak-anak anjing.
***
Waktu melaju tanpa kompromi. Enam bulan tak melihat anjing-anjing di rumahku, aku merasa kehilangan sesuatu paling berharga di dalam hidupku. Hingga hasratku untuk melihat anjing yang dipungut Jonggrang tak dapat tertahankan. Manakala Bin yang perutnya telah membusung lantaran hamil itu bekerja, aku meluangkan waktu untuk menengok Bungsu. Anjing yang tak pernah melihat matahari. Karena Jonggrang selalu mengurungnya di dalam kamarnya.
Setiba di rumah Jonggrang, aku ketuk pintu kayu yang tertutup rapat. Ketika pintu terbuka. Darah kelakianku sontak bergolak. Jonggrang yang hanya melilitkan handuk buat melindungi titik-titik kerahasiannya teramat menggairahkan. Terlebih saat mencium harum rambutnya yang basah bergerai sehabis dikeramas. Jantungku pun berdegup kencang, saat menyaksikan kuning langsat tubuhnya.
“Apa maksudmu datang ke rumahku, Mad? Kisah cinta kita telah berakhir. Tak perlu diawali lagi. Setialah pada Bin. Dia perempuan samudera yang menyimpan mutiara di relung jiwanya. Aku bahagia, kamu hidup bersamanya.”
“Aku ingin melihat Bungsu.”
“Melihat Bungsu hanya mengingatkanmu pada kisah cinta kita. Aku tak rela kamu berpaling dari Bin. Perempuan yang selalu mengingatkan aku pada Pril. Anak gadisku yang dipekosa ayah kandungnya sendiri hingga hamil. Biar aku sendiri yang selalu melihat Bungsu. Dengan begitu, aku bisa mengenangmu. Lelaki berhati emas yang pernah mencintai perempuan berjiwa lacur seperti diriku. Pulanglah, Mad! Bekerjalah dengan baik. Bukankah sebentar lagi, anakmu akan lahir!”
Melangkah gontai, aku meninggalkan Jonggrang. Di rumah, aku tak bergairah bekerja di depan komputer. Hasratku melihat Bungsu semakin berkecamuk di dada. Rasa kangenku pada anjing itu sontak pudar. Manakal Bin yang pulang dari bekerja meluncurkan kecupan nakal ke pipiku. Merengek-rengek seperti anak kecil. Memintaku untuk megusap perutnya.
***
Tengah malam, Bin tertidur pulas. Perlahan-lahan aku lepaskan tangannya yang mendekap dadaku. Bersijingkat, aku tinggalkan rumah. Menuju jendela kamar Jonggrang. Di mana Bungsu dikurung. Sangat berhati-hati, aku mengintip kamar itu lewat celah jendela yang rapuh kayunya. Seperti terlempar ke negeri aneh, aku menyaksikan Jonggrang yang berwujud patung batu itu tengah bercinta dengan Bungsu. Bulu kudukku bergidik. Cepat aku tinggalkan tempat terkutuk itu dengan langkah bergetar dahsyat.
“Dari mana, Mad?”
“Buang Hajat, Bin.”
“Bukankah kamu dari rumah Jonggrang?”
“Tidak.”
“Jangan berbohong! Tak baik buat si kecil yang masih bertapa di dalam goa rahim. Apakah kamu ingin anak kita mengalami kesulitan untuk lahir ketika waktunya tiba?”
“Tidak!”
“Maka, jangan berbohong!”
“Ya. Aku dari rumah Jonggrang.”
“Kamu masih mencintainya?”
“Aku tidak pernah mencintainya?”
“Kamu mencoba membohongiku yang kedua kali. Jonggrang pernah memberitahukan hubungan cintamu dengannya kepadaku. Bukankah kalian pernah saling mencintai?”
“Aku memang pernah mencintainya. Tapi, aku ke rumah Jonggrang hanya untuk melihat Bungsu. Aku sangat merindukannya.”
“Aku tahu, Mad. Karena kamu memang anjing yang pernah menjadi budak birahi perempuan batu itu.”
“Mengapa kamu mengetahui semuanya?”
“Karena aku anak Jonggrang. Aprilia Binastia. Apakah kamu melupakan nama lengkapku itu, Mad?”
“Jadi?”
“Ya. Akulah bocah malang yang diperkosa bapak kandungnya sendiri. Sesudah Jonggrang ibuku minggat dari rumah. Tidur dari lelaki satu ke lelaki lainnya. Di tengah kecamuk persoalan di benakku, aku tega membunuh orok di dalam rahim. Kisah pun berakhir. Sepulang dari rumah dukun yang membantu tindak kejahatanku, aku menemukan tubuh ayahku tersungkur di dapur dekat WC. Pisau menancap di dadanya yang berlumuran darah.”
Tak sepatah kata meluncur dari mulutku. Tak tahu apa yang akan aku lakukan. Aku seperti orang tolol yang tak mampu memberikan tongkat atau tuntunan kepada si buta. Hanya merasakan desir kepedihan Bin yang menjalar di seluruh tubuh. Hingga seluruh syarafku bergetar dahsyat. Bin yang merebahkan kepalanya di pangkuanku itu meratapi masa silamnya dengan airmata. Sederas hujan yang tumpah dari langit.
TENTANG PENULIS
SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastrannya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Bakti, Gong, Artista, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Mata Jendela, Trapsila, Karas, Swaratama, dll.
Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); dan Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021).
Novel dan fiksi sejarahnya: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021).
Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger Pecinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); dan Babad Dipanegara (Araska, 2020).
Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017).
Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021).
Selain menulis naskah buku dan karya sastra, sering menjadi juri lomba membaca dan mencipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam penciptaan karya sastra untuk siswa dan guru bahasa Indonesia. Sekarang menekuni sebagai youtuber dengan channel: Pawarta Jawa TV, Sanggar Sastra Sapusada, lan JCTV Top News. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta.