Masukan nama pengguna
Waktu terus mengalir. Sebagaimana cinta Din yang sekarang telah
menjadi istriku. Perempuan yang bakal membangunkanku setiap pagi untuk
menikmati secangkir kopi, sebatang rokok, dan sehidang sarapan di meja makan.
Ia pula yang setiap malam dingin akan membangkitkan gunung
es sesudah mengharumkan tubuh dan jiwanya di ranjang
bersprei bergambar mawar merah hati.
TIDAK pernah terbayangkan kalau perempuan yang menanam pohon mawar di jambangan di sudut teras rumah adalah istriku sekarang. Din. Nama manis dari Fajar Widardini. Perempuan belia yang pernah habis-habisan menampik kata ‘cinta’ dari mulutku. Di pantai laut selatan yang berpasir putih keperakan.
“Aku tak mencintaimu! Kembalilah pada Estu yang selalu mempersiapkan air panas sebelum kau mandi saat musim dingin. Menemanimu saat kau menulis puisi.” Demikian pinta Din yang justru memperbesar cintaku padanya. Sebesar cintaku pada pohon mawar itu.
Setiap pagi. Sebelum aku disibukkan dengan laptopku untuk menuangkan inspirasi puitik yang liar menggasing di kepala, pohon mawar itu tidak pernah lepas dari perawatanku. Aku sirami. Aku pangkas daun-daunnya yang meranggas. Hingga mawar merah hati itu kuntum. Bermekaran di tangkai-tangkainya. Luar biasa! Bunga-bunga itu lebih indah dari puisiku. Hingga mengundang anak-anak dan gadis-gadis tetanggaku ingin memetiknya. Buat disuntingkan di telinga mereka.
Tidak ketinggalan Tante Elsa. Janda kembang itu datang ke rumahku. Mengemis si merah hati. Ia serupa kucing yang mengobral iba. “Tante akan menuruti kehendakmu. Asal, kau mau memetikkan setangkai mawar buatku.”
“Mawar itu bukan milikku, Tante.”
Tante Elsa tidak memperdulikan kata-kataku. Ia nekad! Mengalihkan duduknya ke kursi sebelahku. Brengsek! Ia memperlakukanku sebagai bintang film biru yang mudah mabuk berahi. Matanya benar-benar sudah buta! Ia tidak melihat aku lagi yang sungguh masih waras membaca ayat-ayat suci. Bintang yang memberikan jalan pulang menuju pelabuhan-Nya.
Menjelang senja. Tante Elsa, aku usir dari rumahku. Aku semustinya tidak tega saat ia menitikkan air mata. Tapi aku terpaksa melakukan itu, menakala mulutnya terus menerocoskan umpatan padaku sebagai lelaki banci yang bersembunyi di balik jubah orang kudus. Mandul. “Terkutuklah kamu, generasi ular yang menelantarkan Adam di bumi manusia dari kebun Eden beribu tahun silam!”
***
Matahari terbangun dari ranjang malam. Salam paginya terkirimkan lewat celah jendela yang kemudian aku buka lebar-lebar. Di kebun belakang, burung-burung mengingatkan kegiatan rutinku. “Sudahkah kau siram pohon mawar merah hati itu?” Sontak aku tinggalkan puisi di ruang kerja kepenyairanku yang belum usai ditulis. Menuju sumur. Menimba setengah ember air untuk disiramkan pada pohon itu.
Di teras rumah. Mata telanjangku menangkap sesosok tubuh Din. Perempuan belia yang mengenakan jeans hitam dan t-shirt putih tidak bergambar. Ia berdiri anggun dengan rambut yang dibiarkan bergerai di dada sebelah kanan. Hingga lehernya sebelah kiri yang putih besusu itu spontan mengingatkanku saat pertama kali jatuh cinta padanya. “Untuk apa kau datang padaku?”
“Mengambil milikku.”
“Ambillah pohon mawar itu!”
“Aku harus bayar berapa untuk jambanganmu? Beaya perawatannya?”
“Aku tak butuh uang.”
“Apa yang layak aku berikan padamu?”
“Turuti saja perintahku!”
“Apa yang harus aku lakukan?”
“Bawa saja barangmu itu! Lalu, enyah dari mukaku! Aku tak mau terluka lagi dengan masa silam. Aku sudah perkasa meniti jalan masa depanku sendiri.”
“Dan, akut tak akan mengambil pohon mawar titipanku itu. Apalagi enyah dari hadapanmu.”
“Apa maksudmu?”
“Aku ingin menjadi kawan setia perjalananmu.”
“Bagaimana dengan Rein?”
“Bajingan itu hanya mencintai uangku. Terbukti, ketika kiriman ibuku seret karena usahanya sedang pailit, ia membuangku senasib sampah di sembarang tempat.”
“Di mana sekarang lelaki itu?”
“Ke kandang piaraan Tante Elsa.”
“Lantaran itu, kau berpaling padaku?”
“Tidak.”
“Lantas?”
“Karena, cintamu padaku. Bukankah sebagian waktu kepenyairanmu telah kau sisihkan untuk pohon mawarku?” Din menatapku dengan pandangan mata safir. “Apakah kau sungguh…?”
“Hentikan pertanyaanmu!”
“Mengapa?”
“Bukankah cinta sudah merekahkan si merah hati?”
“Jadi….?”
Mulutku tidak bicara. Tapi kedua tanganku perlahan-lahan mendekap tubuh Din. Aneh! Aku tiba-tiba merasa sebagai bayi di gendongan ibu. Hangat di naungan sepasang teteknya yang ranum. Benar kata guruku. Bahwa cinta hanya mampu dirasakan dengan hati paling dalam. Tidak bisa diuraikan dengan kata-kata. Bahkan lebih rumit untuk dituliskan dengan sederet huruf dalam puisi.
***
Waktu terus mengalir. Sebagaimana cinta Din yang sekarang telah menjadi istriku. Perempuan yang bakal membangunkanku setiap pagi untuk menikmati secangkir kopi, sebatang rokok, dan sehidang sarapan di meja makan. Ia pula yang setiap malam dingin akan membangkitkan gunung es sesudah mengharumkan tubuh dan jiwanya di ranjang bersprei bergambar mawar merah hati.
“Apakah kau akan setia sebagai duri-duri pelindungku?” tanya Din.
“Selalu.”
“Sampai kapan?”
“Sampai kita sebagai sepasang musyafir yang berkuda sembrani menuju batas cakrawala.”
Sontak paras Din menyerupai purnama di mahkota cemara di puncak bukit. Memagut erat tubuhku. Bersama terbaginya sari cinta yang dituang Tuhan di dalam jiwa sepasang manusia. Menjelang subuh yang menjanjikan kehadiran tamu istimewa. Penyempurna akhir sepenggal puisi.
TENTANG PENULIS
SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastranya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Adiluhung, Trapsila, Bakti, Praba, Gong, Artista, Mata Jendela, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Swaratama, Karas, dll.
Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021), naskah lakon terjemahan Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021); Sejuta Puisi untuk Jakarta (2022), dan Kembang Glepang 3 (2023).
Novel, fiksi sejarah, cerita rakyat, cerita wayang: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Serial Crita Rakyat Dahuru ing Praja Wilwatikta (Majalah Djaka Lodang, 2022); Serial Crita Rakyat Pletheke Surya Wilwatikta (Majalah Jayabaya, 2022-2023); dan Serial Crita Rakyat Sigare Bumi Wilwatikta (Majalah Penyebar Semangat, 2023); dan Serial Crita Wayang Kresna Duta (Majalah Jayabaya, 2024).
Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger PeChinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); Babad Diponegoro: Kisah Sejarah, Silsilah & Pemikiran Sufistik Pangeran Diponegoro (Araska, 2023), Etika Jawa: Prinsip Hidup dan Pedoman Hidup Orang Jawa (Araska, 2023), dan Falsafah Kepemimpinan Jawa: Menyelami Kearifan dan Filosofi Kepemimpinan dalam Budaya Jawa (Araska, 2024).
Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017).
Prestasi yang diraih dalam dunia kepenulisan: Nominasi Lomba Cipta Puisi Esai tingkat nasional (2014), Juara II Lomba Cipta Cerpen Sanggar Sastra Bukit Bintang Yogyakarta (2018), Nominasi Lomba Cipta Puisi Nasinal “Sejuta Puisi untuk Jakarta” (2022), dan Juara III Lomba Cipta Puisi Multimedia “Keris,” Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2023).
Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), dan Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021).
Selain menulis buku, sering menjadi juri lomba baca dan cipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam pelatihan cipta karya sastra untuk siswa dan guru. Sekarang mengelola Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya dan Sanggar Lierasi Laras Aksara (Selaksa) Yogyakarta. Yogyakarta. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. WA: 0856-0007-1262.