Masukan nama pengguna
Puput, nama kucingku. Meskipun tak istemewa, nama yang diberikan istriku itu kiranya diterimanya. Setiap istriku menyerukan nama Puput, kucingku yang tengah berburu cicak di rumah tetangga selalu pulang. Ia yang berpikir akan diberi cicak hasil tangkapan istriku itu tampak kecewa. Karena, tak seekor cicak di tangan istriku. Sungguhpun begitu, ia tak pernah berang. Membanting-banting piringnya yang hanya berisi nasi berlauk teri.
Sejak sebulan Puput tinggal di rumahku, tak ada cicak berani nongol di dinding. Hingga istriku tak pernah menangkap seekor cicak dengan sapu lidinya. Pikirku, cicak-cicak itu sembunyi di balik eternit. Takut pada Puput yang berwajah imut, namun senampak monster di mata cicak-cicak. Hingga mereka harus berburu nyamuk dalam kegelapan ruang di balik eternit. Meredam nyali mereka untuk menampakkan diri, meski ribuan laron menyerbu ke dalam rumahku saat pertengahan musim hujan.
Tak hanya cicak-cicak. Tikus-tikus yang dilambangkan orang-orang sebagai sekawanan koruptor itu tak bernyali memasuki rumahku pada malam hari. Mengobrak-abrik makanan di meja makan. Menggerogoti baju dalam almari kayu yang mulai lapuk. Mencacah-cacah beha dan celdam yang telah dua hari dipakai dan bergelantungan di kamar mandi. Berpesta sabun batangan yang mungkin dianggapnya sebagai roti.
Sungguh! Puput telah menjadi pahlawan di rumahku. Namun, jasa kepahlawanannya harus ditukar dengan cicak. Karenanya, istriku harus berburu cicak di rumah tetangga dengan sapu lidi saat senja. Ia tak pulang sebelum berhasil menangkap seekor cicak.
Selepas isyak, istriku baru pulang ke rumah dengan membawa hasil buruannya. Puput melonjak-lonjak kegirangan. Serupa harimau lapar, ia memakan cicak itu dengan lahap. Kepala, tubuh, kaki, dan ekor yang tak sempat dilepaskan cicak itu dimangsanya. Tak ada sisa yang ditinggalkan untuk sekawanan semut.
Serupa bayi kekenyangan sesudah disusui ibunya, Puput tertidur pulas. Tak ada suara piring yang dibanting-banting. Hingga hulu malam yang mengalir ke hilir pagi serasa tenang. Tak seperti sungai yang mengalir di samping rumahku. Selalu membuat keributan besar, bila banjir datang.
***
Tak adanya lagi cicak-cicak di rumahku, sungguh tak aku inginkan. Betapun mereka juga pahlawan. Membasmi nyamuk-nyamuk yang selalu mengganggu tidurku. Mengisap darahku dan darah istriku. Dari sini, muncul ide konyolku. Melukis cicak sebesar anak buaya untuk dipajang di dinding ruang tamu. Agar nyamuk-nyamuk tak berani berkeliaran di rumahku.
Hanya butuh waktu sehari, lukisan cicak aku rampungkan. Aku pajang di dinding ruang tamu. Melihat lukisan itu, istriku tampak suka. Puput juga sangat bergairah saat menyaksikan lukisan itu. Betapa lega hatiku. Karena, rumahku akan jauh dari ancaram tikus dan nyamuk.
Selagi aku berbincang dengan istriku tentang lukisan cicak yang belum kering catnya itu, datang seorang lelaki asing yang mengaku sebagai calo lukisan. Ketika melihat lukisan itu, ia bermaksud menjualkannya pada seorang kolektor dengan harga tinggi. Meskipun sedang butuh uang, aku tak berniat menjual lukisan itu. Karena tujuanku, lukisan itu bukan untuk dijual. Melainkan untuk menyelamatkan darahku dan darah istriku dari isapan segerombolan nyamuk. Drakula-drakula mungil yang berkeliaran bebas di malam hari.
Lelaki asing itu meninggalkan ruang tamu dengan kecewa, sesudah aku memutuskan untuk tidak melepaskan lukisanku. Aku tak peduli. Sebagaimana aku tak mempedulikan omelan istriku yang menghendaki lukisan itu untuk dijualkan oleh si lelaki asing. Aku lebih mempedulikan kenyamaan di rumahku daripada banyak uang yang belum tentu dapat membeli kedamaian.
Aku tinggalkan istriku di ruang tamu. Aku tinggalkan Puput yang seolah tahu tentang pertengkaran pendapat di antara kami. Memasuki kamar tidur. Mendekap guling di ranjang sendirian. Karena istriku yang sangat kesal dengan keputusanku itu lebih memilih tidur dengan Puput di kursi sofa ruang tamu.
***
Karena semalam susah tidur, aku terbangun kesiangan. Sesudah cuci muka dan gosok gigi di kamar mandi, aku memasuki studio. Hasratku untuk menikmati secangkir kopi dan sebatang sigaret yang biasa dipersiapkan istriku sebelum bekerja sebagai pelukis profesional. Namun hasratku kandas di dasar ruang hampa, karena tak ada kopi dan sigaret tersaji di sana.
Aku pikir kalau istriku masih marah. Karenanya, aku bergegas ke ruang tamu. Siapa tahu, ia masih tidur pulas di samping Puput. Di ruang itu, aku serasa dilempar ke ruang mimpi paling buruk. Tersentak ketika tahu kalau istriku tak ada di sofa. Ketika melihat ruang tamu dengan pintunya terbuka. Ketika menyaksikan sebingkai lukisan cicakku terkapar di lantai dengan kanvas koyak-moyak. Serupa dicakar-cakar kuku-kuku binatang buas.
Darahku menggelegak sampai ubun kepala. Dengan membabi buta, aku hajar Puput dengan sapu lidi yang biasa digunakan istriku untuk berburu cicak. Sebelum aku memutuskan eksekusi mati pada Puput, berdatangan tetangga kiri-kanan. Mereka mengatakan kalau seorang lelaki tak dikenal bersenjata cutter belum lama keluar dari rumahku. Kata salah seorang dari mereka, kalau ciri-ciri lelaki itu mirip dengan lelaki asing yang semalam bertamu di rumahku.
Belum tuntas aku menyesali laku biadabku, datang istriku yang membawa belanak kesukaan kucingku dari pasar. Menyaksikan Puput yang setengah pingsan terkulai di antara kerumunan tetangga, istriku menjerit histeris. Sambil membopong Puput, istriku menghujatku habis-habisan. Dalam diam, aku ingin menebus kesalahan. Melukis Puput sebagai kucing perkasa yang mengenakan seragam perwira, bertopi baja, berspatu lars, dan memanggul senapan. Sesudah kering catnya, aku pajang lukisan itu di ruang tamu.
Sejak menyaksikan lukisan itu, istriku tak lagi marah-marah. Puput pun tak lagi meminta istriku untuk berburu cicak saat senja. Bahkan, ia tampak membiarkan cicak-cicak itu bebas berburu nyamuk di rumahku. Sebebas dirinya yang setia menjaga rumahku dari ancaman tikus-tikus. Sebebas diriku yang bisa leluasa menghirup udara lewat jendela terbuka.
TENTANG PENULIS
SRI WINTALA ACHMAD, pernah belajar di Fak. Filsafat UGM Yogyakarta. Karya-karya sastranya dipublikasikan di Kompas, Republika, Suara Karya, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Lampung Pos, Trans Sumatera, Bangka Pos, Solo Pos, Surabaya Pos, Banjarmasin Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Masa Kini, Yogya Pos, Merapi, Fajar Sumatera, Amanah (Malaysia), Aksara International Journal of Indonesian Literature (Australia), Suara Muhammadiyah, Adiluhung, Trapsila, Bakti, Praba, Gong, Artista, Mata Jendela, Jaya Baya, Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Mekarsari, Pagagan, Sempulur, Swaratama, Karas, dll.
Antologi sastra dan esai kolektifnya: Pelangi (Karta Pustaka/Rasialima, 1988); Nirmana (Wirofens Group, 1990); Alif-Lam-Mim (Teater Eska/SAS, 1990); Zamrud Katulistiwa (Balai Bahasa Yogyakarta/Taman Budaya Yogyakarta, 1997); Sastra Kepulauan (Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, 1999); Pasar Kembang (Komunitas Sastra Indonesia, 2000); Embun Tajali (FKY 2000); Lirik Lereng Merapi (Dewan Kesenian Sleman, 2000); Bilah Belati di Depan Cermin (Dewan Kesenian Sleman, 2002); Di Batas Jogja (FKY, 2002); Code (FKY, 2005); Musik Puisi Nasional (LKiS, 2006); Malioboro (Balai Bahasa Yogyakarta, 2008); Perempuan Bermulut Api (Balai Bahasa Yogyakarta, 2010); Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Mingguan Minggu Pagi Yogyakarta, 2010); Pasewakan (2011), Kembali Jogja Membaca Sastra (Rumah Budaya Tembi, 2011); Suluk Mataram (Great Publisher, 2011); Jejak Sajak (Jambi, 2012); Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen, 2012); Sauk Seloko – Pertemuan Penyair Nusantara VI (Dewan Kesenian Jambi, 2012); Indonesia di Titik 13 (Dewan Kesenian Pekalongan, 2013); Spring Fiesta [Pesta Musim Semi] (Indonesian & English Poetry Grup & Araska Publisher, 2013); Tifa Nusantara I (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2013); Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Yogyakarta, 2014); Negeri Langit (Komunitas Radja Ketjil Jakarta, 2014); Rantau Cinta, Rantau Sejarah (Jurnal Sajak, 2014); Tifa Nusantara II (Temu Penyair Nusantara – Dewan Kesenian Tangerang, 2015); Pesta Rakyat Sleman (Digna Pustaka dan Lingkar Budaya Sleman, 2015); Jalan Remang Kesaksian (LPSK/Rumah Budaya Tembi, 2015); Jejak Tak Berpasar (Komunitas Sastra Indonesia/Yayasan Laksita, 2015); Memandang Bekasi (Dewan Kesenian Bekasi/Dinas Parbudpora Kabupaten Bekasi, 2015); Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Ije Lela Tifa Nusantara 3 (Marabahan, 2016); Klungkung Tanah Tua, Tanah Cinta (Klungkung Bali, 2016); Matahari Cinta Samudra Kata (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016); Seratus Puisi Qurani (2016); Kopi Penyair Dunia (2016); Pesan Damai untuk Seluruh Manusia (PCIUN Maroko, 2017); Kota Terbayang (Taman Budaya Yogyakarta, 2017); Puisi Tentang Bogor (2017); Puisi Tentang Masjid (2017); Dari Partai Demokrat untuk Indonesia (2017); Senja Jati Gede (2017); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Dari Cempuring ke Sunan Panggung (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018); Kembang Glepang (2018); Sesapa Mesra Selinting Cinta – Temu Penyair Nusantara XI (Kudus, 2019); Terus Berkarya di Usia Senja, Brengkesan 72 Tahun Ahmad Tohari (2020); Nalika Rembulan Bunder (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2020); Nunggak Semi Dunia Iman Budhi Santosa (2021), naskah lakon terjemahan Dahuru ing Negeri Semut (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2021); Sejuta Puisi untuk Jakarta (2022), dan Kembang Glepang 3 (2023).
Novel, fiksi sejarah, cerita rakyat, cerita wayang: Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Jaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); Centhini: Kupu-Kupu Putih di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012); Serial Crita Rakyat Dahuru ing Praja Wilwatikta (Majalah Djaka Lodang, 2022); Serial Crita Rakyat Pletheke Surya Wilwatikta (Majalah Jayabaya, 2022-2023); dan Serial Crita Rakyat Sigare Bumi Wilwatikta (Majalah Penyebar Semangat, 2023); dan Serial Crita Wayang Kresna Duta (Majalah Jayabaya, 2024).
Buku-buku lainnya yang sudah terbit: Membuka Gerbang Dunia Anak (Annora Media, 2009); Suyudana Lengser Keprabon (In AzNa Books, 2011); Kisah Jagad Pakeliran Jawa (Araska, 2011); Wisdom Van Java (In AzNa Books, 2012); Falsafah Kepemimpinan Jawa: Soeharto, Sri Sultan HB IX & Jokowi (Araska, 2013); Sejarah Kejayaan Singhasari & Kitab Para Datu (Araska, 2013); Babad Tanah Jawa (Araska, 2014); Sejarah Raja-Raja Jawa (Araska, 2014); Satriya Piningit (Araska, 2014); Geger Bumi Mataram (Araska, 2014); Geger Bumi Majapahit (Araska, 2014); Ensklopedia Kearifan Jawa (Araska, 2014); Sejarah Perang di Bumi Jawa (Araska, 2014); Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Raja-Raja Nusantara (Araska, 2014); Ensklopedia Karakter Tokoh-Tokoh Wayang (Araska, 2014); Wanita dalam Khasanah Pewayangan (Araska, 2015); Aja Dumeh: Buku Pintar Kearifan Orang Jawa (Araska, 2015); Panduan Praktis Menjadi Penulis Andal: Karya Ilmiah, Artikel, Resensi, Apresiasi & Kritik Seni, Naskah Lakon, Puisi, Cerpen, dan Novel (Araska, 2015); Buku Induk Bahasa dan Sastra Indonesia (Araska, 2015); Mahir Peribahasa Indonesia (Araska, 2015); Buku Induk EYD (Araska, 2015); Politik dalam Sejarah Kerajaan Jawa (Araska, 2016); Babad Tanah Jawa: dari Watugunung yang Menikahi Ibunya hingga Geger PeChinan (Araska, 2016); Petuah-Petuah Leluhur Jawa (Araska, 2016); Babad Giyanti: Palihan Nagari dan Perjanjian Salatiga (Araska, 2016); 13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa (Araska, 2016); Sejarah Kerajaan-Kerajaan Besar di Nusantara (Araska, 2016); Menulis Kreatif itu Gampang (Araska, 2016); Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa (Araska, 2017); Filsafat Jawa (Araska, 2017); Sejarah dan Asal-Usul Orang Jawa (Araska, 2017); Sejarah Raja-Raja Jawa dari Kalingga hingga Mataram Islam (Araska, 2017); Sejarah Istri-Istri Raja Jawa (Araska, 2017); Sejarah Islam di Tanah Jawa (Araska, 2017); Kisah Horror Ketemu Genderuwo (Araska, 2017); Sang Jenderal: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Cinta Jenderal Soedirman (Araska, 2017); Sejarah Perang Kerajaan-Kerajaan di Nusantara (Araska, 2017); Etika Jawa (Araska, 2018); Filsafat Kepemimpinan Jawa (Araska, 2018); Kronik Perang Saudara dalam Sejarah Kerajaan di Jawa 1292-1767 (Araska, 2018); Sejarah Runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit (Araska, 2018); Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada (Araska, 2018); Sultan Agung: Menelusuri Jejak-Jejak Kekuasaan Mataram (Araska, 2019); Sejarah Kejayaan Singhasari Antara Mitos, Fakta, Pesona, dan Sisi Kelamnya (Araska, 2019); Untung Surapati: Pemberontakan Seorang Budak (Araska, 2019); Ratu Kalinyamat (Araska, 2019); Hitam Putih Majapahit (Araska, 2019); Gajah Mada Kisah Cinta dan Kisah Penakluk-Penaklukannya (Araska, 2019); Perang Bubat (Araska, 2020); Babad Diponegoro: Kisah Sejarah, Silsilah & Pemikiran Sufistik Pangeran Diponegoro (Araska, 2023); Etika Jawa: Prinsip Hidup dan Pedoman Hidup Orang Jawa (Araska, 2023); dan Falsafah Kepemimpinan Jawa: Menyelami Kearifan dan Filosofi Kepemimpinan dalam Budaya Jawa (Araska, 2024); Horor Tanah Jawa Tumbal Genderuwo (Araska, 2024); dan Perang Suksesi Jawa (Araska, 2024).
Bersama Indra Tranggono dan R. Toto Sugiharto, menulis buku Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #15 (Taman Budaya Yogyakarta, 2016), Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #16 (Taman Budaya Yogyakarta, 2017).
Prestasi yang diraih dalam dunia kepenulisan: Nominasi Lomba Cipta Puisi Esai tingkat nasional (2014), Juara II Lomba Cipta Cerpen Sanggar Sastra Bukit Bintang Yogyakarta (2018), Nominasi Lomba Cipta Puisi Nasinal “Sejuta Puisi untuk Jakarta” (2022), dan Juara III Lomba Cipta Puisi Multimedia “Keris,” Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2023).
Nama kepenyairannya dicatat dalam: Buku Pintar Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, Penerbit Kompas, 2001), dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda, Hasan Aspahani, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, Yayasan Hari Puisi, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017), Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018), dan Profil Seniman dan Budayawan Yogyakarta #18 (Taman Budaya Yogyakarta, 2021).
Selain menulis buku, sering menjadi juri lomba baca dan cipta karya sastra di lingkungan sekolah, juri lomba teater dan pantomim, serta dipercaya sebagai nara sumber dalam pelatihan cipta karya sastra untuk siswa dan guru. Sekarang mengelola Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya dan Sanggar Lierasi Laras Aksara (Selaksa) Yogyakarta. Yogyakarta. Tinggal di Gejawan Kulon 02/034, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. WA: 0856-0007-1262.