Masukan nama pengguna
PAHLAWAN NEGERI SIPIL
Asap gelap mengepul banyak-banyak. Tinggi memenuhi langit kota ini hingga terlihat dari pelbagai penjuru. Orang-orang yang sengaja atau tidak sengaja melihatnya akan langsung berhenti. Menatap, memincingkan mata jauh-jauh; mengira-ngira asal dari asap tersebut. Ini adalah pemandangan tidak biasa di kota ini. Meskipun kota ini termasuk kota padat penduduk dengan beragam permasalahan yang berjubel dimana-mana di tiap sudutnya. Tetap saja, kontras pekat dan gelap bumbungan asap itu, menarik perhatian warganya.
Si Dudeng salah seorang penjaja keliling yang kebetulan melihat asap tersebut dan terpana. Dia menghentikan kayuhan sepedanya yang mengangkut batagor; jajanan khas kota ini. Ia picingkan matanya lamat-lamat seperti warga lain. Mengira-ngira sumber kepulan asap tebal tersebut. Logikanya mengatakan bahwa jarak asap tersebut sekitar 3 kilo dari tempat ia menepikan sepeda. Hanya berbeda dengan warga kota lain yang lalu melanjutkan hidupnya, Si Dudeng justru tersenyum kecut. Dirinya yakin kepulan asap itu adalah lokasi sempurna untuknya menjajakan batagor kepada mereka yang tersedia.
*
"Cepet yah Ste, kamera udah roll-nih, panas!" seru sosok kameramen yang entah bagaimana caranya berhasil melesat menembus kemacetan kota ini untuk mendapatkan spot sempurna bagi liputannya. Bak ambulans yang memberi titah untuk menyingkir, 5 menit lalu mobilnya meraung-raung dengan klakson menerobos jalur-jalur pengguna lain demi "Aktualitas" berita. "Ste cepetan, kamera udah roll-nih, panas!" kalimat serupa meluncur dari bibir Si Kameramen yang kepayahan menghalau hawa panas yang terus terhembus dari samping. "Iya sabar ini 'pahlawannya' belum keliatan bosku," kata reporter di depannya.
Pahlawan yang dirujuk Sang Reporter tiada lain adalah petugas damkar. Sudah hampir 10 menit menunggu nampaknya mereka belum sampai di TKP. Sumpah-serapah warga sudah mulai terdengar masuk ke telingan Sang Reporter, tapi ia coba menghiraukan. Ia fokus pada kisah yang hendak dinarasikannya. "Sebentar, lima menitan lagi gue percaya," sebutnya sembari memberikan kode lima jari pada partnernya yang kepayahan. Prediksi dan harapannya benar saja terkabul. Sejurus memberikan kode lima jari, sebuah raungan sirine dari kejauhan terdengar menggubris kerumunan. Sang Pahlawan sudah datang.
*
Jalanan melintangi laju mobil tangga, Unit Pemadam Kebakaran (UPK) kota ini. Kebakaran memang terjadi pas jam pulang kerja sehingga ramai kendaraan lalu lalang dan tak sedikit yang tak menghiraukan alarm ini. Mobil-mobil pribadi, angkutan umum, ojek online, truk, hingga sepeda-sepeda gunung tumplek tak beringsut dari jalur mereka. Jalanan padat. Terlampau padat bahkan untuk sekedar minggir sesaat. Tapi di sanalah, turun dari mobil tangga seorang wanita pahlawan cerita ini. Jika memang dialah narasi pahlawannya.
"Ya permisa langsung dari TKP kebakaran. Api besar saat ini melahap bangunan gedung DPRD yang berada di Jalan Sulanjana. Bisa kami laporkan bahwa mobil pemadam kebakaran sudah menuju lokasi. Dari tempat kami berdiri karena padatnya lalu lintas terlihat sosok petugas damkar sedang berlari-lari membuka lajur kendaraan agar mobil tangga bisa lewat," seru Si Reporter awas. Matanya mengejap memastikan penglihatannya yang tertutup kabut asap sesekali. Ia meneruskan, "Itu dia... sudah datang Bu Asih Sang Petugas Damkar kebanggaan kota ini pemirsa. Dia sudah datang!" pekiknya.
Kamera mengarahkan pandangan mata penonton kepada sosok yang disebut-sebut Si Reporter. Seorang wanita berkerudung putih dengan pakaian dinas biru-biru khas UPK gesit meniup peluit, memberikan arahan tangan, dan bersegera menuntun mobil tangga menuju TKP. "Bu Asih pemirsa, komandan pleton UPK sudah tiba memimpin skuadnya!" lapor Si Reporter. Lebih dekat dengan kamera liputan, sosok Bu Asih Sang Pemadam rupanya jauh dari kesan sangar. Tingginya standar wanita di kota ini, dengan tubuh yang proporsional, dan warna kulit yang cenderung coklat. Tapi, wajahnya menyiratkan ratusan pengalaman hidup-mati; terpancar dari sorot matanya yang tajam.
Sosok Bu Asih langsung bergegas melewati Si Reporter yang menatap kagum dan kamerawan yang berusaha menstabilkan kameranya dari sengatan hawa panas yang kian membara. Gedung yang terbakar adalah gedung utama. Gedung itu langsung menghadap gerbang masuk DPRD. Lokasi api disinyalir berasal dari lantai 2 gedung. Gedung utama juga merupakan gedung penghubung 2 bangunan lain yang menjadi menara di sisi kiri dan kanannya. Menurut hasil koordinasi masih ada belasan anggota DPRD yang terjebak di bangunan sayap kanan. Dan Asih Sang Komandan sudah memperhitungkan semua itu.
"Kang Asep! Kang Udin! Tolong siapin APAR! Kita lewat depan!" seru Asih. Di kota ini bahkan kalimat perintah masih menyandangkan sapaan sebagai bentuk penghormatan. Tidak peduli apakah kau komandan atau bukan. Itu mungkin salah satu hal yang membuat Bu Asih popular di kalangannya sendiri. Dia mengagungkan egaliter karena api pun tidak membeda-bedakan makanannya. "Kita lihat pemirsa saat ini petugas Damkar yang dipimpin Bu Asih tengah berusaha menerabas gerbang dengan bantuan keamanan dan warga sekitar melalui pintu depan," lapor Si Reporter kembali. Ia beringsut dari tempatnya mencari lokasi lebih strategis untuk bercerita.
Menurut hasil koordinasi selama di jalan, ruangan yang terbakar berasal dari area ruang sidang. Tidak banyak bahan bakar berbahaya di sana selain hanya kertas-kertas fail, kayu-kayu boks pengiriman, dan sisa-sisa sampah tadi siang setelah audiensi dengan KPK. Tidak ada yang tahu sumber api. Sambungan pas koordinasi menyalahkan korsleting listrik tapi mereka juga tidak yakin karena entah mengapa mesin sprinkler yang harusnya menyemburkan air justru tidak bekerja. Padahal perawatannya rutin setiap bulan.
Di sisi gerbang, Asih dan anggotanya sudah berhasil memadamkan api yang berkobar menghalangi pintu masuk ruang sidang. Sesuai prediksinya yang memperkirakan bahwa ini adalah kebakaran level A alias ringan, seharusnya api bisa lekas dipadamkan. Hingga sebuah dentuman ledakan entah darimana terdengar. Lalu api besar menyembur dari sela-sela jendela yang berada di sisi sayap gedung. Nampaknya Si Jago Merah bosan diam di tempatnya menunggu ajal. Dia bergeser seakan merangkak mencari ruang lain untuk bergerak.
Si kameramen kaget bukan kepalang. Badannya hampir terjengkang kalau tidak cukup cekatan menyeimbangkan badan. Diarahkannya kamera secara refleks ke sumber ledakan. Kaca gedung sayap porak-poranda. Asap hitam membubung dengan jilatan api yang sesekali menemani. "Ya... ya sebuah ledakan baru saja terjadi permisa. Kita bisa mengonfirmasi nampaknya sumber ledakan berasal dari Lorong yang menghubungkan ruang sidang dengan ruangan-ruangan privat anggota dewan," lapor Si Reporter. Insting jurnalistiknya mendorong ia terus menceritakan fakta yang ia urai di TKP.
*
Ketika ledakan itu terjadi, Si Dudeng sedang memberikan bumbu kacang pada batagor yang dipesan pelanggannya. Ia kaget bukan kepalang sampai-sampai menumpahkan lebih banyak bumbu kacang dari yang diminta Si Pelanggan. Untung Si Pelanggan mafhum. Karena ia juga sama kagetnya dengan Si Dudeng. "Parah itu bom eh letusannya itu," seru Si Dudeng membelalak. "Ah... iya sih tapi masa sekelas gedung DPRD sistem pemadam kebakarannya jelek," kata Si Pelanggan. "Jelek gimana om?" selidik Si Dudeng penasaran. "Biasanya di gedung-gedung maju pasti ada alat dipasang di langit-langit gitu untuk nyemprotin air kalau ada kebakaran gini. Ini mah paling jangan-jangan rekayasa doang ini," premis Si Pelanggan. Si Dudeng hanya menyengap mengiyakan.
*
Ledakan tadi memaksa Asih dan timnya mengubah strategi. Level kebakaran naik menjadi B alias sedang. Ia memerintahkan mobil tangga untuk mencari spot terdekat agar bisa mulai menyemprotkan air dari area yang lebih tinggi. Sudah hampir 30 menit upaya pemadaman berlangsung dan tanda-tanda api mulai mengecil juga belum terlihat. Bala bantuan mobil-mobil damkar lain terus berdatangan. Si Reporter menyebut angka perkiraan 20 regu yang datang membantu tidak hanya dari UPK kota tapi juga kabupaten.
"Sudah satu jam lebih pemirsa. Para petugas damkar berusaha memadamkan kobaran Si Jago Merah tapi hasilnya masih belum memuaskan. Api makin menjalar cepat seiring kuatnya hembusan angin dan konon masih ada belasan anggota DPRD yang tertawan di bagian sayap gedung," tutur Si Reporter menyiarkan. "Woy lihat woy itu ada Spiderman itu!" teriakan-teriakan menggema dari sudut kerumuman yang menyaksikan. Rupaya Si Dudeng Sang Penjual batagor takjub melihat seseorang memanjat gedung bagian sayap bak Spiderman.
Tentu bukan Spiderman melainkan Asih. Memanfaatkan mobil tangga dan pijakan-pijakan ringkih dari ornamen batu bata menghiasi dinding, Asih cekatan melemparkan tali merangsek masuk melalui jendela. Debu dan asap mengepul berbarengan tatkala ia membuka jendela yang macet. "Gila itu komandan damkar. Bisa-bisanya pertaruhin nyawa untuk koruptor!" cerocos seseorangdari kerumunan. "Iya kayak kita masyarakat buta aja gak tahu tadi pagi ada pemeriksaan koruptor di sono," timpal yang lain. Lalu entah bagaimana caranya, suara-suara tak bertuan tersebut malah berubah menjadi makian-makian penuh emosi. Meneriakkan hujatan dan frustasi. Ada malah yang minta para petugas damkar pulang saja karena tak peduli lagi.
Si Kameramen kini sudah mengarahkan kameranya ke arah kerumunan yang justru marah karena wakil rakyatnya diselamatkan. Mereka memasang roman penuh meremehkan. "Nah kan gua bilang juga apa, kualat kena batunya ituh makan korupsi!" ujar seseorang. Si Reporter yang biasanya cepat tanggap sekarang hanya mematung di tempat. Kebingungan. Mana yang harus diberitakan lebih dulu? Kepahlawanan para petugas? Atau justru luapan emosi khalayak yang mendadak? Namun pada akhirnya dia kembali ke panggung kebakaran. Dilihatnya seseorang keluar berpasangan.
Di sana dari kaca jendela yang Asih pecahkan sebelumnya, ia keluar bersama seseorang pria berambut putih dengan setelan jas berwarna biru. Pria itu nampak kesulitan untuk berjalan. Ia menutup hidung dan mulutnya dengan lap basah yang entah darimana didapatkan. Mobil tangga tidak bisa menggapainya dan satu-satunya cara ialah dengan melompat ke bentangan jaring pengaman yang disiagakan.
"Sudah kamu tidak bisa balik lagi ke dalam sana nak!" gumam pria berambut putih tersebut kepada Asih. "Di sana sudah terlalu pekat asapnya! Ini semua salah fraksi A yang sembarangan menyimpan barang bukti. Sudah jangan kembali lagi!" tambah Si Pria tersengal-sengal. Asih bergeming. Ia memberikan kode kepada para petugas yang bersiaga memegang erat jaring pengaman. "Bapak lihat titik bulatan hijau itu? Loncat fokus ke sana yah Pak. Bapak akan selamat," ucap Asih. "Tapi kamu bisa mati kalau balik lagi! Biarlah itu jadi hukuman kami," seru Si Pria. "Bukan urusanku tentang hukuman Pak. Urusan saya menyelamatkan, dan lagipula Bapak saya masih ada di dalam," pungkas Asih getir dan lalu kembali menerobos kepulan asap dan api.
Bandung, 12 Desember 2022