Masukan nama pengguna
***
Ani berencana pulang ke rumahnya. Tapi, ia ingin berjalan kaki. Bahkan Ia memilih untuk melalui jalan setapak di belakang kantornya. Karena sibuk memainkan ponselnya. Ani sampai tak sadar, jika jalannya sudah berkelok ke area pemakaman.
Tanpa sengaja ia menginjak sebuah batu nisan yang masih baru.
"Duh! Apa ini?" Ia melirik kebawah, ternyata kaki kanannya terbenam masuk kedalam liang kubur. Awalnya, bagi Ani biasa saja. Tapi, malah ia semakin jauh ke dalam.
Brugh!
Tubuhnya menghujam ke sosok mayat yang masih basah terkena air bawah tanah."Bau sekali!" Ani berusaha menahan tanah yang amblas turun.
"Awww.... Tolong!!"
Saat ia membuka matanya. Ia sangat terkejut karena sudah berada di sebuah desa yang sunyi. Netra nya menangkap sebuah kata yang tertulis pada papan kecil yang berbunyi," Tersesat".
"Wah, apa aku tersesat?"
Ia bahkan berusaha untuk menahan rasa takutnya sendiri. Ani tak mau bertindak bodoh ditempat yang terasa asing bagi dia." Ma, ini desa sunyi sekali?" Ia berjalan menyusuri dari belakang rumah yang tertulis kata 'tersesat' itu.
" Apa aku ada di alam lain, atau...?" Ani tak melanjutkan ucapannya. Ada beberapa anak kecil berjalan ke arah sumur yang terlihat sudah tak layak lagi." Dek, bisa tanya sesuatu?" sekumpulan anak-anak itu bahkan tak meliriknya sedikit pun.
"Ada yang salah dengan ku?" Ani membelokan jalannya dan menuju rombongan anak-anak tadi.
Tapi, jantungnya malah semakin berdebar kencang. Tatkala, anak-anak itu kompak menghentikan langkah mereka dan sama-sama berujar," Kamu harus mati.. Kamu harus mati.. "
Ani langsung kabur. Meninggalkan pertanyaan yang sebenarnya ia ingin tanyakan kepada anak-anak yang bergerombol itu.
"Sial, sebenarnya aku dimana?"
Lari ke sembarang jalan. Malah membuat dia berapa pada persimpangan jalan. Ada dua bendera. Yang kanan berwarna kuning, satunya lagi berwarna hitam.
"Ini jebakan!?
Ani kebingungan, ia tak tahu harus memilih jalan yang mana?
"Sepertinya, aku harus menggunakan indera yang tak pernah kucoba" Ani berusaha menguatkan diri. Sebenarnya ia juga kebingungan." Aku akan memilih bendera kuning. Meski di dunia nyata berarti kematian. Tapi, setidaknya ada jeda untuk berusaha selamat. Dari pada bendera hitam. Jangan sampai aku langsung ditunggu malaikat pencabut nyawa"
Ani mengikuti jalan tersebut. Berbeda dengan kampung yang pertama. Ditempat ini ada penghuninya. Tapi, semuanya menggunakan kerudung berwarna putih.
"Ada apa ini?" Ani berujar sambil mengendap-endap bersembunyi pada rumah panggung yang paling pertama ia temui saat memasuki jalan ini.
"Lebih baik aku menunggu sampai para wanita berkerudung putih itu pergi"
Ani duduk jongkok sambil memindai sekeliling nya. Tetap saja yang ada hanya suara isak kan tangis kematian.
"Ani... Ani.... Ani... "
Lamunan Ani membuyar ketika namanya mulai disebut-sebut oleh para wanita itu.
"Ih! Seram juga kampung ini. Kenapa aku sampai tersesat?"
Ani mencoba bangun dari jongkoknya tapi tiba-tiba, lehernya dicengkeram oleh tangan yang berukuran dua kali dari manusia normal.
Siapa?
"Tolong... To.... " Cekikan itu malah semakin kuat. Bahkan, mengangkat Ani hampir sepuluh centi dari tanah.
Brugh!
Ani terlempar kebagian badan jalan yang memang terjal.
"Aduhhhhh!" Ani berteriak kuat membuat para wanita tadi menatap nya dengan sinis. Ia berusaha bangun, mencari-cari batu berukuran lumayan agar ia bisa gunakan untuk membela diri.
"Itu Ani... "
"Iya... Tangkap anak itu!!"
Ani langsung berdiri dan lari dengan kecepatan penuh. Ia belum sempat melihat sosok yang mencekiknya tadi.
"Mau sembunyi dimana lagi aku?"
Ia bahkan kembali ke persimpangan jalan yang tadi. Saat menoleh kebelakang. Dilihatnya, para warga membawa sabit, bahkan parang panjang. Sambil menunjukkannya kepada Ani.
"Ani... Ani... Ani.. Penuhi takdirmu. Kamu harus mati."
Pria bertubuh kurus. Dengan tinggi melampaui para pengikutnya.
"Bukan saja nama desanya TERSESAT. tapi, kalian juga manusia-manusia SESAT" pekik kuat Ani.
Gadis itu hanya menangis sambil melanjutkan lagi larinya. Ia tak peduli, harus mengalami kesialan dijalan berlambang bendera hitam nantinya.
"Mak! Tolong Ani" gugu nya dengan derai air mata yang sudah membuat baju kaosnya basah.
"Aku harus bagaimana lagi supaya bisa pulang hiks hiks hiks"
Lari tanpa ujungnya. Membuat dadanya kembang kempis. Tersengal-sengal juga Ani.
"Di Jalur sini malah sunyi, enggak ada rumah. Serta penduduknya"
Kali ini ia memilih lebih santai lagi. Setelah di dera dengan ketakutan berlapis gara-gara makhluk aneh sedari tadi.
Kreeikkk!
Ranting yang ia injak menghasilkan bunyi yang memekakkan telinganya.
"Pantulannya cepat sekali? Tempat apa ini?"
Ia berjalan mencari pohon besar yang bisa dipanjat untuk beristirahat di dahannya bila perlu. Tapi, tak ada satu pun.
"Mak! Ani mau pulang. Lapar!!"
Bluk!
Sebuah nampah berukuran besar jatuh tak jauh dari Ani berdiri.
Aroma wanginya bahkan bisa menggoda dirinya.
"Ada baki berukuran lumayan. Semoga itu isinya bisa mengurangi rasa lapar ku saat ini?"
Matahari sebentar lagi terbenam Ani terpisah dari rombongan aneh tadi, saat mencari kayu untuk ia gunakan nanti di hutan ini.
"Hari sudah mulai malam, aku hanya bisa meratapi kegelapan ini sambil menunggu, orang datang menolongku." ujar Ani.
Terlihat dari kejauhan seseorang membawa obor, "aku yakin itu pasti teman-temanku"
"Hei.. teman-teman tolong aku?.. Kemari lah."
Cahaya obor itu semakin dekat, meski samar-samar wajah mereka. Ani berharap kali ini manusia.
"Dimana mereka?"
Angin semilir menerpa ke wajahnya kearah berlawanan juga.
Terdengar senandung lagu menyayat jiwa. Pelan dan pelan. Ani terbuai alunan lagu itu. Ia tak menyadari langsung terangkat keatas ditemani beberapa ranting serta daun kering yang terbawa angin.
Dan,
"Ani... Ani... Buat apa kamu disini! "
Mata nya membuka cepat. Ia seakan tak bisa bernafas. Tenggorokannya tertindih kayu dalam liang lahat.
"Hei siapa kamu?"
Lagi-lagi suara itu berasal dari atas.
"Hei... " suara itu terdengar meski samar-samar bagi Ani.
"Ada anak didalamnya?"
"Mengapa dia bisa masuk ke dalam?"
Mereka masih saja berdebat. Padahal Ani mulai merasa sesak.
Ani tak bisa membuka kedua matanya lagi. Ternyata ada yang berat tengah menindih badannya.
"Ada orang... Cepat.. Apa anak ini terperosok masuk ke dalam lahat?" ada ujaran panik lagi.
"Tarik?" teriak pria separuh baya, yang biasa menjaga makam.
Suara-suara itu mulai menenangkan ketakutan Ani.
"Cepat.. Apakah anak ini sudah mati?"
"Tarik!"
Bersusah payah juga, pada akhirnya Ani berhasil dikeluarkan oleh warga. "Bukankah ini Ani. Anaknya Pak Hendra?".
Kepala nya masih terasa berat. Ani masih boleh bersyukur, lantaran ia di ketemukan dengan cepat. Kalau tidak, mungkin dia sudah tiada.
Ani dibawa ke klinik terdekat. Ia tak sadar ada robek kan kain yang berasal dari jenasah yang ada di dalam pakaiannya, malah terjepit pada bagian ketiak.
Sesampainya di rumah saat ia sudah mulai membaik. Ia malah gemetar ketakutan. Ketika ranjangnya dikeliling oleh segerombolan anak-anak waktu itu. Bahkan, wanita berkerudung putih bersama pria bertubuh menjulang.
" Apa yang kalian inginkan?" nada suaranya bergetar. Ditambah lagi wajah Ani yang tampak pucat pasi.
"Ani kamu harus mati...., " di iringi dengan aroma busuk yang mulai tercium.
Kamar Ani kini menjadi sunyi. Walau, di luar kamarnya masih saja ada tamu yang berkunjung.
Dimanakah dia?
Ani sudah kembali ditarik ke desa sesat. Dia tak akan pernah kembali.
*******tamat