Cerpen
Disukai
2
Dilihat
9,499
Cahaya di balik kegelapan
Drama

Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang gadis bernama Amara. Ia dilahirkan dengan mata yang tidak bisa melihat dunia di sekelilingnya. Sejak kecil, Amara belajar untuk mengandalkan pendengarannya, sentuhan, dan indra lainnya untuk merasakan kehidupan. Meski dunia gelap bagi matanya, hatinya selalu penuh dengan harapan.


Amara tinggal bersama ibunya di sebuah rumah kecil yang terletak di ujung jalan desa. Setiap hari, ibu Amara mengajaknya berjalan-jalan di taman dekat rumah. Mereka duduk di bangku bawah pohon rindang, mendengarkan burung berkicau dan merasakan angin yang sejuk. Amara sering membayangkan seperti apa bentuk dunia yang ada di luar sana, bagaimana wajah-wajah orang, warna-warni bunga, atau betapa indahnya langit saat matahari terbenam.


Namun, ada satu hal yang selalu membuatnya bertanya-tanya. Amara percaya bahwa suatu hari, ia akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah hidupnya. Seseorang yang mampu membuatnya merasa bukan hanya dengan pendengarannya, tetapi juga dengan perasaan yang mendalam. Setiap malam sebelum tidur, Amara selalu berdoa kepada Tuhan, memohon agar ia diberikan kesempatan untuk merasakan dunia melalui cara yang berbeda dengan sentuhan hati, dengan cinta yang tulus.


Hari demi hari berlalu, dan Amara menjalani rutinitasnya dengan penuh kesabaran. Suatu sore, saat ia sedang duduk di bangku taman, ia merasakan kedatangan seseorang yang berbeda. Terdengar suara langkah kaki yang pelan namun penuh perhatian. Amara menyambutnya dengan senyum meski tak bisa melihat siapa orang itu.


"Amara, aku membawa sesuatu untukmu," suara itu terdengar begitu familiar. Amara mengenal suara itu. Itu adalah suara Damar, seorang pemuda yang selalu datang ke taman untuk bermain gitar. Meski ia tidak pernah berbicara banyak, Amara selalu merasa nyaman dengan kehadirannya.


Damar duduk di sampingnya, lalu menyerahkan sesuatu kepada Amara. "Ini untukmu," katanya sambil meletakkan sebuah bunga di tangan Amara. Bunga itu harum sekali. Amara memegangnya dengan hati-hati, merasakan setiap kelopak yang lembut.


"Apa ini?" tanya Amara, penasaran.


"Bunga mawar. Aku ingin kau tahu bahwa meski kau tidak bisa melihat dunia dengan matamu, kau tetap bisa merasakannya dengan hati. Ini bunga untukmu, Amara."


Amara terdiam sejenak. Untuk pertama kalinya, ia merasa seperti melihat sesuatu yang sangat indah. Bukan dengan mata, tetapi dengan hatinya. Damar mengajaknya berbicara lebih lama, berbagi cerita tentang dunia yang tidak pernah ia lihat. Mereka berbicara tentang impian, tentang cinta, dan tentang segala hal yang membuat hidup menjadi lebih bermakna.


Malam itu, Amara kembali ke rumah dengan perasaan yang berbeda. Ia merasa lebih hidup, meskipun dunia masih gelap. Tetapi dengan pertemuan itu, Amara tahu bahwa cinta dan harapan akan selalu menjadi cahaya dalam kegelapan. Ia menantikan hari-hari yang penuh dengan perasaan baru, yang tengah menunggu saat ia dapat merasakan dunia dengan cara yang lebih mendalam.


Penantian Amara bukanlah penantian akan sesuatu yang tampak. Ia menunggu perasaan yang datang dengan ketulusan hati, yang menyentuh jauh lebih dalam daripada apa pun yang bisa dilihat dengan mata. Dan dalam setiap detik penantiannya, Amara belajar bahwa meski dunia gelap, hati yang penuh cahaya akan selalu memandu kita menuju keindahan yang sejati.

Beberapa bulan setelah pertemuan itu, Amara mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Damar semakin sering datang ke taman, dan mereka berbicara lebih lama setiap kali. Meskipun Amara tidak bisa melihat, ia mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam perlakuan Damar. Perhatian yang diberikan Damar terasa lebih dalam, lebih hangat. Mereka berbagi cerita, tawa, dan kadang-kadang keheningan yang nyaman. Amara mulai berpikir bahwa mungkin, inilah orang yang selama ini ia nantikan, seseorang yang akan menjadi bagian dari hidupnya, seseorang yang benar-benar mengerti dirinya.


Namun, suatu sore, saat Amara sedang menunggu Damar di taman seperti biasa, ada perasaan yang mengusik hatinya. Damar terlambat datang hari itu. Jam demi jam berlalu, tetapi pemuda itu tak kunjung muncul. Hati Amara mulai cemas. Ia menunggu dengan sabar, berharap Damar segera datang untuk menjelaskan ketidakhadirannya.


Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Amara menoleh, tetapi kali ini bukan suara Damar yang familiar. Itu suara seorang wanita. Amara terdiam, merasa ada yang aneh.


"Amara?" suara itu terdengar lembut, namun penuh ketegangan. Amara mengenali suara ini, meskipun sangat berbeda.


"Siapa... siapa ini?" tanya Amara dengan hati yang berdebar.


"Ini saya, Lira," jawab suara itu, seorang wanita yang Amara kenal dari cerita Damar. Lira adalah saudara perempuan Damar yang sering diceritakan oleh Damar ketika mereka berbicara bersama. "Damar... Damar tidak bisa datang hari ini," kata Lira dengan suara yang lebih dalam, seolah ada sesuatu yang ingin disampaikan.


Amara merasa kebingungannya semakin besar. "Apa maksudmu? Kenapa Damar tidak datang?"


Lira terdiam beberapa detik, lalu akhirnya menghela napas. "Amara... Damar tidak pernah datang ke taman untuk bertemu denganmu."


Amara terkejut, hatinya berdegup kencang. "Apa maksudmu? Dia selalu datang untukku. Kami berbicara, berbagi cerita..."


Lira tersenyum dengan lembut, namun ekspresinya terlihat penuh dengan kesedihan. "Damar... sudah meninggal dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan. Sejak saat itu, aku datang ke taman ini untuk menemanimu, karena aku tahu betapa besar harapanmu untuk bertemu dengannya."


Dunia Amara tiba-tiba terasa hancur. Semua yang ia rasakan, semua percakapan yang mereka bagi, seakan sirna dalam sekejap mata. Tidak mungkin. Bagaimana mungkin ia merasa begitu dekat dengan seseorang yang sudah tiada?


Lira melanjutkan, "Aku tidak tahu bagaimana kau bisa merasakannya, Amara. Mungkin, rasa cinta dan harapanmu begitu besar, hingga kau mampu merasakannya di luar batas dunia yang biasa kita pahami. Damar, meskipun sudah tiada, selalu ingin kau merasa bahagia. Dan aku, aku di sini, untuk menemanimu melalui semua ini."


Amara tidak bisa berkata apa-apa. Air mata mengalir begitu saja. Ia merasa kehilangan, namun juga merasa aneh, karena terdapat kehangatan dalam hatinya yang tak bisa ia jelaskan. Mungkin, memang ada cinta yang melampaui batas-batas dunia fisik, melampaui keterbatasan penglihatan dan perasaan yang biasa. Mungkin, selama ini Damar memang ada di sana, meskipun tubuhnya tak tampak.


Dengan tangan yang gemetar, Amara memegang bunga mawar yang pernah Damar berikan. Ia merasakannya, dan kali ini, ia tahu—bahwa dunia ini tak sepenuhnya gelap. Karena di dalam kegelapan, Amara menemukan cahaya cinta yang selalu ada, meski tak tampak dengan mata.


Amara, seorang gadis buta, telah menghabiskan hidupnya dalam kegelapan, mengandalkan pendengaran dan perasaannya untuk memahami dunia di sekelilingnya. Meski tak bisa melihat, Amara selalu merasa bahwa suatu hari ia akan bertemu dengan seseorang yang akan mengubah hidupnya. Perasaan itu tumbuh saat ia bertemu dengan Damar, seorang pemuda yang sering bermain gitar di taman dekat rumahnya. Damar selalu datang untuk menemani Amara, berbicara tentang dunia yang tak pernah ia lihat, dan membawa bunga mawar sebagai simbol keindahan yang ia rasakan.


Namun, suatu hari, Lira, saudara perempuan Damar, mengungkapkan sebuah kenyataan yang menghancurkan dunia Amara. Damar telah meninggal dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan, dan selama ini, Lira lah yang datang ke taman, menemani Amara sebagai wujud kasih sayang untuk saudara perempuannya yang telah tiada. Amara terkejut dan merasa kehilangan, tetapi juga menyadari bahwa cinta dan harapan yang ia rasakan melampaui batas-batas dunia fisik. Dalam kegelapan hidupnya, ia menemukan cahaya yang tidak tampak oleh mata, tetapi terasa begitu mendalam di hatinya.


"Cahaya di Balik Kegelapan" adalah cerita tentang cinta yang melampaui batas indra dan penglihatan, tentang penantian yang membawa seseorang untuk merasakan dunia dengan cara yang lebih mendalam, meski tak dapat dilihat dengan mata.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)