Cerpen
Disukai
0
Dilihat
6,052
RIN
Slice of Life

Rin memandang langit, sungguh terlihat tidak bersahabat, angin bertiup kencang membuat rok yang ia gunakan melayang, jadilah dia mau tidak mau harus meniru adegan Marilyn Monroe yang ikonik itu.

Rin mempercepat langkah kakinya, soalnya jarum jam yang melingkar di tangan kananya saat ini sudah menunjukan pukul sepuluh malam, itu artinya bis terakhir sudah berangkat dua jam yang lalu, dan harapannya saat ini hanya tinggal menumpang mobil pick up Mas Bono, laki-laki usia 40 tahunan, yang sudah lama menaruh hati padanya, yang memang sering menawarkan jemputan pulang, tapi lebih sering mendapatkan penolakan dengan berbagai alasan dari Rin, dan dari sana lah Rin jadi tahu, kalau jadwal rutin Mas Bono pulang jualan nasi goreng itu jam sepuluh malam.

"Dari pada pulang jalan kaki," ucap Rin yang melihat ke ujung tikungan jalan, berharap mobil pick up Mas Bono muncul, tapi setelah di tunggu-tunggu, hampir lima belas menit, mobil tersebut tak kunjung muncul juga. Rin was-was.

Dia menggerutu sendiri, kesal dengan atasannya yang mantan preman, memintanya untuk lembur, hanya karena Rin salah ketik laporan bulanan hasil penjualan. Atasan Rin juga pria yang sudah berumur, usianya kisaran 36 tahunan, selisih 10 tahun dengan Rin.

Entah kenapa Rin lebih banyak di keliling laki-laki berumur, bahkan rekan kerjanya saja rata-rata bapak anak satu. Tidak ada yang menyegarkan mata, itu tadi adalah curahan hati Rin.

Tapi sebenarnya ada keuntungan juga Rin memiliki circle teman kerja dan lingkungan orang dewasa, Rin merasa sedikit di jaga, dalam artian ia sering kali diingatkan untuk menjaga diri, jangan mudah termakan rayuan laki-laki gombal. Padahal menurut Rin, bukannya para bapak-bapak itu dulu juga jago ngegombal.

Rin sumringah karena melihat ada cahaya lampu mobil dari arah tikungan.

"Itu pasti mobilnya Mas Bono," ujar Rin sembari beranjak dari tempat duduknya, tapi setelah melihat mobil lewat begitu saja dari hadapannya, Rin tertunduk lesu, ternyata bukan mobil Mas Bono, batinnya.

"Sungguh hari yang apes,"gumam Rin sembari kembali duduk di halte, sembari memandang ponsel di tangannya, ponsel tipe jadul, yang bahkan tidak mampu mendownload aplikasi Ojek online, karena saat Rin mencoba mendownload aplikasi tersebut, ponselnya pasti mengeluarkan komentar kosongkan ruangan, padahal tidak ada yang Rin download selain aplikasi WhatsApp.

Ditengah kekhawatiran Rin, karena hujan sudah mulai turun secara perlahan-lahan, cahaya lampu mobil kembali datang dari arah tikungan, saat melihat mobil yang berhenti tepat di hadapannya, Rin terdiam sejenak.

Ternyata yang datang justru Bos premannya, sembari membuka kaca mobilnya, dan meminta Rin untuk masuk, karena dia akan mengantar Rin pulang.

Tidak ada obrolan, wajah Rin terlihat kesal, kalau seandainya ada tumpangan lain, tentunya dia akan menolak, tapi terpaksa ia menumpang mobil si bos, dari pada dia pulang jalan kaki, di ganggu begal sama kuntilanak.

"Lurus terus, lalu belok kanan," ucap Rin memberi aba-aba kepada bosnya, sebelum bosnya sempat bertanya arah jalan rumah Rin dimana.

"Ketus amat nada bicaranya?" Ujar Bos Rin.

"Turun disini saja pak," ucap Rin.

"Masih jauh dari belokan," ucap si Bos.

"Saya lanjutkan dengan jalan kaki saja," ucap Rin.

"Yakin?" Tanya si Bos.

"Iya, yakin bapak, 100% yakin."

"Maaf soal kejadian di kantor dan soal...." Bos Rin membuka obrolan yang agak sedikit kaku dan tidak bersahabat.

"Apa yang bapak lakukan di kantor, sudah sewajarnya, karena bapak adalah atasan, seorang pimpinan."

"Bukan itu."

"Memangnya ada yang lain lagi?"

"Soal Bono."

"Bapak kenal Mas Bono?" Tanya Rin heran.

"Bono itu kakak saya, kakak angkat saya tepatnya."

"Mas Bono, sering cerita tentang kamu."

"Terus, inti dari cerita, yang bapak sampaikan apa?"

"Mas Bono itu suka sama kamu?"

"Iya saya tahu, tapi saya hanya menganggap Mas Bono sudah seperti saudara, karena sering bantu saat saya susah."

"Mas Bono sakit," ucap bos Rin.

Rin terdiam, itulah mungkin yang membuat mobil Pick Up Mas Bono yang Rin tunggu tak kunjung datang.

"Mas Bono sakit apa?"

"Komplikasi, sudah lama sebenarnya, dan sudah sering saya minta istirahat, jangan jualan lagi, tapi Mas Bono nggak mau."

"Mas Bono sekarang di rawat dimana pak?"

"Di rumah sakit, tadinya dia maunya di rawat jalan saja, tapi karena kondisinya semakin memburuk saya paksa untuk dirawat di rumah sakit."

Rin terdiam sejenak, dan seketika wajah Mas Bono yang tidak pernah lepas dari senyuman terngiang di pikiran Rin.

"Rin, mau kamu pura-pura suka sama mas Bono?"

Permintaan bos nya yang mendadak membuat Rin terdiam mematung, karena apa yang terjadi padanya sudah seperti sebuah drama yang pernah Rin tonton, sungguh cerita yang klise.

Hujan semakin deras, sama seperti halnya dengan perasaan Rin yang campur aduk.

Kalau bukan karena tuntutan ekonomi, dan harus mandiri, karena tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya, Rin mungkin sekarang lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya, dari pada bekerja. Tapi terkadang keadaan yang memaksa untuk melihat dunia dengan cara lebih realistis.

Bahkan ketika harus bekerja di toko yang menerima segala jenis percetakan, mulai dari sablon baju, spanduk, brosur, kartu nama bahkan sampai cetak batako tersedia, dan memang sudah punya nama dan untuk soal penghasilan, bisa dikatakan cukup. Rin sendiri bekerja di bagian percetakan Sablon, yang didominasi para laki-laki. Bagi Rin yang penting pekerjaannya halal, itu saja sudah lebih dari cukup.

Akhirnya aktivitas Rin yang berpura-pura memberi perhatian kepada Mas Bono di mulai, dari sini pulalah Rin juga akhirnya tahu, kalau Mas Bono punya andil Rin bisa di terima di tempat ia bekerja saat ini.

"Jangan bawa nasi goreng ya, sudah bosan makannya saya," ujar Mas Bono sembari tersenyum

"Saya nggak tahu, mas Bono suka buah apa, jadi saya bawa saja masing-masing satu," ucap Rin sembari tersenyum.

"Kamu nggak sering disuruh lembur kan?"

"Nggak, sudah normal jam pulangnya sekarang, jadi jarang lagi ketinggalan bis,"

"Randu nggak nitip makanan atau buah gitu?" Tanya Mas bono, soal adik angkatnya.

"Pak Bos, sibuk Mas."

"Randu memang begitu anaknya, keras kepala, dan nggak mau mengalah, ibarat kata jangankan kalah, seri saja dia nggak mau."

Mendengar ucapan Mas Bono, Rin tersenyum tipis.

"Randu ya, yang suruh kamu kesini?" Tanya Mas Bono.

Rin terdiam mendengar pertanyaan Mas Bono.

"Anak itu, dia itu sudah lama naksir kamu, dari kamu sering langganan nasi goreng Mas, dia sering curi-curi pandang, katanya kamu itu beda dari perempuan yang pernah ia temui selama ini, tapi ya kamu tahu sendiri, Randu itu orangnya gengsian."

Rin terdiam bingung, tadi Randu yang bilang Mas Bono suka sama dia, lah sekarang kok kebalikannya, mana yang benar jadinya.

"Saya bilang sama dia, suka sama kamu itu, biar dia punya gebrakan gitu loh, nggak cuma nunggu, tapi yang terjadi malah seperti sekarang, dia justru mengalah."

Rin tak banyak berkomentar, karena saat ini perasaannya bisa dikatakan kacau, karena di satu sisi kesal, di sisi lainnnya ingin tertawa, karena begitu aneh sekali jalan hidupnya.

"Curi-curi pandang," gumam Rin sembari berpikir sejenak, apa saat itu dia belum kenal Randu, si bos preman nya itu, makanya dia tidak begitu menyadari semuanya.

Rin bingung, disatu sisi, dia diminta Randu untuk berpura-pura menyukai Mas Bono, tapi ternyata kenyataanya, Mas Bono yang pura-pura suka sama Rin, agar Randu cemburu, tapi justru karena semuanya hasil pura-pura, yang ada malah membingungkan.

Rin akhirnya tahu, siapa sebenarnya Randu, kenapa antara dia dan Mas Bono bisa jadi saudara angkat.

Randu dan Mas Bono sama-sama besar di lingkungan yang keras, Mas Bono adalah anak tunggal dari seorang perempuan pekerja seks komersial, yang akhirnya meninggal karena sakit, ibu Randu dan ibu Mas Bono berteman baik, karena memiliki profesi yang sama, jadilah Mas Bono di besarkan oleh ibu Randu sampai keduanya dewasa, malang tak dapat di tolak, ibu Randu meninggal karena sakit yang sudah lama ia derita.

Jadilah Randu dan Mas Bono, anak yatim piatu, karena menurut cerita ibu Randu, ayah Mas Bono dan Randu sudah meninggal, tertabrak kereta api, jadi karena tuntutan ekonomi dan demi bertahan hidup, terpaksa ibu Randu mengikuti jejak ibu mas Bono yang sudah lebih dulu menjalani kehidupan sebagai pekerja seks komersial.

Setelah kematian ibu Randu, keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan, jadi tak heran watak Randu keras, sementara Mas Bono jauh lebih lembut, karena dia sadar posisinya sebagai kakak bagi Randu, jadi dia harus lebih waras, agar Randu tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik.

Pada akhirnya, menurut cerita Mas Bono, kenapa akhirnya dia berakhir jualan nasi goreng, sementara Randu, menjalankan usaha percetakan, itu karena melanjutkan usaha, pimpinan preman pasar yang sudah insyaf, dan kemudian menggandeng para anak muda, yang keluyuran tidak jelas, tapi punya potensi.

Pimpinan preman melihat potensi Mas Bono di bidang kuliner, dan di buatkan lapak jualan nasi goreng, dan alhasil nasi goreng buatan Mas Bono cukup diminati, karena bertahan cukup lama, di tengah munculnya jenis usaha yang sama.

Sementara Randu, potensi di bidang bisnis, dan buktinya, usaha yang tadinya hanya sablon, kini berkembang menjadi berbagai jenis percetakan lainnya.

Rin tak tahu harus bagaimana, menilai seseorang dari bagaimana masa lalunya ataukah, tutup mata saja akan semua itu, Rin menyadari, tak mudah bagi seseorang untuk menceritakan tentang masa lalunya, apalagi jika itu sesuatu hal yang tidak nyaman untuk dibicarakan, tapi Rin yakin, alasan Mas Bono menceritakan kisah hidupnya pada Rin, karena Mas Bono percaya.

Hanya saja masalahnya, jika menyangkut soal perasaan, Rin sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada Randu, bukan karena Rin tahu, masa lalu Randu, lalu kemudian menjaga jarak, bukan itu, tapi karena memang Rin hanya menganggap Randu sebagai atasannya saja, yang killer. Sementara untuk Mas Bono, Rin menganggapnya sebagai kakak sendiri.

Tapi disisi lain, Rin kasihan dengan Randu, masa lalunya yang gelap, kerasnya kehidupan yang ia jalani, benar kata Mas Bono, Randu butuh seseorang yang membuatnya kuat, karena memang dari luar Randu terlihat kuat, tapi kenyataannya, Randu rapuh.

Cinta bisa karena biasa, itu kata Mas Bono. Memang hal itu bisa saja terjadi, tapi bagaimana jika sudah telanjur sama-sama suka, justru penghalangnya adalah keluarga sendiri. Karena Rin tahu bagaimana masa lalu Randu, dan mungkin dia bisa menerimanya, tapi bagaimana dengan keluarga besarnya, atau apakah masa lalu Randu di rahasiakan saja, tapi sampai kapan, ibarat pepatah, ikan busuk, bahkan jika disimpan rapat sekalipun tetap akan tercium aroma busuknya.

Rin tidak ingin apa yang ia khawatirkan terjadi, tapi disatu sisi, dia kasihan dengan Randu, dia butuh seseorang yang memperhatikannya, karena tidak mungkin selamanya Mas Bono selalu menjaga dan mengingatkan Randu, karena pada akhirnya Mas Bono pasti ingin memiliki kehidupannya sendiri, menikah dan menjalani kehidupan selayaknya orang normal.

Karena menurut cerita Mas Bono, dia sedang pendekatan dengan seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, dan punya anak dua. Keduanya sudah merasa cocok satu sama lain, hanya saja, Mas Bono, masih berat untuk membiarkan Randu menjalani kehidupannya sendiri, tanpa pengawasannya.

Mas Bono ingin Randu punya pasangan yang tidak hanya mencintai Randu, tapi juga bisa menerima bagaimana baik buruknya Randu, begitu juga dengan masa lalu Randu tentunya, dan Mas Bono melihat itu ada pada Rin.

Tapi perasaan Rin, masih abu-abu pada Randu, cinta karena biasa bersama, bisa saja terjadi, cinta karena awalnya kasihan juga bisa, tapi Rin tidak ingin memaksakan keadaan, dan yang Rin ingin lakukan pertama-tama adalah, mencoba mengenal Randu perlahan-lahan secara pribadi, karena terkadang tak jarang watak seseorang akan terlihat aslinya setelah di rumah.

Karena ketika di dalam kondisi bersama orang ramai, lebih banyak palsunya.

Karena Mas Bono di rawat jalan, jadilah Rin lebih sering menjenguk ke rumah, itu pun sebenernya permintaan Mas Bono, agar Rin bisa lebih dekat tanpa harus jaga image, seperti di tempat kerja.

Rin ketika berada di rumah Randu dan Mas Bono, bersikap biasa-biasa saja, masak makanan malam untuk mereka bertiga setelah dia pulang kerja, atau kalau sedang libur dia juga datang membereskan rumah, yang sebenarnya menurut Rin, bersih, meskipun yang tinggal adalah laki-laki semua, dan alasan kenapa bersih, bisa jadi karena Mas Bono punya usaha kuliner, jadi bagaimana mungkin usaha kuliner tapi jorok.

Rin terkadang lelah juga dengan sandiwaranya bersama Mas Bono, tapi bagaimana lagi, semua sudah terlanjur Rin jalani, pulang pergi ke rumah Randu dan Mas Bono, seolah-oleh memberikan perhatian kepada Mas Bono, tapi sebenarnya memperhatikan secara seksama bagaimana sebenarnya karakter Randu ketika di rumah.

Seperti biasanya, rutinitas Rin jika datang, kalau tidak beres-beres yaitu memasak, tapi tanpa sengaja tangan nya tersiram air panas, meskipun tidak luka serius, tapi menimbulkan bekas merah.

Saat itu Mas Bono sedang keluar jalan-jalan sore di sekitar kompleks perumahan, sementara yang ada di dalam rumah hanya ada Randu, mendengar suara teriakan Rin, refleks Randu berlari keluar dari kamarnya, melihat kondisi Rin, Randu bergegas memberikan pertolongan pertama kepada Rin, dengan mengoleskan salep luka bakar.

Seketika saat itu, Rin merasa agak kikuk, karena jarak keduanya duduk begitu dekat, memang jika di tempat kerja, Rin juga sering hanya berdua saja dengan Randu saat membahas bagaimana hasil penjualan setiap bulan, tapi itu hanya semata-mata antara bos dan karyawan, tapi yang terjadi sekarang, semuanya berbeda, bisa dikatakan teman, karena begitu permintaan Randu, saat di rumah, jangan bawa-bawa urusan dan status di tempat kerja.

"Sudah mendingan?" Tanya Randu.

Rin menganggukkan kepalanya, dan kemudian beranjak dari tempat duduknya, karena ingin melanjutkan memasak makan malam, tapi Randu melarang Rin, dan meminta Rin untuk tetap duduk, karena dia yang akan melanjutkan pekerjaan Rin.

Rin yang mendapatkan perlakuan istimewa dari Randu, tersenyum tipis, dan sebenarnya, terasa aneh, karena pada dasarnya, Rin memang tidak pernah punya hubungan spesial dengan laki-laki selama ini, karena fokus dirinya, adalah mencari uang.

Rin memandang punggung Randu yang sedang menggantikan dirinya memasak, ternyata dalam diam, Randu perhatian.

"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Mas Bono.

Rin tidak menjawab, hanya menunjuk ke arah Randu yang sedang memasak.

"Tangan mu kenapa?" Tanya Mas Bono.

"Nggak sengaja kena air panas tadi."

"Bilang saja sengaja." Goda Mas Bono.

"Nggak lah, Mas Bono ini ada saja."

"Biar dapat perhatian dari Randu." Ujar Mas Bono pelan, sembari berjalan ke arah Randu yang masih memasak.

Mas Bono ternyata meminta Randu untuk menemani Rin, dan biarkan saja dia yang melanjutkan memasak, karena masakan Randu tidak enak, kadang tawar kadang juga keasinan.

Mau tidak mau Randu menurut apa yang diminta oleh Mas Bono.

"Masih sakit nggak tangannya?" Tanya Randu.

"Sudah mendingan."

"Besok jangan masuk kerja saja dulu, sampai lukanya sembuh," saran Randu.

"Kerjaan saya masih banyak yang belum selesai."

"Masih lama akhir bulan, laporan akhir bulan kan?"

Rin mengangguk, sembari mencuri pandang ke arah Randu.

"Kenapa curi-curi pandang, dan kenapa sikap mu seperti saat kita di kantor?" Tanya Randu.

"Soalnya yang di bahas urusan kantor, jadi harus profesional."

Randu lupa kalau di rumah seharusnya jangan bahas urusan kantor.

"Sebaiknya coba bawa ke puskesmas saja, diperiksa langsung, itu luka tersiram air panas loh, khawatir nya nanti bekasnya nggak bisa hilang."

Randu terdiam sejenak mendengar saran dari Mas Bono, karena yang ada dipikiran Randu, kenapa justru Mas Bono meminta dirinya yang mengantarkan Rin, kenapa bukannya Mas Bono, secara yang bilang suka dengan Rin kan mas Bono.

"Kenapa bengong, sudah sana, biar Mas yang lanjutkan masak."

Rin terdiam sejenak, dan sejurus memandang tajam ke arah Mas Bono, tapi hanya ditanggapi Mas Bono dengan senyum tipis.

















Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)