Masukan nama pengguna
Hudi lahir dari keluarga kaya raya, belum lahir sudah mendapat julukan anak 1 milyar, karena semua yang disiapkan keluarga besarnya untuk kehadirannya di muka bumi, bahkan menurut Sofia, semua yang Hudi dapatkan, bisa mencukupi kebutuhan keluarganya selama tujuh turunan.
Sofia, berusia 7 tahun saat Hudi lahir, dan Sofia sendiri adalah anak asisten rumah tangga keluarga Hudi, yang paling senior dan dipercaya, sehingga sudah dianggap seperti keluarga sendiri, bahkan hari-hari Hudi, lebih banyak dihabiskan bersama Sofia.
Berganti waktu dan tahun, semuanya masih berjalan normal, namun berubah seketika bagi Hudi, ketika Sofia datang meminta izin kepada kedua orangtua Hudi, yang sudah ia anggap seperti orang tua sendiri, untuk menikah.
Hudi dilanda gelisah luar biasa, dan seketika merasa ada yang hilang dalam kehidupannya.
"Kenapa menikahnya buru-buru?" Tanya Hudi, saaf Sofia sedang mengemasi beberapa dokumen untuk mengurus pernikahannya.
"Soalnya mas Rian mau pindah tugas, jadi mau nggak mau aku harus ikut."
"Kalau kamu pergi, aku sama siapa?" Lirih Hudi
"Anak manja, kamu kan punya ayah dan ibumu, dan pacarmu tentunya," ujar Sofia sembari mencubit pipi Hudi.
"Itu beda," ujar Hudi, sembari menarik-narik tangan Sofia, seperti kebiasaan kecilnya ketika meminta sesuatu kepada Sofia.
"Apa bedanya?" Tanya Sofia sembari memegang pundak Hudi yang wajahnya tertunduk memandang lantai kamar.
"Mau mendengar cerita yang akan aku ceritakan, sebentar saja, sebelum kamu pergi."
"Cerita apa sih?" Tanya Sofia sembari meletakkan dokumen yang ada ditangannya ke atas meja.
"Beberapa tahun yang lalu, ada anak laki-laki, menggunakan seragam sekolah putih abu-abu, hari itu adalah hari perpisahan di sekolahnya, dan dia baru saja pulang dari acara tersebut, saat pulang, dia di hadang segerombolan anak sekolah lain, dan ketika ia hendak di pukuli, datang seorang pahlawan super berambut panjang dengan poni yang berantakan. Anehnya dia tidak memukuli anak-anak tersebut, justru ia membagikan anak-anak iseng tersebut jajanan pasar yang seharusnya ia bawa pulang, dan tak ada pertumpahan darah hari itu, semua berakhir dengan damai, tapi tidak dengan pahlawan super tersebut, dia di hukum tidur diluar rumah, karena hal tersebut."
"Masih ingat juga soal kejadian itu, tapi kalau diingat-ingat lucu juga, tapi katanya kamu nangis ya, minta aku dimaafkan."
"Aku tidak tahu, kenapa saat itu sakit saja, melihat kamu di hukum, dan soal jam 12 malam."
"Oh ia, jam 12 malam, kamu datang ke pos satpam, dengan mata sembab, tangan kanan kamu memegang snack, sementara piring nasi setinggi gunung ditangan kiri, lalu..."
"Aku datang melamar mu, karena tidak ingin kamu terluka dan sakit ataupun sedih," ujar Hudi sembari beranjak dari tempat duduknya, dan kemudian mengambil kalung mainan yang digantung Sofia di dekat cermin.
"Akibat keseringan nonton drama romantis, tapi jomblo." Ledek Sofia.
"Masih disimpan rupanya?" Sembari Hudi memerhatikan kalung tersebut dengan seksama.
"Lucu saja soalnya."
"Sofia, semua yang aku lakukan malam itu, semuanya serius, semuanya jujur, dan aku sengaja menunggu jam 12 malam, karena bertepatan dengan hari ulang tahun mu, kamu bilang, tidak ada yang pernah memberikan kamu kejutan setiap hari ulang tahun mu, dan aku ingin yang menjadi pertama memberikan kejutan itu." Ungkap Hudi, yang membuat Sofia diam, dan tak tahu harus berkata apa.