Flash
Disukai
0
Dilihat
14,297
Ruang Kedua
Drama

Jae memandang sudut ruangan yang kosong, benar-benar kosong, tanpa apapun, tadinya ada kulkas disitu, tapi sudah dua hari yang lalu, dia jual. Setelah kulkas apalagi yang akan dia jual untuk melunasi hutang.

Pandangan Jae beralih ke arah Lani, isterinya, yang semakin hari semakin langsing, karena akhirnya berhasil menurunkan berat badannya, dan kali ini Lani, seperti biasa lengkap dengan seragam senamnya, karena memang begitu caranya membantu Jae, yang baru saja di PHK, menjadi instruktur senam.

Jujur Jae takut, takut Lani pindah ke lain hati, ingin rasanya Jae bilang ke Lani apa tidak bisa pakaian senam yang dia kenakan jangan terlalu ketat, karena Jae takut ada mata laki-laki lain di luar sana nanti yang memandang Lani dengan nakal

Sisi lain, Lani yang sedang mengenakan sepatu, memandang ke arah Jae, yang hanya terbaring di lantai beralaskan kasur busa yang semakin tipis, karena dua bulan lalu, sofa di rumah mereka juga akhirnya terjual dengan harga murah, lagi-lagi untuk bayar hutang, bukan hutang karena pinjol, tapi hutang karena belanja sembako, yang sudah terlalu menumpuk, jadi yang punya toko, menawarkan hutang lunas dengan sofa dan juga kulkas.

Jika dilihat dari arah manapun kehidupan mereka seperti sedang dalam fase apes, tapi setelah dipikir-pikir, tak baik juga menyalahkan takdir, Lani menganggap, mungkin sudah memang begitu jalan hidup yang harus dia jalani, tapi tak bisa juga hanya berdiam diri, dan sesaat sejenak memandang Jae, laki-laki yang hampir lima tahun mendampinginya, Lani khawatir kalau Jae akan merasa minder dan kesal dengan omongan tetangga, dan keluarga yang mengatakan dia sekarang tukar jabatan dengan Lani, jadi bapak rumah tangga.

Ingin Lani mencoba menyemangati Jae, tapi Lani khawatir, justru jatuhnya Jae akan tersinggung.

Kedua pasangan itu, berkutat dengan isi kepala masing-masing. Sering saling pandang, tapi apa yang ada di kepala tak mampu terucap bibir.

Meskipun selama lima tahun berbagi segalanya, keduanya masih ragu, bahkan cenderung takut, salah bicara, dan akan berakhir menyinggung perasaan masing-masing.

Ternyata menjalani hubungan pernikahan tak semanis yang mereka bayangkan.

Lani khawatir Jae akan bosan di rumah, lantaran mendengar omongan tetangga yang tak pernah berpikir dulu sebelum bicara, dan kemudian Jae akan memilih menghabiskan waktu di luar rumah, dengan alasan mencari pekerjaan, tapi siapa yang tahu kalau tiba-tiba Jae bertemu dengan wanita lain yang bisa memahami kondisinya saat ini, dan ditambah lingkungan yang tidak mengurusi urusan orang lain.

"Ruang Kedua di dalam hati itu, tidak akan terbuka, kalau kita tidak memberikan kunci kepada orang luar, intinya dalam hubungan rumah tangga, itu nggak cuma kampung tengah alias perut terisi kenyang dan di bawah perut, kapan saja bisa kamu keluarkan biar lega, nggak sesederhana itu, kalian menikah di usia 18 tahun, selesai SMA langsung menikah, pacaran dari SMP, itu artinya sudah sebelas tahun kalian saling kenal satu sama lain, dan lima tahun hidup bersama nggak menjamin kalian bisa mengenal dan mengerti siapa pasangan kalian yang sebenarnya, karena masing-masing punya ruang rahasia yang sulit untuk di ceritakan, karena takut ada yang mundur teratur, meskipun sudah bersama dalam waktu yang cukup lama, tapi menurut ku, kalau sudah siap berumah tangga, segala konsekwensinya harus berani di hadapi" ucap Vani sahabat Jae dan Lani dari SMP, dan sekaligus psikolog, tapi tak pernah buka praktek, karena lebih nyaman melanjutkan bisnis toko bangunan milik orang tuanya.

"Datang besok ke toko bangunan ayahku, kalau pundak mu masih kuat bawa barang berat tentunya, hidup harus tetap berjalan bro, perut kalau lapar bawaannya emosi, dan lebih berat lagi, kalau hidup tanpa pegang uang sepeserpun, dari pada satu zak semen yang ada di pundak" ujar Vani lagi sembari menepuk pundak Jae.

Benar hidup harus tetap berjalan, gumam Jae dalam hati, dan untuk ruang kedua dalam hati, kalau yang punya hati tidak dengan sengaja membukanya untuk orang lain, tentunya selama-lamanya ruang kedua itu akan tetap tertutup selama-lamanya.

Jae pulang dengan senyuman, karena akhirnya dia besok mulai bekerja, meskipun akhirnya dengan menurunkan standar pekerjaannya, dari pegawai honor, berubah menjadi karyawan toko bangunan.

Lani tersenyum setelah membaca chat dari Vani tentang curahan hati Jae, yang ternyata takut Lani mendua, karena dia sudah di PHK, dengan pesangon yang kecil pula, tak cukup untuk bertahan lama, bahkan belum sampai tiga bulan, uang pesangon sudah habis, terlebih saat ini, Lani yang bekerja, sementara Jae hanya pengangguran yang hanya untuk membeli sebatang rokok saja, minta uang dengan Lani.

"Tak semudah itu untuk membuka ruang kedua di dalam hati untuk orang baru" gumam Lani sembari berjalan menuju penjual martabak, rasanya sudah lama dia dan Jae tidak makan martabak, karena harus berhemat, apalagi martabak spesial.

Hidup harus tetap berjalan, inti dari sebuah hubungan adalah kepercayaan, itu bagian terpentingnya, memang hidup tak kenyang hanya dengan cinta, jadi berpikir realistis saja, dan jangan sampai terlalu posesif dan curiga dengan pasangan, dan hati-hati untuk bercerita tentang masalah rumah tangga tentunya, urusan dapur dan kasur adalah hal yang sensitif, jika diceritakan dengan orang yang salah, akan menjadi bumerang suatu saat nanti, dan Lani bersyukur kalau Jae, curhat nya dengan Vani, karena secara Vani sahabat mereka, juga seorang psikolog, yang bisa membantu keduanya memecahkan masalah yang keduanya hadapi.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)