Flash
Disukai
2
Dilihat
15,222
Sitti Nurbaya di Abad Milenium
Drama

Kisah Sitti Nurbaya memang tak lekang oleh waktu. Cerita karangan Marah Roesli ini terbit di tahun 1922. Kalau dihitung dari sekarang berarti sudah seabad lebih cerita itu dibaca dan dikisahkan berulang-ulang.

Meski cuma fiksi, namun kisah Sitti Nurbaya tetap aktual dan menjadi gambaran utuh tentang nasib perempuan yang selalu tak punya pilihan dan tak berdaya karena kemauan orang tua. Kalau menentang, cap "durhaka" dan tak tahu diri pun akan disematkan dalam dirinya.

Itulah nasib perempuan yang tak bisa menentukan nasib dan keinginannya sendiri. Di abad milenium ini, perempuan-perempuan bernasib Sitti Nurbaya pun tetap ada dan terus berlangsung meski tokoh Sitti Nurbaya tersebut cuma rekaan semata.

Namun dalam dunia nyata, nasib Sitti Nurbaya tak bisa lepas dari nasib kaum perempuan itu sendiri. Itulah hal yang menjadi nyata. Tak jauh-jauh, dalam kerabat saya sendiri, ada yang bernasib seperti Sitti Nurbaya. Padahal dari segi pendidikan, keluarga kerabat saya itu sangat maju dan modern.

Anak-anaknya pun punya pendidikan dan pekerjaan yang sangat cemerlang. Wajar memang demikian karena sang bapak adalah seorang guru besar yang mumpuni dan keras dalam pendidikan anak-anaknya.

Didikan sang bapak memang tak sia-sia, semua anak-anaknya jadi "orang". Sayang, jodoh anak-anaknya pun sang bapak pula yang memutuskan. Bukan apa-apa, anak-anaknya merupakan harta tak ternilai meski dinominalkan dengan uang tak akan ada yang bisa menghargainya.

Sang bapak berpikir, tentu jodoh anak-anaknya pun harus berharga, berkelas, dan punya status maupun pekerjaan yang baik, terutama untuk anak perempuannya. Meski saya tahu sang bapak dulunya berasal dari keluarga miskin.

Terkadang orang lupa dari mana akarnya berasal. Walau anak perempuannya itu sudah punya kekasih hati pilihannya sendiri, namun sang bapak tak menyetujuinya, karena si pujaan hati tak punya pekerjaan yang berkelas dan status sosial yang tinggi.

Tercerailah akhirnya mereka. Sang anak perempuan pun fokus pada studinya. Dia belajar keras sepanjang sekolahnya hingga dia bertemu dengan laki-laki lain yang punya kriteria sesuai keinginan bapaknya. Mereka pun pacaran dan menikah, serta dikaruniai seorang putra yang tampan.

Prospek yang dimiliki laki-laki tersebut memang cukup bagus dan kelak bakal punya status sosial yang tinggi. Kalau sudah waktunya, pangkat si laki-laki bisa mencapai Jenderal. Maklumlah, dia lulusan akademi militer yang bergengsi.

Tak hanya itu, si anak perempuan pun sukses dalam karir dokternya, kloplah. Kalau dipadukan, mereka bakal punya kekayaan berlipat-lipat. Pernikahan itupun berlangsung selama 15 tahun. Ternyata, nasib menentukan lain.

Dasar keong racun, si laki-laki punya kelakuan tak baik, suka main perempuan, tebar pesona ke mana-mana hingga akhirnya dikeluarkan dari angkatan karena tindakan indispliner tersebut. Si anak perempuan pun minta cerai.

Kini, sudah setahun mereka cerai. Cinta lama pun bersemi kembali. Si anak perempuan bertemu kembali dengan kekasih pujaan hatinya yang dulu, cinta pertamanya yang kandas ketika SMA. Ternyata kekasih pujaannya pun sudah menjadi duda pula dengan dua anak.

Anehnya, mereka punya nasib yang sama, sama-sama diselingkuhi oleh pasangan masing-masing. Apakah ini jodoh? Ternyata "Tidak". Awalnya, hubungan mereka begitu mesra, telepon, sms, saling bertukar kabar tiada henti. Ungkapan sayang dan mesra selalu keluar dari mulut mereka. Mereka yakin, perjodohan ini kelak akan direstui oleh sang bapak. Apalagi keduanya sama-sama telah bercerai. Hubungan itu mereka lakukan secara diam-diam hingga akhirnya sang bapak mencium gelagat hubungan keduanya.

Si anak perempuan pun diultimatum, pilih si kekasih pujaan hati atau sang bapak. Kalau tetap pilih si pujaan hati, silakan hitung semua pengeluaran dan pemberian yang pernah diberikan si anak perempuan pada sang bapak, ibu dan adik-adiknya. Sang bapak akan ganti semuanya, setelah itu si anak perempuan dilarang berhubungan dengan sang bapak, termasuk ibu dan adik-adik si anak perempuan. Kalau si anak pilih sang bapak, putuskan hubungan dengan si kekasih pujaan hati.

Akhirnya, si anak perempuan memilih opsi atau pilihan kedua. Dia tak mau kehilangan sang bapak dan tak mau dicap anak durhaka dan tak berbakti sama orang tua. Cap-cap ini yang harus dia hindari walau dengan berat hati dia harus meninggalkan dan kehilangan si kekasih pujaan hati untuk kedua kalinya. Bagaimana dengan si kekasih pujaan hati? Dia terima semua itu demi cintanya. Life goes on, hidup terus berlanjut, dia tetap urus bisnis telurnya, urus dua anaknya, dan tetap ceria. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia sakit hati.

*****

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)