Cerpen
Disukai
20
Dilihat
19,486
Nyonya Indo dan Enam Anak Perempuannya
Drama

Waktu itu, tahun 70-an, Nyonya Indo adalah orang terkaya di kampungku. Orang-orang di kampungku belum punya TV full color, Nyonya Indo sudah punya, ukurannya 24 inci lagi, cukup besar kan. Orang-orang di kampungku belum punya mobil, Nyonya Indo sudah punya. Dia punya VW kodok buatan asli Jerman. Aku sempat bertanya pada Nyonya itu apa kepanjangan VW tersebut. Dia jawab dengan penuh percaya diri, "Volkswagen". Aku sangat senang dengan intonasi suaranya yang kejawa-jawaan itu.

Selain punya TV full color dan VW kodok, rumah Nyonya Indo juga sangat besar, tanahnya luas, dan di depan rumahnya terdapat lapangan. Setiap sore aku selalu bermain di lapangan itu bersama teman-teman sebayaku, termasuk anak perempuan bungsu Nyonya Indo yang bernama Ros. Bahkan setiap perayaan 17-an, lapangan itu suka dipakai untuk pertandingan bulu tangkis. Olah raga ini primadona orang-orang di kampungku gara-gara Rudi Hartono jadi juara All England untuk kedelapan kalinya. Aku juga suka membayangkan diriku akan menjadi seperti Rudi Hartono kelak 15 tahun kemudian.

Nyonya Indo punya enam anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Anak yang pertama bernama Surya, orangnya cukup temperamen. Kadang aku suka menyaksikan Nyonya Indo bertengkar dengan anak laki-laki satu-satunya itu. Pernah suatu kali aku melihat mereka bertengkar hebat di depanku. Bang Surya melempari semua barang yang ada di ruang tamu rumah mereka. Tindakan ini diikuti pula oleh Nyonya Indo. Aku tak tahu apa yang menjadi penyebab pertengkaran itu. Bang Surya, demikian aku menyebutnya, sudah duduk di bangku kuliah, namun kuliahnya tak pernah dia selesaikan.

Anak kedua bernama Ijah, aku menyebutnya "Kak Ijah". Kak Ijah orangnya baik, suka menemaniku ke dokter bersama ibu ketika aku sakit demam. Selanjutnya, anak ketiga dari Nyonya Indo bernama Sua, aku suka memanggilnya dengan sebutan "Kak Sua". Kak Sua juga mempunyai temperamen yang keras seperti Bang Surya.

Beberapa kali aku pernah melihatnya berbantah-bantahan dengan Nyonya Indo. Anak perempuan Nyonya Indo yang berikutnya bernama Oga. Aku memanggilnya dengan nama "Kak Oga". Kak Oga juga punya watak yang keras, namun tak separah Bang Surya dan Kak Sua.

Anak perempuan selanjutnya bernama Tiur. Tiur suka dipanggil oleh Nyonya Indo dan saudara-saudaranya yang lain itu dengan nama "Iur". Aku tak tahu pasti, apakah Iur anak perempuan Nyonya Indo yang tertua atau bukan. Namun sepertinya, Iur adalah kakak dari Kak Ijah, Kak Sua, dan Kak Oga. Aku tak berani dekat dengan Iur dan tak pernah mau menyebutnya dengan sebutan "Kak Iur". Iur sudah hilang ingatan, entah apa sebabnya Iur menjadi gila. Iur suka berbicara dan tertawa-tawa sendiri.

Yang paling buatku takut, Iur suka melempari batu pada orang-orang yang tak dia senangi atau kala lagi marah. Kata Nyonya Indo, dulunya Iur tak begitu. Gara-gara suatu kali Iur keluar rumah pas magrib-magrib, Iur kesambet setan. Demikian cerita Nyonya Indo pada orang-orang kampung.

Kemudian, anak keenam bernama Frida. Aku memanggilnya dengan sebutan "Kak Frida". Kak Frida adalah anak perempuan Nyonya Indo yang paling cantik. Matanya biru, rambutnya ikal kepirang-pirangan, kalau tersenyum pasti sangat manis karena Kak Frida punya lesung pipit di kedua pipinya, giginya pun berbaris rapi. Wajah Kak Frida lebih banyak meniru keluarga Bapaknya di Belanda.

Dan yang terakhir atau yang bungsu bernama Rosmita. Aku memanggilnya dengan nama "Ros" tanpa sebutan "Kak", maklum saja usia Ros sebaya denganku. Aku sudah bermain-main bersama Ros sejak usia balita. Sangking akrabnya aku dengan Ros, rumah Nyonya Indo sudah kuanggap sebagai rumah keduaku, dan kakak-kakak Ros sudah kuanggap kakak-kakakku sendiri. Malah aku dan Ros suka membayangkan kalau kelak di kemudian hari kami akan menjadi suami-istri. Aku dan Ros suka bermain peran, aku jadi bapaknya dan dia jadi ibunya, sedang teman-teman yang usianya di bawah kami, berperan sebagai anak-anaknya. Sungguh serius kami bermain peran itu jadi seperti sebuah keluarga sebenarnya. Suatu kali, kami berdua juga suka bermain dokter-dokteran, mengenal anatomi tubuh kami masing-masing.

Bang Surya, Kak Ijah, Kak Sua, Kak Oga, dan Tiur adalah anak-anak Nyonya Indo dari suami pertama, seorang Jawa tulen yang sederhana. Sedang Kak Frida dan Ros adalah anak-anak Nyonya Indo dari suami kedua.

Nyonya Indo sudah lama ditinggal mati suami keduanya, Tuan Indo. Tuan Indo seorang keturunan Belanda. Itulah sebabnya kenapa orang-orang di kampungku menyebut mereka itu dengan sebutan Tuan dan Nyonya Indo, karena Tuan Indo itu blasteran Belanda. Harta peninggalan keluarga Tuan Indo berlimpah, dia punya beberapa perkebunan yang sangat luas. Dulunya, Nyonya Indo itu bekerja pada keluarga Tuan Indo. Jadi bisa dikatakan Nyonya Indo itu adalah seorang pembantu. Nama Nyonya Indo itu sebenarnya adalah "Mia". Cuma nama panggilan itu yang kuketahui. Sebelum menikah dengan Tuan Indo, Nyonya Indo biasa dipanggil "Bik Mia" oleh orang-orang di sekitar lingkungan rumahku.

Dasar memang sudah nasib dan takdir, Tuan Indo jatuh hati pada Mia. Dia pun kemudian menyunting Mia. Keluarga Tuan Indo tentu saja tak menyetujui hubungan mereka. Apalagi kalau sampai ke jenjang pernikahan dan perkawinan. Masalahnya, selain Mia seorang pembantu, Mia juga seorang janda yang sudah mempunyai lima orang anak. Kalau mereka menikah, Tuan Indo harus ikut pula merawat anak-anak tirinya itu. Ketidaksetujuan keluarganya tersebut tak digubris Tuan Indo. Love is blind, cinta itu buta, Tuan Indo tetap menjalankan niatnya. Akhirnya, pernikahan Mia dan Tuan Indo pun berlangsung. Keluarga Tuan Indo pun menjauhi Tuan Indo. Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah Frida dan Ros.

Namun, kebersamaan Tuan Indo dan Nyonya Indo tak berlangsung lama. Tuan Indo keburu dipanggil yang maha kuasa karena penyakit jantungnya. Nyonya Indo pun mewarisi semua harta Tuan Indo. Dan dia menjadi janda terkaya di seantero kampungku. Sepanjang tahun, keenam anak-anak perempuan Nyonya Indo itu selalu merayakan pesta ulang tahunnya masing-masing. Pesta meriah pun digelar, termasuk perayaan ulang tahun Nyonya Indo sendiri. Berbeda dengan Bang Surya yang makin jauh hubungannya dengan Nyonya Indo.

Sebagai janda kaya, Nyonya Indo hidup berkecukupan. Perhiasan selalu melingkar di tubuhnya. Biar tak kesepian, dia pun banyak mengincar anak-anak muda untuk melampiaskan syahwatnya. Bahkan pacar anak-anak perempuannya sendiri pernah dia pacarin juga.

Nyonya Indo tak pernah memikirkan nasib kekayaannya kelak. Dia tak mau bekerja ataupun membuka usaha. Demikian pula dengan anak-anak perempuannya yang lain. Mereka sepanjang tahun senang berfoya-foya. Keluarga Tuan Indo di Belanda sebenarnya sudah meminta Frida dan Ros untuk hidup bersama mereka. Namun Nyonya Indo menolak mentah-mentah permintaan itu.

Gaya hidup Nyonya Indo yang demikian tentu saja akan medatangkan kesusahan. Oleh karena tak ada penghasilan dan usaha, untuk membiayai hidup anak-anaknya berikut gaya hidupnya juga, Nyonya Indo banyak menjuali harta peninggalan suaminya. Satu per satu hartanya dijual, mulai dari mobil, tanah perkebunan, hingga perhiasan berharga. Tanahnya yang luas di sekitar rumah besarnya, dia jadikan rumah kontrakan dan kos-kosan, untuk menambah penghasilan.

Ketika menginjak bangku SMP, aku tak begitu dekat lagi dengan Ros dan keluarga Nyonya Indo itu. Hubunganku makin jauh dengan keluarga mereka. Anak-anak perempuan Nyonya Indo yang sudah beranjak dewasa pun menikah satu per satu. Kak Ijah menikah dengan Bang Yunus, pacarnya yang ganteng. Mereka memiliki tiga orang anak. Saat aku duduk di bangku SMA, Nyonya Indo dan keluarganya pindah dari kampungku karena rumah dan tanahnya disita oleh rentenir untuk membayar hutang-hutangnya. Kehidupan Nyonya Indo pun berubah drastis.

Pas aku duduk di bangku kuliah, dari kabar-kabar angin yang kudengar, Kak Sua menikah dengan seorang pria pilihannya. Mereka berdua berdagang ikan di pasar, hidupnya pun susah dan morat-marit. Kemudian Kak Oga pun menyusul, dia menikah dengan seorang pria Padang dan menetap di kota tersebut. Namun, pernikahan Kak Ijah gagal, dia harus bercerai dari suaminya karena ketahuan berselingkuh. Sedang Nyonya Indo sendiri, makin tua dan renta, gigi-gigi emas yang dulu dibanggakannya kini sudah tak ada, dia menjadi nenek-nenek peot yang kurus dan tak terurus. Oleh karena penyakit ginjalnya yang kronis, dia pun menghadap Ilahi.

 Sama seperti kakak-kakaknya, Kak Frida pun tak mengalami nasib yang beruntung. Kecantikan dan keelokan tubuhnya, dia gunakan untuk hal lain, yang penting dapat uang. Dia pun menjajakan dirinya pada para lelaki. Demikian selentingan yang pernah kudengar. Praktik demikian sudah dia jalankan saat duduk di bangku SMA. Aku tak percaya dengan selentingan itu.

Akan halnya si Ros, teman kecilku itu, akhirnya dia tinggal bersama Kak Ijah. Setelah itu, aku tak pernah lagi mendengar kabar beritanya hingga sekarang. Bagaimana dengan kabar Bang Surya? Bang Surya setelah menikah dengan seorang wanita cantik yang pincang, dia seakan tak memedulikan kehidupan ibu dan adik-adiknya. Dia sibuk dengan keluarganya sendiri.

Yang lebih tragis lagi kehidupan si Iur, anak perempuan Nyonya Indo yang gila itu dibiarkan berkeliaran di jalan-jalan, dia tak terurus dan makin kurus, tubuhnya pun kumuh dan jorok. Pernah suatu hari aku bertanya pada Ibu tentang si Iur. Ibu memberitahuku, kabarnya si Iur sudah meninggal dalam kesendirian. Jasadnya ditemukan di sebuah pinggir jalan yang tertutupi ilalang, dan sudah membusuk. Agaknya, dia meninggal karena kurang gizi dan kelaparan.

*****

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)