Masukan nama pengguna
Nenekku dijuluki Nenek Cantik. Katanya, nenekku itu di masa mudanya memang sangat cantik, hingga digilai banyak kaum pria, termasuk kakekku. Setiap orang yang tinggal di lingkungan tempat tinggal nenekku pasti kenal beliau. Bahkan sampai ke ujung jalan dan pasar.
Mereka tak hanya mengenal nenekku dengan sebutan Nenek Cantik, tapi mengenal juga kebaikan dan keramahtamahannya, dan sangat dermawan meskipun hidupnya pas-pasan. Selain cantik, nenekku juga seorang perempuan mandiri. Itulah yang membuat banyak kaum pria tergila-gila dan kagum padanya.
Dari sekian banyak pria yang mengaguminya, entah kenapa, nenekku memilih kakek. Kakek seorang pria biasa, seorang pegawai rendah di keresidenan (pemerintahan). Gajinya pun tak seberapa. Bahkan kakekku itu pernah menikah dua kali sebelum menikahi nenek. Aku pun tak tahu kabar berita nenek-nenek tiriku itu.
Dari cerita yang pernah kudengar, katanya, ketika kakek sudah menikahi istri pertamanya, kakek pergi merantau ke negeri seberang, ke kota Malaka, Malaysia. Lama tinggal di negeri itu membuat kakek menikah lagi dengan wanita seberang itu. Demikian sepenggal cerita yang pernah kudengar.
Dari istri-istri sebelumnya tersebut, kakekku punya tiga anak, dua dari istri pertama, dan satu dari istri kedua. Dengar-dengar lagi atau listen-listen versinya Tukul Arwana, kakekku itu memang lelaki flamboyan.
Biasanya, lelaki flamboyan itu suka bertindak lebih untuk pencitraan dirinya, mudah memikat hati wanita (meskipun misalnya perilakunya tidak terlalu baik, tapi kakekku tak begitu), dan katanya seorang flamboyan suka berubah-ubah sesuai suasana jiwanya. Selain itu, kakekku juga modis/ikut fashion dan rapi/dandy. Namun yang lebih penting, kakekku sangat jujur dalam kerjanya.
Meskipun menerima gaji tak begitu besar, kakekku tak pernah kepikiran untuk korupsi. Mungkin inilah yang membuat nenekku menjatuhkan pilihannya pada kakek. Akhirnya mereka pun menikah.
Dalam pernikahan mereka, nenekku melahirkan 14 orang anak, ditambah tiga orang anak dari istri-istri kakekku sebelumnya. Kakek menikahi nenekku ketika kedua istri sebelumnya sudah tiada. Sedangkan aku adalah anak dari putri nenekku yang ke tujuh.
Selama menghidupi anak-anak yang berjumlah selusin lebih itu, nenekku turut serta mencari nafkah, karena kalau hanya mengharap dari penghasilan kakek bakal tak mencukupi. Akhirnya, nenekku pun rela membantu kakek mencari nafkah.
Oleh karena nenekku seorang wanita buta huruf, tak bisa membaca, bahkan angka pun dia tak kenal, nenekku tak bisa kerja di kantoran atau menjadi tenaga administrasi di kantoran. Menjadi pembantu rumah tangga orang pun bakal tak mencukupi kebutuhan keluarga nenekku setiap harinya.
Nenekku pun mencoba berdagang apa saja, karena kalau berdagang bisa mendatangkan keuntungan yang lumayan. Barang-barang yang diperdagangkan berasal dari orang-orang yang percaya pada kejujuran nenekku. Tanpa modal sepeserpun, nenekku bisa berdagang kain, baju, dan sebagainya. Puncaknya, nenekku dipercaya berdagang berlian dan perhiasan emas. Memang risiko tinggi menjual barang-barang berharga ini, namun dengan bekal doa dan kepasrahan sama yang Kuasa, nenekku menjalani usaha itu dengan aman.
Sebagai orang yang buta huruf dan angka, ada satu kiat yang diterapkan oleh nenekku. Untuk mengetahui nilai nominal dari suatu uang, nenekku pun cukup menghapal warna-warna uang tiap nominalnya, biar tak ditipu orang. Setiap ada orang yang menjahilinya, nenekku memanfaatkan keluguan dan kebodohannya, hingga orang jadi bersimpati padanya.Bagus ya kiatnya.
Selama menjalani usaha perdagangannya, nenekku kerap meninggalkan rumah, bahkan sampai ke negeri Malaka juga. Namun meskipun demikian, nenek tak pernah lupa melayani kakek sebagai suami pilihannya.
Hidangan makan dan minum kakek selalu beliau sediakan sebelum keluar rumah. Sedang tiap anak yang sudah besar atau cukup dewasa diserahi tugas membersihkan rumah dan menjaga adik-adiknya yang masih kecil.
Setiap anak mendapat tanggung jawabnya masing-masing, apabila tanggung jawab itu tak dijalankan dengan baik, nenek akan marah besar, apalagi kalau sampai melawan kakek. Walau kakek tak bisa menghidupi keluarganya dengan total, namun nenek tetap menghormati dan menyayanginya.
Perjuangan nenek tak sia-sia, anak-anaknya kini banyak yang berhasil, ada yang jadi dokter, guru besar, dan sebagainya. Dan nenek dapat dengan tenang meninggalkan dunia ini. Tahun 1983, nenek menghembuskan nafas terakhirnya akibat serangan kanker paru-paru yang dideritanya. Namun semangatnya tetap terpatri ke anak cucunya, termasuk aku.
*****