Masukan nama pengguna
Peringatan Darurat untuk Seniman Biru seperti kau! Berdarah Biru! Jangan mentang-mentang warna darah kau itu biru, maka membuat kau terlindungi di negeri ini, lalu kau berkoar-koar dalam karya-karya kau! Kaca mobil suami kau pecah tertimpuk batu oleh massa yang panas karena kata-kata pada karya kau!" teriak suara laki-laki bersepatu lars hitam itu.
Wanita berkebaya biru itu tak bergeming. Sorot mata tajamnya agak sayu dan menyimpan lelah. Dia berani, tetapi bosan. Dia lantang, tetapi mengantuk. Dia rindu, tetapi kesal juga dengan suaminya yang melaporkannya.
"......," Diam itu katanya emas. Maka dari itu, si seniman memilih tak membuka mulut.
"Ya sudah! Pulanglah!" melihat laki-laki yang duduk di belakang wanita berkebaya biru itu sudah menyalakan rokok, laki-laki bersepatu lars itu pun menyudahi interogasi.
Setelah bangkit dari kursi, wanita berkebaya biru itu dibukakan pintu oleh laki-laki perokok itu. "Bapak sudah menunggu Anda," ucapnya agak menunduk pada si seniman.
Di ruang tunggu kantor petugas, memang sang suami sudah menunggu.
"Sudah selesai interogasinya? Tak dibentak, kan?!" tanya suami si seniman dengan nada bicara yang lembut.
Seniman itu tersenyum kecil seraya membetulkan letak penjepit dasi bersimbol suatu instansi yang melekat di dasi hitam suaminya, "Rupanya ada adrenalin tersendiri ketika dicecar banyak pertanyaan di bawah lampu temaram dan gaung suara lantang mereka! Aku jadi terpikirkan untuk berkarya baru lagi."
"Dan selamat karena karyamu yang lama begitu berkesan dan menggerakan keberanian masyarakat luas!" timpal sang suami, "Karena kalau tidak, kaca mobilku tak akan pecah karena mereka lempari batu!"
"Kau marah?" tanya si seniman seraya mengerlingkan mata.
"Tidak! Mari kita melanjutkan pekerjaan masing-masing!" responsnya seraya menggandeng tangan istrinya keluar kantor petugas yang berwajib.