Masukan nama pengguna
"Kalau Akang teh awal tahun ini bakal berangkat kerja di kapal pesiar, pokoknya jangan lupa sama Neng di belahan laut mana pun," sambil menahan air mata untuk menetes deras, gadis berusia tujuh belas tahun yang paling geulis di desanya itu berusaha tegar di depan kekasihnya. Ketakutannya jadi bertambah besar karena kepergian kekasihnya ini. Abahnya yang seorang Pak Kades itu pasti akan semakin gencar menjodohkannya dengan laki-laki lain.
Sang kekasih, remaja tanggung yang sama-sama berusia tujuh belas tahun itu tetapi dipanggil "Akang" oleh kekasihnya itu hanya mengangguk, tak ada kata-kata yang bisa dia lontarkan. Lolos seleksi pelatihan kru kapal pesiar yang diadakan melalui program kerja sama antara SMKnya dengan sebuah perusahaan pelayaran multi nasional adalah sebuah kejutan besar yang dia dapatkan di awal tahun ini. Dia tak menyangka dapat menggenggam mimpi itu dengan mudah. Akan tetapi, ketika lolos dalam program begini, dia jadi bingung setengah mati. Salah satu alasan si remaja mungkin karena harus meninggalkan tambatan hati geulisnya.
"Jangan mabok di kapal, atuh, ya, Kang!" Wajah cantik Neng mulai memerah menahan tangis.
"Mudah-mudahan, atuh, Neng. Sekarang saja, Akang teh mulai hilang pusingnya kalau nyeberang Selat Sunda pakek Ferry ke Sumatra,"
"Yeeee, Kang. Bukan mabuk perjalanan seperti itu, atuh. Mabuk karena minum alkohol maksud Neng, mah,"
"Astagfirullah aladzim, Neng!" Remaja laki-laki itu mengusap dada cekingnya, "Istigfar atuh, Neng! Kapan Akang minum-minum begitu? Percuma atuh Akang shalat? Kalau minum sedikit saja, sudah enggak diterima shalat Akang 40 hari."
"Yaaa, siapa tahu, atuh, Kang? Barengan sama tamu. Akang tergoda nyoba. Jangan tersinggung!"
"Insya Allah enggak minum-minum begitu, Neng!"
"Makan di kapal nanti juga yang halal atuh Kang!"
"Pasti! Insya Allah!"
"Shalat tetep harus lima waktu!"
"Siap! Teteup atuh lima waktu Neng Geulis! Tambah sunah dan tahajud sepertiga malam buat doain Neng juga!"
"Hehehe! Nuhun, Kang!"
"Apalagi?" si Remaja seolah menantang persyaratan lain dari kekasihnya. Dia yakin saja jika dia sanggup memenuhinya.
Dengan pipi merona merah, gadis remaja alias si Neng itu pun berkata, "Jangan lupain, Neng!"
"Iyalah, Neng! Nanti ada sinyal atau enggak, Akang selfie foto di kapal terus kirim ke chat Neng!"
"Setiap hari, ya, Kang? Kirimin Neng fotonya Akang," pinta gadis berambut panjang itu dengan wajah semringah.
"Setiap hari!" seru si remaja tanggung dengan mantap.
"Janji Akang enggak terpikat tamu di kapal yang geulis-geulis pisan? Ada bule ceunah? Atau cewek-cewek Asia yang mukanya mungkin kayak Blackpink atau imut-imut kayak cewek Jepang?"
"....," si Akang hanya diam mematung.
"Iiiih, buat pertanyaan yang ini kenapa Akang teh diem wae? Enggak ngomong Insya Allah lagi?"
"Beda atuh kalau ini, Neng!"
Kedua mata si Neng jadi membelalak, "Iiih beda naon?"
".....," si Akang malah senyum-senyum sendiri.
"Beda naon? Iiih Akang, maaah! Harus setia!"
"Becanda! Iya, Neng! Insya Allah hati Akang enggak beralih! Meski yang lewat depan Akang itu nanti Bella Hadid atau Kendall Jenner!"
"Ih Akang, mah!"
Percakapan di atas menguap begitu saja di hadapan pemandangan laut di malam hari. Tak terasa sudah tiga tahun berlalu. Tiga tahun aku bekerja di kapal. Tiga tahun pula aku merasa hubungan kita jadi terombang-ambing seperti kapal di tengah laut tanpa nakhoda.
Ditemani langit hitam berbulan purnama, aku melamunkan kisah silam kita yang masih kuingat di benak.
Ting! Ting! Ting!
Notifikasi ponselku tak berhenti mengalihkan perhatian. Memang baru sekarang aku mendapatkan sinyal. Lantas bertubi-tubi pula kuterima ucapan permintaan maafmu, kiriman voice note, dan undangan pernikahan. Ternyata, belum tentu yang pergi itu berpindah hati, dan yang berdiam diri itu menanti.
Belum tentu.