Masukan nama pengguna
"Chúc ngon miệng," ucap seorang yang duduk di meja sebelahku. Belakangan baru aku ketahui dari google translate bahwa artinya adalah "Selamat Makan".
"Thank you," anggukku yang sebenarnya sudah menyiapkan diri untuk merespons dengan Bahasa Vietnam. Namun, seketika aku lupa melontarkannya.
Kuaduk makananku dengan sumpit. Uap dari semangkok Beef Pho ini menyentuh hangat pipiku. Aroma gurihnya sempat tercium indera penciumanku. Ada sari ketumbar, daun bawang, bombay, kaldu sapi, dan kesegaran rawit serta mint yang terhirup, kemudian menggugah selera untuk dinikmati.
Hanoi sore tadi hujan. Meski saat ini sudah mulai berhenti. Akan tetapi, menikmati makanan hangat khas setempat tetap menjadi pilihan saat ini. Aku selalu menyempatkan diri untuk mencicipi setiap makanan khas suatu tempat. Selain menambah wawasan tentang perbumbuan, entah hal ini sering menjadi jembatanku memahami warisan budaya dan leluhur mereka sejenak.
Sejauh-jauhnya kedua kaki ini melangkah, mata ini memandang, mulut ini melontarkan bahasa setempat, serta lidah ini menyantap makanan khas, ada satu kesimpulan yang membuatku semoga saja semakin merunduk.
Apa itu?
Membayangkan bahwa Tuhan punya banyak waktu untuk semestaNya yang luas dan makhlukNya yang banyak. Bahkan di mana pun serta di masa kapan pun.
Semangkok Beef Pho yang pada akhirnya sampai kunikmati kini, tentunya tak terlepas dari nikmat dan seizinNya. Tak ada alasan untuk mendustakan rahmatNya. Tak ada.