Masukan nama pengguna
“Cupid! Berhentilah memanah hatiku! Luka dari bekas panah sebelumnya saja belum kering!” protesku pada anak kecil bersayap yang tiba-tiba saja bisa kulihat. Dia menggenggam busur yang anak panahnya sudah siap dia lepaskan.
“Loh? Kau tidak suka?” tanya si cupid berpipi merah itu.
“Aku lebih bahagia tanpa ada panah kau di hatiku!” ungkapku.
“Berhentilah memarahi cupid! Aku yang menyuruhnya untuk memanah!” seru seseorang yang suaranya berasal dari belakangku.
“Siapa kau?” Aku pun langsung menoleh ke belakang.
“Hanya tamu yang sedang menunggu pintu dibuka setelah aku mengetuknya,” ucapnya yang setelah itu diakhiri dengan langkah seribu yang tak dapat kuprediksi tujuannya.
Sungguh misterius, tetapi untungnya tak kuanggap serius.