Cerpen
Disukai
3
Dilihat
18,215
Putri Beras Merah
Drama

Semenjak Juragan Pak Tani Mahadewa Soetjokro tewas, suasana tentram Desa Dewi Padi berubah menyeramkan. Malam bagaikan makhluk jahat yang selalu memantau setiap warga desa. Sampai-sampai, tak ada orang yang berani meninggalkan rumah. Berkumpul bersama keluarga mungkin jauh lebih baik.

Di sekitaran persawahan barat, tepatnya daerah sawah beras merah, orang-orangan sawahnya ternyata tidak semuanya sungguhan.

Apa maksudnya?

Maksudnya adalah orang-orangan sawah itu seolah wara-wiri dan dapat berjalan sendiri. Hal ini tentu semakin membuat warga desa ketakutan. Selama ini, tak pernah ditemukan hal magis berlangsung.

Dari ratusan orang-orangan sawah yang dapat hidup itu, ada empat sosok yang paling ditakutkan. Mereka berempat sering berdiri di sekitar rumah sang Putri Beras Merah. Mereka berempat mengayunkan kaki serabutnya dan merokok dengan tenang. Bayangan topi caping yang menutupi wajah menakutkan mereka sungguh menambah kemisteriusan. Kedatangan mereka sering ditandai dengan bunyi gagak yang sering mengingatkan para warga desa dengan simbol kematian dini.

Asal-muasalnya kedatangan para orang-orangan sawah palsu atau magis ini sepertinya ketika senja pamit dari langit. Seolah orang-orangan sawah di sawah beras merah bergerak, berubah menjadi manusia, dan siap meneror warga desa. Beberapa hal yang dilakukan memang tak sampai merenggut nyawa, tetapi sungguh membingungkan dan memuakkan ketika melihat kepala ternak milik warga tergantung di tengah sawah, seolah menggantikan posisi orang-orang sawah.

Peristiwa ganjal ini membuat Putri Beras Merah yang dipercaya mendiang ayahnya,

Juragan Pak Tani Mahadewa Soetjokro, untuk mengurusi sawah Beras Merah mulai memperhatikan orang-orangan sawahnya setiap harinya. Dia adalah putri kedua dari keempat saudarinya. Sesuai dengan warna favoritnya, yaitu merah, Putri Beras Merah begitu berani, bergairah dalam melalui hidup, dan tentu saja tidak cepat sedih atau khawatir.

Semua pemeriksaan orang-orangan sawah ini dilaksanakan oleh Sang Putri Beras Merah seorang diri. Dirinya yang seorang perempuan tidak membatasi ruang geraknya. Padahal, dia tak sadar bahwa selama ini, tak hanya manusia-manusia jahat itu yang memantaunya, tetapi juga seorang petani tampan, ulet, dan sama bersemangatnya dalam hidup seperti Sang Putri Beras Merah.

"Namaku Satria, Wahai Sang Putri Beras Merah yang kuhormati, hargai, dan kagumi," ucap petani tampan itu seraya membungkukkan sedikit badannya pada suatu pagi. Kala itu, Sang Putri Beras Merah hendak mengontrol persawahannya. Apalagi, untuk orang-orangan sawahnya.

"Salam kenal, Satria," sambut Sang Putri Beras Merah dengan suara tegas tetapi menarik dengan sorot mata yang tajam tetapi lentik. Meski cara bicaranya tidak selembut kebanyakan wanita muda di desanya, bukan berarti Satria melihatnya sebagai suatu kekurangan. Hal ini justru adalah daya tarik Sang Putri.

"Jika Sang Putri Beras Merah berkenan, saya ingin menawarkan bantuan untuk saat ini," tambah Satria dengan sorot mata yang tak kalah tajam, tetapi tak mengancam.

Malah justru, untuk saat ini, Sang Putri Beras Merah merasa tak serisau biasanya. Tampaknya, Satria bisa diandalkan. Memang, dia belum mengenal jauh, tetapi seingatnya, mendiang ayahnya sering menyebut namanya kala meminta bantuan mengenai sawah Beras Merahnya. Singkat cerita, jika kesimpulan ingin ditarik, berarti Satria tak hanya sekedar pekerja di sawahnya bagi Pak Mahadewa, dia bisa menjadi orang kepercayaan dan penjaga untuk keluarga Pak Mahadewa.

"Apa tawaran bantuanmu?" tanya Sang Putri Beras Merah.

"Saya akan menemani Anda selama memantau orang-orangan sawah di sini," ungkap Satria, "Apalagi untuk malam hari yang sewaktu-waktu bisa tak aman."

Sesuai dengan namanya "Satria", Sang Putri Beras Merah merasa sedang diayomi oleh seseorang. Seseorang yang betul-betul tidak dia curigai sama sekali di tengah situasi menyeramkan ini. Namun, dirinya tetap tergerak ingin menanyakan sesuatu kepada Satria.

"Apa yang bisa saya berikan kepadamu, Satria?" selidik Sang Putri Beras Merah, "Apakah aku harus memberimu upah setiap kali kau menemaniku?"

"Eee, tak usah, Sang Putri! Tak usah!" Pemuda bertubuh tinggi atletis dan berikat kepala merah itu tampak panik. Terasa di hati Sang Putri Beras Merah jika Satria tak berupaya mencari untung dalam soal materi.

Kebaikan atau ketulusan hati Satria ini perlahan mendulang rasa ingin tahu Sang Putri Beras Merah. Kedua mata lentiknya mulai memperhatikan Satria dari ujung kaki ke ujung kepala. Satria yang mengenakan pakaian serba merah seolah menunjukkan kesamaan nilai bagi Sang Putri Beras Merah. Dia merasa jadi menemukan belahan jiwanya.

"Mengapa tak usah, Satria?" seru Sang Putri Beras Merah. Meski hatinya mulai tertarik pada pemuda itu, dia tak ingin langsung memperlihatkannya. Dia betul-betul ingin tahu maksud Satria tak ingin menerima apa pun dari tawaran bantuannya itu apa.

"Memang tak usah," senyum Satria begitu manis.

"Tapi, aku perlu tahu!" timpal Sang Putri Beras Merah. Dia mencoba mendekati Satria. Langkah kakinya yang spontan dan meyakinkan sungguh membuat Satria kikuk, tetapi dia tak berniat sedikit pun untuk memundurkan langkah kakinya.

"Karena manfaat Beras Merah bagiku dan keluargaku," respons Satria begitu spontan, "Bahkan tak hanya aku dan keluargaku, tetapi pasti seluruh warga desa."

"Karena semuanya jadi punya pendapatan?" tanya Sang Putri Beras Merah.

Mendengar perkataan Sang Putri Beras Merah, tentu saja Satria terkejut, "Bukan hanya manfaat ekonomi, tetapi juga khasiat dari beras merah itu."

"Sungguh?" selidik Sang Putri Beras Merah sembari memiringkan kepala.

Dengan penuh percaya diri, Satria mengangkat dagu dan sedikit membusungkan dada, "Aku adalah tulang punggung keluarga! Ayahku sedang sakit dan adikku masih kecil-kecil! Berkat mengonsumsi beras merah, aku merasa jarang sakit dan badanku terasa segar. Kebaikan mendiang ayah anda untuk memproduksi beras merah ini bagi kami tak terbalas dengan apa pun. Dari lubuk hati terdalamku, aku mengucapkan terima kasih kepada keluarga Anda."

Sang Putri Beras Merah yang begitu berani, kuat, dan bersemangat dalam hidup tentunya jarang menangis. Terharu pun hanya sesekali. Namun, apa yang dikatakan oleh Satria ini sungguh membuat kedua matanya berkaca-kaca. Bahkan, tak hanya terharu. Paparan Satria tersebut seolah memicu semangat di hati Sang Putri Beras Merah. Atau tepatnya, hati yang kian semangat. Dia juga jadi merindukan ayahnya. Doa tak pernah putus dipanjatkan untukNya.

Sejak saat itu, Sang Putri Beras Merah tak takut melewati malam untuk memeriksa beberapa orang-orangan sawah di desanya. Menariknya, dia menemukan fakta bahwa ketika malam datang, tidak semua orang-orangan sawah berubah menjadi manusia. Ada saja yang tersisa di hamparan sawah.

"Berarti bisa jadi, justru para manusia jahat itu yang menyamar menjadi orang-orangan sawah! Tak ada hal magis di sawahku!" bisik Sang Putri Beras Merah kepada Satria. Terkenal paling bersemangat dan penuh gairah hidup, gadis ini tentunya paling pantang khawatir dan overthinking.

Lalu seketika, Satria jadi punya ide, "Wahai Putri Beras Meras, untuk meminimalkan ketakutan warga akan orang-orangan sawah, bagaimana jika kita membuatkan acara malam hari untuk warga desa?" dia begitu antusias memberi usul kepada atasan barunya, Sang Putri Beras Merah. Diam-diam, Satria tertarik dan jadi lebih bersemangat bekerja.

Sang Putri Beras Merah pun menyambut ide itu. Sebuah upacara merancang Orang-Orangan Sawah Raksasa akhirnya terlaksana. Para warga desa pun menyambut dengan antusias. Kini, mereka tak lagi terpencar dan sendirian di rumah masing-masing. Semua kegiatan terpusat di persawahan dan ramai. Ketakutan pun sirna karena kebersamaan.

Sejak saat itu, Putri Beras Merah mengakui dirinya jadi lebih bersemangat mengurusi sawah Beras Merahnya. Dia sering mengucapkan terima kasih kepada Satria dan berharap dapat selalu bersama melalui semuanya. Lagipula, Sang Putri juga yakin bahwa teror ini tak selesai sampai di sini.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)