Cerpen
Disukai
0
Dilihat
12,108
Putri Beras Cokelat
Drama

Bagi si Bungsu Putri Beras Cokelat, kepergian ayahnya untuk selamanya, berarti kehilangan kasih sayang terbesarnya.

Mengapa demikian?

Hal ini dikarenakan, kasih sayang yang selama ini mengalir di hidup Putri Beras Cokelat berbeda dengan kasih sayang yang mengalir di hati dan jiwa ketiga kakaknya, yaitu Putri Beras Hitam, Putri Beras Merah, dan Putri Beras Putih. Ketika Putri Beras Cokelat hadir di dunia ini, membuka mata kepada semesta untuk pertama kalinya, Sang Ibunda menghembuskan napas terakhirnya. Jadi memang bisa dikatakan bahwa Sang Ibunda berpulang karena melahirkan Putri bungsunya, yaitu Putri Beras Cokelat. Berarti dapat disimpulkan bahwa Putri Beras Cokelat adalah satu-satunya anak dari Pak tani Mahadewa yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, seperti ketiga kakaknya.

Situasi dan kondisi yang berubah di keluarganya tersebut membuat Pak Mahadewa berpikir untuk memberikan perhatian, cinta, dan kasih sayang yang lebih kepada Putri Bungsunya. Hal ini dikarenakan, dia berpikir bahwa Putri Bungsunya ini hanya memiliki satu orang tua. Bukannya Pak Mahadewa tidak sayang dengan ketiga Putri lainnya, tetapi memang secara sengaja maupun tidak sengaja, dia memberikan perhatian khusus. Sebagai seorang ayah, Pak Mahadewa juga tidak membebankan tugas seorang ibu kepada ketiga putri lainnya yang beranjak remaja.

Banyak juga rekan-rekan tani Pak Mahadewa yang mengatakan mungkin sudah saatnya juragan tani ini harus mencari pengganti istrinya. Namun, Pak Mahadewa juga tidak bisa memaksakan perasaannya. Dia belum mencintai siapa pun selain mendiang istrinya. Jadi, dia berpikir biarlah kesehariannya dilalui oleh keempat putrinya. Sebaliknya, keempat putrinya juga biarlah mendapatkan kasih sayang orang tua hanya dari dirinya sebagai seorang ayah, tak perlu tambahan ibu tiri.

Perubahan kondisi dan situasi di keluarga kecil Pak Mahadewa juga tentu saja merubah kebiasaannya sebagai seorang ayah kepada putrinya. Ada satu ritual baru yang dilakukan oleh Mahadewa kepada Putri Beras Cokelat yang tidak dilakukan kepada ketiga putri sebelumnya, yaitu mendongengkan sebelum putrinya itu tertidur di malam hari. Sebelumnya, sang ibu pun tidak terlalu sering juga mendongengkan ketiga kakaknya. Pak Mahadewa pun demikian. Jadi bisa dikatakan, bahwa tradisi mendengarkan dongeng sebelum tidur di malam hari hanya dirasakan pada masa kecil si bungsu Putri Beras Cokelat.

Kadang-kadang, ketika Pak Mahadewa mendongengkan cerita kepada putri bungsunya, ketiga kakaknya sering mengintip di balik pintu kamar. Akan tetapi, mereka bertiga sama sekali tidak memiliki perasaan iri, perasaan ingin didongengkan juga, atau marah-marah. Mereka bertiga malah simpatik kepada adik bungsunya karena sama sekali tidak merasakan kasih sayang seorang ibu. Putri Beras Hitam masih ingat bagaimana ibu menyisir rambutnya dengan penuh kasih sayang. Putri Beras Merah masih ingat bagaimana ibu setiap pagi selalu memotivasi dirinya dengan lembut untuk menyambut hari. Putri beras Putih juga tidak akan pernah lupa bagaimana ibu mengajarkannya untuk selalu menyayangi sesama manusia, hewan, dan tentu saja padi yang menjadi sumber penghasilan di tempat kerja ayah dan ibunya. Tentu saja semua ini tidak bisa didapatkan oleh si bungsu Putri Beras Cokelat.

Pak Mahadewa kadang-kadang menyadari kehadiran ketiga putrinya dan mengatakan bahwa lebih baik ketiga kakaknya juga ikut mendengarkan dongeng. Meski sudah remaja, ketiga kakaknya juga mengikuti Putri Beras Cokelat untuk mendengarkan dongeng ayahnya. Di sinilah, kadang-kadang canda tawa bergulir. Keluarga kecil ini benar-benar bahagia.

Namun, kepergian Pak Mahadewa, ternyata mempunyai dampak yang besar bagi Putri Beras Cokelat yang selama hidup hanya merasakan satu orang tua, tidak seperti ketiga kakaknya. Dapat dikatakan bahwa diantara ketiga kakaknya, dialah yang menaruh kesedihan di hati yang paling besar dan paling dalam. Tentu saja, salah satu kehilangan itu termasuk kasih sayang yang terpancar ketika sang ayah mendongengkan kisah tentang Peri Padi sewaktu Putri Beras Cokelat masih kecil.

Ya, Peri Padi adalah salah satu judul cerita yang didongengkan oleh Pak Mahadewa kepada Putri Beras Cokelat. Kisah ini bercerita tentang seorang peri yang selalu berteberangan di atas persawahan suatu desa. Sejak kehadiran peri cantik dengan wajah lucu ini, padi-padi di sebuah desa tersebut tumbuh subur dan menaruh gizi yang besar bagi masyarakat desa.

Para petani pun senang dengan kehadiran Peri Padi di sawah tersebut karena peri ini begitu ramah dan senang bermain dengan anak-anak para petani. Hal ini membuat para petani tidak perlu lagi meninggalkan anak mereka sendirian di rumah dengan perasaan yang was-was. Peri Padi dapat membuat anak-anak petani itu tidak lagi melihat sawah hanya sebagai tempat kerja kedua orang tuanya dan mereka tidak melakukan apa-apa, tetapi arena bermain yang indah dan mereka bisa tertawa, berlarian dan mengejar kupu-kupu dengan perasaan yang bahagia.

Para petani pun senang sekali dengan Peri Padi. Peri Padi tentu saja tokoh fiktif yang diciptakan oleh Pak Mahadewa dalam dongengnya kepada putri bungsunya, Putri Beras Cokelat. Tanpa ada yang mengetahui, lama-lama cerita tentang Peri Padi ini benar-benar merasuk di hati, pikiran, dan jiwa Putri Beras Cokelat. Saking sukanya dengan cerita ini, Putri Beras Cokelat selalu berharap Peri Padi hidup dan dapat menjadi teman mainnya. Jika Peri Padi benar-benar ada, pasti Putri Beras Cokelat akan selalu ikut ayahnya ke sawah. Dia tidak akan ditinggal sendirian di rumah, karena ketiga kakaknya pada waktu itu sudah masuk sekolah.

Di tengah kesedihannya seperti saat ini, sedewasa saat ini, rupanya Putri Beras Cokelat jadi teringat lagi dengan impian masa kecilnya itu, yaitu adanya kehadiran Peri Padi. Setiap malam Putri Beras Cokelat menangis sesenggukan dan memanggil nama ayahnya yang telah meninggal, dan tentu saja nama Peri Padi. Sampai akhirnya, Peri Padi benar-benar datang. Sayap hijaunya sampai menarik langit menghasilkan aurora yang ternyata melancarkan fotosintesis tumbuhan di sekitar desa. Termasuk kesuburan padi di persawahan Putri Beras Cokelat.

Semuanya persis seperti apa yang pernah diceritakan oleh Pak Mahadewa Sang Ayahanda kepada diri Putri Beras Cokelat, yaitu semenjak kehadiran Peri Padi, kesuburan padi, tanaman, dan bunga-bunga di suatu desa menjadi begitu subur. Lalu, Putri Beras Cokelat pun menyapa Peri Padi yang kini nyata di hadapannya. Ternyata, wujud Peri Padi sesuai dengan apa yang ada di pikiran Putri Beras Cokelat, yaitu cantik, baik, lucu, dan ramah. Bedanya dalam khayalannya Putri Beras Cokelat, Peri Padi masih anak-anak, tetapi kalau yang kini ada di hadapannya sudah dewasa. Mungkin ceritanya mengikuti usia Putri Beras Cokelat itu sendiri.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa semenjak Pak Mahadewa pergi untuk selamanya, keempat putrinya tidak tinggal bersama. Karena empat putrinya diberikan tanggung jawab yang berbeda terhadap sawah yang dimiliki oleh Pak Mahadewa. Untuk Putri Beras Cokelat, dia mendapatkan tanggung jawab untuk mengurusi sawah Beras Cokelat di bagian selatan. Di samping sawahnya ada rumah, di situlah Putri Beras Cokelat tinggal sendirian. Namun, semenjak ada Peri Padi, peri ini pun tinggal di sana. Putri Beras Cokelat merasa mempunyai teman berbincang, makan, minum, bekerja di sawah atau hanya sekedar menatapi senja dari jendela rumah.

Sejak ini, memang Peri Padi tak hanya menjadi kawan Putri Beras Cokelat, tetapi juga membantunya mengurusi sawah Beras Cokelat, peninggalan sang ayah yang kini kelewas subur. Sampai Praja, salah satu petani yang juga merupakan teman kecil dari Putri Beras Cokelat, menyadari satu hal. Indra keenamnya mengatakan bahwa Peri Padi hanyalah roh jahat dari manifestasi harapan semu masa kecil Putri Beras Cokelat beserta energi kesedihannya.

Buru-buru saja, Praja menyampaikan semua itu kepada Putri Beras Cokelat. Dia tidak menghiraukan jika Putri Beras Cokelat marah atau menentangnya. Memang sudah menjadi kepribadian Praja bahwa jika dia meyakini sesuatu, dia harus bersikap tegas dan membenarkan apa yang dia pikirkan.

Lalu setelah mendengarkan pernyataan dari Praja, entah bodoh atau tidak sabar, Peri Padi menunjukkan wujud aslinya dan menyerang Praja di depan Putri Beras Cokelat. Putri Beras Cokelat langsung terkejut karena wajah cantik dan lucu Peri Padi kini berubah begitu menyeramkan. Matanya berubah hijau, padi yang menggantung di atas kepalanya berubah menjadi layu dan penuh ulat. Sungguh menjijikan!

Akhirnya, Putri Beras Cokelat pun membantu Praja. Walaupun Praja tidak selalu ada di sisinya, lelaki ini tidak pernah mempunyai motif buruk kepada Putri Beras Cokelat seperti halnya si roh jahat ini. Kemudian, Putri Beras Cokelat dan Praja menghadapi roh jahat yang menjelma menjadi Peri Padi. Setelah berhasil dikalahkan, memang hasil padi di Desa Dewi Padi berubah tidak sebagus sebelumnya, tetapi masyarakat masih bisa menggarap dan mengambil manfaatnya.

Di saat inilah, Praja membisikkan sesuatu kepada Putri Beras Cokelat, "Tampaknya aku tahu siapa yang mengirimkan roh jahat ini kepadamu, Wahai Putri Beras Cokelat."

"Siapa?" tanya Putri Beras Cokelat.

Lalu Praja pun menjawab, "Lawan dari ayah Sang Putri. Seorang petani juga yang kemarin-kemarin aku dengar juga berusaha untuk menghancurkan sawah-sawah ketiga kakakmu."

Mendengar penjelasan dari Praja yang mempunyai indra kenam tersebut, memang Putri Beras Cokelat belum 100% percaya, tetapi pernyataan dari Praja ini membuatnya tergerak untuk mengunjungi ketiga kakaknya yang kini bertempat tinggal di kawasan yang berbeda-beda. Dia berpikir jika dirinya dan ketiga kakaknya bisa berkumpul dan saling mengumpulkan pendapat, pasti bisa melawan musuh-musuh mendiang ayahnya. Memang tidak ada yang bisa melawan kekuatan jahat selain kebersamaan yang saling mendukung, mencintai, dan penuh kasih sayang.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)