Flash
Disukai
3
Dilihat
15,327
Politik Berkesenian
Drama

Kantor partai politikku bersebelahan dengan sebuah art gallery Renaissance yang sering memutar lagu Jazz.

Di lantai atas, ada perpustakaan dengan pengharum ruangan almond dan home theatre kecil yang bisa memutar film dari era manapun yang kau mau.

Betul-betul surga dunia bagiku.

Tentunya setelah melewati rentetan neraka di sebelah.

“ANDA SUDAH MENGKHIANATI PARTAI!”

“SIAPA YANG MENGKHIANATI?! SAYA PUNYA BUKTI BAHWA SEMUA GAGASAN INI DARI ANDA!”

“OMONG KOSONG!”

“ANDA YANG MENJEBAK SAYA!”

“MENJEBAK APA?! BICARA HARUS PAKAI BUKTI!”

Orang-orang berteriak.

Satu sama lain menyikut untuk mempertahankan kekuasaan.

Namun, aku harus tetap berada di sana.

Harus tetap .…

Berada di sana.

“Kalau anda tiba-tiba keluar ruang rapat seperti tadi, justru itu yang dinginkan oleh mereka. Mereka itu pura-pura bertikai,” ketika hatiku sedang tentram memperhatikan koleksi lukisan, salah seorang kawan sesama kader tiba-tiba membisikkan sesuatu di telingaku.

“Untuk apa anda datang ke sini?” tanyaku tak bermaksud dingin. Aku hanya kesal karena ‘surga dunia’-ku diganggu.

“Ada desas-desus bahwa anda ingin keluar dari partai,”

Aku hanya menghela napas. Aku bersyukur karena kedua telingaku masih mendengarkan alunan harpa dari speaker galeri.

“Saya berada di sana hanya karena anda semua, bukan saya,” ucapku.

“Anda tak bisa membencinya semudah itu,” potongnya, “Anda menyukai seni, tetapi apakah anda tahu bahwa kita hidup memerlukan politik? Bahkan politik adalah salah satu dari seni, yaitu seni meraih kekuasaan,”

Aku hanya menyeringai menanggapi omongannya.

“Sayangnya, banyak yang mudah letih untuk meraih kekuasaan,” ucapnya.

Di benakku, tiba-tiba terbayang banyak orang yang menaruh harap. Aku juga tak bisa menyerahkan hidup mereka kepada para seniman peraih kekuasaan yang salah.

“Kalau begitu, satu pintaku pada dunia ini,” ujarku seraya memejamkan mata, “Jangan hilangkan musisi, pelukis, penulis buku, dan seniman lainnya di dunia ini!”

"Hahaha!" Kawan satu partaiku malah terkekeh. Mungkin yang kukatakan barusan begitu lucu baginya. Melebihi pelawak.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)