Masukan nama pengguna
“Jangan kebanyakan berpikir dan tak menuliskan apa-apa di lembaran kisah! Lihat! Sampai tumbuh dedaunan dan lumut di sekitar mesin ketikmu!” seruku kepada laki-laki yang juga menyenangi menulis sepertiku.
Laki-laki itu langsung membuka mulut, “Bukan begitu. Ak ~.”
“Aku tahu bahwa kau hati-hati menuliskan alur cerita, tapi kalau hanya diam dan tak menuliskan apa-apa, tak akan ada kisah yang tercipta.”
“Bukan begitu. Aku ….,”
“Setelah semuanya ditulis, baru kau edit. Jangan sedikit-sedikit kau edit selama menulis! Akhirnya, jadi banyak kau hapus alur-alur yang sudah ada.”
“Bukan begitu. Ak ~.”
“Coba kau bersihkan dulu mesin ketikmu dan kembali menulis.”
“BUKAN BEGITU! AKU BICARA DULU! KAU TAK MEMBERIKU KESEMPATAN SATU KALI PUN!” dia berteriak tiba-tiba.
Anehnya, aku tak merasa terkejut, “Yaaaaa….,”
“Aku memang sedang tak menuliskan kisah apa pun. Coba kau lihat! Memang tak ada kertasnya di mesin ketik. Lalu, tanaman-tanaman ini memang kutaruh di sini! Bukannya tumbuh karena mesin ketiknya tak kupakai. Tanaman-tanaman itu punya pot!”
“Oh maaf! Jadi, kau memang sedang tak menuliskan apa-apa?”
“Tidak.”
“Berarti, memang tidak ada kisah antara aku dan kau, ya?”
“Loh? Memangnya itu harus ditulis? Itu kan harus dijalankan.”