Flash
Disukai
0
Dilihat
6,598
Pembunuhan dibalik Truk Tengah Hutan
Thriller

"Su, su, supir truknya ngegebok kepala pe, pengendara motornya pa, pakek batu! Kacau! Ce, cepet pergi dari sini! Ce, cepet tancep gas dari sini!" dengan terbata-bata dan wajah pucat pasi, Aldhan berlari menghampiri ketiga sahabat ngebolangnya di mobil. Dia batal buang air kecil di bawah pepohonan Jalan Lintas Sumatra. Dia tak sabar menceritakan apa yang barusan dia lihat di pinggir jalan dekat hutan.

Di mobil ini, ada Bintang yang menyetir.

Mario yang duduk di belakang sebelah kiri, dan Reno yang setengah tertidur dan duduk di belakang sebelah kanan.

Karena terbawa panik, Bintang pun memasang gigi dan menancap gas melanjutkan perjalanan darat Jalan Lintas Sumatra. Cahaya yang berada di sekitar keempat sahabat ini hanya berasal dari lampu sorot mobil. Sesekali, Bintang menoleh ke kaca spion tengah. Truk yang tadi menepi di pinggir jalan itu sudah tak tampak lagi.

"Pertemuan dengan dirimu di malam itu, hooo, sangat berkesan," alunan lagu dangdut Rhoma Irama dari playlist Bintang membahana di mobil. Dia sengaja mendengar lagu favorit bapaknya untuk menangkal rindu. Bersama deru mesin mobil, hanya alunan ini yang menyapa telinga.

"Jadi? Lo enggak jadi kencing di pohon, Dhan?" Reno yang masih setengah sadar asal berceloteh saja.

"Pala lo peang kencing?! Yang ada tadi ketarik lagi kencing gue ke atas!" ternyata rasa keinginan adu mulut Aldhan pada Reno melebihi rasa takutnya saat ini.

"Dhan, coba lo ceritain sekali lagi! Jadi tadi lo liat apa?" Mario minta penjelasan yang sejelas-jelasnya.

"Kutu kupret emang lo pada, ya?! Gue lagi mau ngelupain apa yang gue lihat juga!" Aldhan memang terkenal sering melontarkan kata kasar yang sebenarnya juga sudah tak hits di masa sekarang.

"Nanti kalau ada warung nasi, kita berenti dulu. Biar Aldhan bisa ceritain yang dia lihat." usul Bintang.

"JA!JANGAN, BIN! ENTAR KALAU TRUKNYA BISA NGEJAR KEBERADAAN KITA GIMANA?" Aldhan histeris.

"Woy! Berisik! Suara lo enggak enak banget kayak anak ayam keinjek sepatu bapak lo!" Reno masih saja bercanda.

"Ya udah, Dhan! Makanya lo jelasin yang tadi lo lihat itu apa?" Mario menyodorkan sebotol air mineral.

"Thank you, Mar! Gue minum dulu!" Buru-buru, Aldhan membuka botol dan meminumnya. Padahal, sebelum berhenti tadi, dia kebelet kencing.

Baru setelah melepas dahaga, Aldhan menjelaskan apa yang tadi dia lihat, "Jadi tadi, tuh, ya, gue kan mau nyari tempat kencing. Tahunya, di balik truk tadi tuh ada motor udah ancur lebur. Kayak abis ditabrak. Terus gue lihat, ada orang lagi duduk di atas orang tiduran! Gue kira tadinya lagi mesum! Eh, tapi kok cowok sama cowok! Pas gue lagi pingin tau mereka ngapain, tahunya gue denger "DUG!" Si cowok yang nindih itu mukul kepala orang yang dia tindihin pakek batu segede kepala! Terus dia bilang, "Maaf, Bang! Saya buru-buru mau drop barang! Jauh juga rumah sakit!" terang Aldhan yang setelah itu habis menegak satu botol air mineral.

"Lo tahu dari mana kalau yang mukul pakek batu itu supir truk?" tanya Mario.

"Feeling aja!" timpal Aldhan, "Soalnya gue lihat yang ditindih udah berdarah-darah dan kejang. Ditambah ada motor rusak. Pasti yang luka-luka yang ngendarain motor," jawab Aldhan.

Bintang yang seorang jurnalis cerdas langsung dapat menerka dan memberikan hipotesis, "Kayaknya, supir truk itu ngehajar pengendara motor yang dia tabrak sampe meninggal supaya enggak ribet ngurus korban kecelakaan! Enggak ada rumah sakit juga sekitar sini! Salah-salah bisa meninggal di jalan dan dia disalahin keluarganya korban atau pihak rumah sakit. Mending dia pikir dihabisin aja! Dia juga lagi dikejar waktu kerjaan!"

"Wah, Bin! Canggih juga lo!" Reno memberikan komentar. "Tapi ngomong-ngomong, Aldhan harusnya enggak kabur enggak, sih? Kita harus ke kantor polisi sekarang. Aldhan jadi saksi."

"Apaan sih Ren?!" Aldhan semakin panik. "Masa gue jadi saksi?"

"Ya iyalah! Kan lo yang lihat, Dhan!" Reno tak lelah adu mulut dengan Aldhan.

"Ya, tapi kan gara-gara gue kebelet kencing! Lo bertiga jugalah jadi saksi!"

"Saksi apaan? Bintang, Mario, dan gue kan enggak lihat apa-apa!"

"Tega lo Ren!"

"Heh! Udah! Udah! Udah! Jangan pada ribut sendiri!" Mario mencoba menengahi.

"Menurut gue sih emang bener kita harus ngelapor ke polisi."

"Ogah gue, Mar! Gue takut!" Aldhan jadi kebelet kencing lagi.

"Dhan! Justru rasa takut lo itu bisa ilang dengan lo ngelapor apa yang lo liat di mata lo! Itu kan kriminal, Dhan! Bunuh orang!" Desak Bintang,

"Udah lo enggak usah takut. Gue enggak mungkin ninggalin lo kalau lo jadi saksi polisi."

"Gue takut supir truknya jadi nyalahin gue, Bin," Aldhan sebenarnya sadar jika dia salah.

"Lo takutan sama supir truk atau almarhum pengendara motor, Dhan?" cerocos Reno.

"Iya kasihan, Dhan. Dikira orang tewas kecelakaan. Padahal sebenernya dibunuh," tambah Mario.

"Iya, Dhan. Apalagi, dia pasti tahu kalau lo liat pas dia dibunuh. Entar lo digentayangin lo, Dhan!" Reno terus bicara.

"Masih aja bercanda si Bangke! Parah lo!" Aldhan melempar Reno dengan botol plastik air mineral yang digenggamnya.

"Oke, sekarang kita cari kantor polisi, ya," tawar Mario.

Tiba-tiba, ide Bintang muncul di pikiran, "Kayaknya, untuk sementara waktu, kita juga enggak usah ke kantor polisi," dia melontarkan kalimat ini lantaran melihat sebuah truk sedang dirazia polisi. Dia sendiri tak tahu interaksi kedua pihak itu sedalam apa. "Gue telepon kenalan gue di Jakarta aja gimana? Kalau udah kenal kan lebih enak."

Aldhan pun mengangguk, "Ya udah, deh, Bin. Mau gue. Jujur gue masih shock. Gue denger banget itu batunya kena pala dan sekejap, kakinya tuh orang yang tadinya gemetaran-gemetaran langsung diem. Parah dalam hati gue. Tewas di tempat."

Tak jauh dari perempatan yang terdapat restoran Padang dan kantor polisi, Aldhan dan kawan-kawan menemukan masjid kecil. Tanpa berpikir panjang dan karena mulai ada sinyal pula, Bintang menghubungi kenalannya tersebut melalui telepon. Kemudian, dia memberikan teleponnya kepada Aldhan.

Perjalanan darat Jawa-Sumatra yang dilakukan Aldhan, Mario, Bintang, dan Reno selepas lulus kuliah beberapa tahun silam ini memang meninggalkan banyak cerita. Sungguh tak dapat dilupaka karena petualangan-petualangan besarnya. Akhir dari kisah ini, anak dari pengendara motor diberi pekerjaan oleh Aldhan, sedangkan sopir truk dipecat dan dipenjarakan.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)