Masukan nama pengguna
Akhir-akhir ini aku merasa aneh melihat adikku yang kelima. Sikapnya telah berubah---entah apa penyebabnya, bukan aku saya yang merasakan perubahan sikap adikku; Farhan ( nama samaran ) tapi keluargaku juga merasakan hal yang sama. Pagi ini Farhan sudah siap untuk berangkat ke sekolah menengah pertama yang dijemput oleh mobil antar jemput, begitu juga denganku yang sudah siap-siap untuk berangkat ke kampus walau sebenarnya masih ada waktu dua jam lagi; itupun kalau dosenku ada. Melihat punggung Farhan yang berjalan menjauh membuat perasaanku mendadak menjadi aneh, seperti tidak akan melihat adikku. Seketika aku langsung tepis perasaan itu jauh-jauh dan memilih untuk fokus ke studiku selama dikampus.
Dimalam yang seharusnya tenang sayangnya berubah menjadi mencekam dan tegang setelah mamaku mendapat kabar dari pihak sekolah kalau Farhan melakukan keonaran, semua keluargaku termasuk aku sangat terkejut mendengar kabar tersebut dan tanpa sadar berkumpul di ruang televisi.
“Farhan, kamu ini sebenarnya kenapa? Ini bukan dirimu yang biasanya?” tanya mama penuh introgasi.
Akan tetapi pemuda itu cuma diam seribu bahasa dan terus menunduk seolah tidak berani menatap wajah mama dan kakak-adiknya; aku salah satunya. Yang dikatakan mamaku memang benar, sebagai kakaknya aku hafal betul kebiasaan Farhan dan juga saudaraku lainnya yang tidak pernah melakukan keonaran disekolah. Bahkan tidak pernah dipanggil guru BK, melihat sikap Farhan itu membuatku bertanya-tanya. Ah aku lupa, bulan ini Farhan akan berulang tahun ke-13 dan itu kurang 2 minggu lagi, sayangnya pikiran itu langsung hilang setelah mendengar Farhan kembali membuat masalah disekolah dan mamaku terpaksa harus datang ke sekolah untuk memenuhi panggilan dari kepala sekolah. Aku jadi tidak fokus ke tugas kuliahku sebab mendengar teguran mama dan kakaku terhadap Farhan yang kemudian dengan tegas mamaku menyuruh Farhan untuk tidak masuk sekolah selama seminggu---mulai besok jika sikap Farhan masih seperti itu. Namun besok paginya Farhan kembali memohon kepada mamaku.
“Mama...hiks, Farhan ingin sekolah! Ada ulangan hari ini,” rengek Farhan di sela tangisannya.
Mamaku yang semula marah seketika luluh sekaligus merasa bersalah, aku yang sejak tadi memerhatikan kejadian tersebut turut merasakan apa yang mamaku rasakan. Hanya saja aku sedikit tidak rela adikku pergi, tapi karena Farhan masih ingin sekolah aku jadi tidak tega melihatnya, sangat jarang anak SMP yang merasa sedih jika tidak di izinkan sekolah oleh orang tua. Dan selama itu juga aku melihat Farhan segera diantar oleh mamaku menggunakan sepeda motor. Akan tetapi saat menjelang sore dan aku yang baru saja selesai bersih-bersih rumah, walau rumah masih dalam keadaan direnovasi. Tiba-tiba Nek Imah, tetanggaku datang dengan terburu-buru sembari memanggil nama mamaku lalu berseru.
“BU…BU…Farhan, anakmu tertabrak kereta!”.
Aku maupun keluargaku sangat terkejut sekaligus syok mendengar kabar tersebut, kakaku langsung bergerak cepat menyambar kunci sepeda motor lalu pergi ke lokasi kejadian yang sempat diberitahu oleh para tetangga yang datang menyusul Nek Imah untuk memberitahu lokasi kejadian. Mama dan dua adikku ikut menyusul kakaku sementara aku dan adik bungsuku tetap dirumah dengan perasaan tidak percaya dan syok. Empat jam kemudian jenazah Farhan tiba dirumah, mamaku menangis tersedu-sedu meratapi kepergian Farhan. Aku, kakak dan tiga adikku berusaha untuk tetap tegar walau dalam hati kami sudah hancur dan berduka. Akan tetapi aku merasa sangat kesal, ditengah suasana rumahku yang tengah berduka para tetanggaku malah menyalahkan mamaku dan rumahku yang sedang direnovasi dan dikaitkan dengan balak di bulan suro, bulan dalam adat jawa yang tidak memperbolehkan untuk membangun rumah atau acara hajat lainnya. Padahal rumahku direnovasi sebelum masuk bulan suro dan mamaku sudah tahu akan hal itu lalu menyuruh para tukang bangunan untuk mempercepat renovasi, entah apa yang para tukang pikirkan sampai-sampai mengulur waktu hingga masuk bulan suro. Belum lagi kelakuan saudara mamaku yang berasal dari surabaya dan kediri terutama budheku yang menangis tersedu-sedu kemudian meminta uang ke mama untuk membeli motor baru setelah tahu Farhan mendapat uang santunan dari pihak stasiun sebesar 70 juta. Padahal budheku itu orang yang tidak peduli dengan keadaan mamaku dan keponakannya yang sudah jatuh miskin akibat usaha Ayahku bangkrut dan cerai karena Ayahku telah berselingkuh, tapi orang itu kembali deketin mamaku saat ada uang yang banyak. Tetapi perasaan marah itu langsung kalah dan tergantikan dengan sosok Farhan, aku masih sangat ingat dengan kebiasaan Farhan semasa hidupnya. Salah satunya yang paling sering adalah dia suka tidur, bahkan disekolah. Sekarang Farhan sudah tidur dalam abadinya dengan tenang.
****
Sudah hampir dua minggu semenjak kepergian Farhan suasana di rumah terasa hampa dan kosong bersamaan dengan suasana hatiku dan keluargaku yang masih berduka, sangat berbeda sekali dengan Ayahku yang tidak merasa berduka sama sekali atau tidak merasa kehilangan. Malahan orang itu bernyanyi sambil bermain gitar.
“Ayah kenapa main gitar sih? Ini masih suasana berduka loh?” tanyaku kesal.
Bukannya berhenti atau apa orang itu justru tertawa terbahak-bahak dan melanjutkan main gitarnya seraya menjawab,” buat apa sedih, lebih baik kita bersenang-senang dan bernyanyi?”. Mendengar jawaban tidak masuk akal itu aku menatap kesal Ayahku, begitu juga dengan saudaraku dan mama yang ikut merasa kesal. Ketika malam telah tiba aku sesekali tidak bisa menahan kesedihanku lalu menangis di dalam kamarku yang bertumpuk banyak barang sehingga tampak berantakan, usai menangis aku berdiam diri di kamar mengabaikan perutku yang sejak tadi berbunyi minta makan, sayangnya perasaan kehilangan atas kepergian Farhan membuatku tak nafsu makan meski saat ini di dapur banyak makanan. Padahal saat Farhan masih hidup aku, dia dan saudaraku makan bersama-sama dengan lahap saat ada banyak makanan dibdapur, bahkan waktu itu Farhan makan sangat lahap saat aku memasak cah kangkung sampai-sampai anak itu nambah tiga piring.
“Hei...hei Farhan, jangan dihabisin nanti saudaramu nggak kebagian,” tegurku waktu itu.
Sekarang sudah terlihat jelas hari ini dan seterusnya akan berjalan seperti biasanya tanpa Farhan.
****
Bulan september sudah pergi, tapi suasana duka masih tetap ada. Sayangnya ditengah suasana tersebut aku sangat kesal dan malas saat mendengar salah satu teman mamaku yang datang dan nyuruh untuk menyatu kembali kepada Ayahku, Bruh.padahal nih orang nempel ke Ayahku dan sok merintah di rumahku seolah rumahku adalah rumah dia. Menjengkelkan. Bukan hanya itu saja, para tetangga menganggap kalau Farhan dan dua temannya serta gurunya di tumbalkan oleh pihak sekolah hanya karena sekolah itu baru berdiri, mereka tidak tahu sekolah lain juga begitu termasuk sekolahku. berusaha aku tidak mengeluarkan makian di hadapan orang itu dan usahaku berhasil, sambil jalan keluar aku memandang langit senja di sertai hembusan angin yang lembut--sangat lembut sekali dan aku tidak tahu jika angin bisa selembut ini.
oh Farhan! besok dan seterusnya aku dan keluarga kita akan terus mengingatmu selamanya.
( cerita ini kupersembahkan untuk adikku yang telah tiada atas tragedi kecelakaan di pintu perintasan kereta api di jombang jawa timur tahun 2019 dan sengaja namnya di samarkan agar saya dan sekeluarga tidak kembali sedih)