Masukan nama pengguna
"Kopi itu pahit. Maka dari itu, aku butuh kau yang manis untuk menemaniku minum kopi. Atau bahkan, lebih dari sekedar teman ngopi." Memo kecil yang diselipkan di meja kerjaku mengundang senyum spontan di tengah kepadatan rutinitas.
AC ruang kerja kantor yang dingin jarang membuatku menggigil, tetapi berbeda dengan memo dari robekan amplop cokelat yang kini kugenggam. Membaca deretan aksara dari goresan tangannya saja sudah membuatku senyum-senyum sendiri.
"Woy, di mana map merah yang tadi gue titip ke elo? Bos udah dateng. Mau gue mintain tanda tangan!" seru rekan kerjaku yang membuatku sedikit terdistraksi.
"Oh, iya. Ini!" cepat-cepat kutaruh memo cokelat itu di saku celanaku dan langsung memberikan map merah yang dimaksud rekanku. Jangan sampai dia mencium gelagat aneh! Aku tak mau percintaan beda kantor ini ketahuan.
Mbak Alfi, office girl kantor yang sedari tadi melirik ke arahku, kucurigai sebagai pelaku peletak memo di meja kantorku. Mengenai siapa yang menulis, tentu saja aku tahu. Ajakan ngopi yang kunilai estetik ini tentu saja tak mungkin kutolak.
Tak hanya hatiku ini menyukainya, tetapi benakku menyukai topik-topik obrolannya selama ngopi. Asal dia tahu, aku menyukai mimik berpikirnya kala kulempar pertanyaan dan tangannya yang sudah mengangkat cangkir kopi mendekati mulutnya itu berjeda sesaat. Lalu, satu dua kalimat terlontar dari mulutnya, kemudian perlahan dia menyeruput kopi di cangkir itu. Giliran aku bicara dan jika alisnya terangkat kala meneguk kopi, berarti tandanya dia tertarik dengan timpalan pemikiranku.
Dan..... Kuangkat pula cangkir kopiku untuk kuteguk.
Tentunya, dengan perasaan bangga karena ada yang sepaham dengan pemikiranku.