Masukan nama pengguna
Dia menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Nyeri di kepalanya bahkan belum hilang, tapi bukannya berkurang semakin lama malah semakin berdenyut.
Napasnya masih lemah, dalam diamnya air matanya mulai mengalir dengan perlahan, dan sesekali dia menghela berat.
"Aku."
Suara sangat lirih, kecil sekali, nyaris tak terdengar.
Telapak kaki dan tangannya mulai mendingin, jika dilihat dari dekat wajahnya sudah memucat.
Di luar kamarnya terdengar suara guntur yang halus, suara samar angin yang meniup dahan-dahan pohon, juga suara rintik gerimis yang mulai berubah menjadi rinai hujan.
Suasana terasa semakin dingin.
Dia sudah tidak berdaya.
"Aku."
Perlahan dan dengan bergetar dia mulai mengambil duduk. Rambutnya berantakan, pandangannya mulai mengabur, dia tetap duduk meskipun tidak tegap.
Berulang kali dia memejamkan matanya yang kini terasa memanas, ternyata di ruangan yang dingin itu air matanya malah terasa hangat.
"Kenapa."
Dia menatap pantulan dirinya di cermin yang berdiri di samping almari. Sangat berantakan, tidak layak disebut orang yang hidup.
Air mata yang tadi mengalir kini sudah mengering. Pandangannya kembali kosong, pikirannya masih rumit.
Lalu dia kembali menghela napas berat.
"Aku?"
Dia sebenarnya tahu betul dengan kesalahannya. Dia sadar. Namun juga menyesal, sangat amat menyesal.
Tetap saja dia merasa semua tidak bisa diubah.
Dia sudah mendorong semuanya sampai melewati batas.
Hasilnya tetap nihil.
Tubuhnya kembali ambruk ke kasur.
Gelap itu mendekapnya sangat erat, kekosongan membelai rambutnya dengan lembut, diikuti keheningan yang menyanyikannya lagu pengantar tidur.
Dia kembali ke titik awal.
Tak berdaya.
Tok ... tok ... tok ....
Pintu kamar diketuk tiga kali.
"Selamat ulang tahun ...," suara orang itu di depan pintu dengan ceria. "Selamat ulang tahun ...."
Tidak meriah, hanya suara orang itu yang diiringi tepuk tangan sederhana, tapi entah kenapa hal itu terdengar sangat bahagia.
"Selamat ulang tahun yaa ...."
Dia kembali membuka matanya perlahan. Air matanya keluar lagi, sekarang mengalir tak terkendali.
"Semoga panjang umur ...."
Dia menelan saliva dengan susah payah, jantungnya yang mengeras kini terasa ngilu membuat napasnya tertahan.
"Sehat selalu ...."
Dia menggeleng cepat, isaknya yang sedari tadi ditahan kini keluar. Dia segera membekap mulutnya rapat. Seolah dia tidak mengijinkan siapapun mendengar.
"Semoga semua yang dicita-citakan segera terwujud ... Aamiin."
Mantra sederhana itu terdengar sangat tulus bagi siapapun yang mendengarnya.
Nginggggggg ...!!!
Telinga kanannya berdenging cukup lama, membuatnya memejamkan erat kedua matanya. Satu tangannya menutup telinga.
Aah ... dia kembali halusinasi.
Itu ingatannya tiga tahun yang lalu.
Wajahnya yang dulu bahagia itu kini kembali sayu penuh duka.
Sekarang dia sudah mengunci rapat pintu kamarnya. Tidak seorangpun bisa masuk untuk menolongnya.
Dia yang dulu mendorong sampai melewati batas itu kini tidak lagi berharapan apapun.
Dia sudah selesai.
Ah bukan ....
Dia memilih selesai.