Masukan nama pengguna
Ada hari dimana aku membenci sesuatu hal, amat sangat, sampai jantungku mengeras.
Aku ingin membuatnya musnah, tapi itu jelas menyalahi aturan. Aku jadi enggan.
Pemikiranku yang saling bertolak belakang ini membuatku frustasi. Seolah semua jalan buntu, aku seperti terjebak di dalam kubus dengan sisi yang sama, tidak ada jalan keluar.
Kalau ditanya apa aku bahagia? Aku tidak akan menjawab tidak, namun juga bukan iya. Aku seperti ruang hampa, rasa sakit dan bahagia itu sama saja. Sementara, tapi membuat trauma.
Aku ingin waktu yang konstan itu membeku, berhenti sehingga aku bisa istirahat cukup lama. Sayangnya dunia bukan cuma untukku, aku paham itu, sangat. Permohonanku yang ini jelas sangat mustahil.
Di tengah hariku yang kelabu, temanku bertanya, "Aku harus apa? Aku gak ingin membuat pertemanan mereka rusak. Aku ngerasa semuanya gara-gara aku."
Kamu terlalu berlebihan, menurutku.
"Mereka bukannya udah temenan cukup lama?" tanyaku.
"Iya, hampir 20 tahunan. Mereka berdua bahkan masih tetanggaan sampai sekarang."
"Kenapa kamu harus bingung? Gak semua hal menjadi tanggung jawabmu. Mereka udah gede, udah bisa ambil keputusan sendiri. Kenapa harus ikut pusing?"
"Tapi aku ngerasa mereka mulai renggang karena aku. Semenjak mereka berdua bilang menyukaiku, mereka gak pernah mau saling bertegur sapa."
"Pernah denger kalimat 'Setiap orang ada masanya gak?'"
"Maksudnya?"
"Mau mereka udah temenan 20 tahun, 30 tahun, 50 tahun, kalau udah gak sefrekuensi ya gak bakal bisa barengan. Manusia emang datang dan pergi, kalo waktunya datang ya datang, pergi ya pergi. Gak ada yang selamanya, kecuali udah saling komitmen."
"Tapi-"
"Dalam waktu 20 tahun itu mungkin mereka berdua berada di frekuensi yang sama makanya bisa berengan. Tapi nyatanya frekuensi manusia itu bisa naik dan turun. Kalo si A frekuensinya lagi naik, dan si B frekuensinya turun, mau dipaksa gimanapun juga susah. Karena udah beda frekuensi."
"Ah ...."
"Gak semua hal itu kesalahanmu. Hal-hal diluar kendali kita, gak bisa kita paksa."
"Tapi aku takutnya karena aku ...."
"Belajar bodo amatlah ...."
"Gak bisa, aku kepikiran terus."
"Yaudah."
"Yaudah?"
"Itu di luar kendaliku. Aku gak bisa maksa kamu."
Iya, itu di luar kendaliku. Aku saja juga masih belum bisa mengendalikan pikiranku.
Bagaimana mungkin aku bisa mengendalikan kemauanmu?