Cerpen
Disukai
0
Dilihat
9,513
MOVE
Romantis

*****

Nggak ada yang salah sama diri lo.

Lo berharga.

Lo berhak bahagia.

You deserve better, Ra.

Kalimat-kalimat itu mungkin bisa dia percaya awalnya. Kalimat-kalimat itu, mungkin bisa membuatnya yakin ketika rasa percaya dirinya masih tersisa. Namun, kenyataan tentang Reza yang saat ini dia ketahui, selain membuatnya kehilangan harapan, juga membuat kepercayaan dirinya musnah. Lebih parah, mungkin rasa percaya diri itu melesak sampai minus.

Dia sempat berpikir, mungkin jika ada kesempatan, pasti sangat kecil peluang berhasil itu berpihak padanya. Jangankan berharap dipilih, Reza bahkan tidak pernah tahu bagaimana perasaan Ara yang sebenarnya. Dalam diam, Ara selalu mengungkapkan disana. Semua perhatian kecil yang mungkin tidak akan menyisakan tanda, segala sikap ready saat Reza membutuhkannya, dan semua rasa cemas yang selalu hadir di benaknya.

Semua itu, Ara simpan sendiri. Dia pikir menjadi sosok seperti Laila itu mudah. Memendam cinta sampai mati. Tapi faktanya, berulang kali hati Ara memberontak seperti Qais. Ada waktu dimana sebuah rasa itu perlu diungkapkan dan dihargai. Dan Ara ingin seperti itu. Tapi dia takut jika salah mengambil langkah lalu berimbas pahit akhirnya. Ekspektasi yang terlanjur memenuhi pikirannya mungkin akan anjlok jika dia bersikap seperti Qais.

Reza akan menjauh.

Lalu untuk apa ekspektasi berlebih itu?

Kenapa hidup begitu rumit?

Kenapa cinta harus dijalani dalam sulit?

Ara menghela napas panjang. Netranya kembali fokus pada seorang berbadan tinggi yang kini berjalan ke arahnya. Senyum itu... hah, Ara tidak bisa berkata-kata lagi. Inikah yang dinamakan melihat semesta? Raut teduh yang menyimpan berjuta kebahagiaan itu adalah semesta yang lebih luas dari dunia.

Jika saja Reza mau menjadi bahtera, maka Ara akan mengarungi samudera cinta-Nya bersama.

Yang terjadi dalam realita, bukan sekedar dunia bayangan yang akan terjadi kali ini.

"Want to hold my hand?" kata Reza, dan hanya ditanggapi Ara dengan kerjapan ringan. Kedua manik cantik itu masih menatap telapak tangan didepannya. "You look a little nervous."

"Oh, ya? Nggak, kok." Jawab Ara mengalihkan pandangannya acak. "Kamu harusnya yang gugup kan? That's your first time. Semoga nggak typo pas ngomong sama orang tua kamu nanti."

"Kecepetan nggak sih? Kalau langsung ketemu keluarga aku?"

"Sori?" Ara mengernyit sambil menoleh, itu bentuk respon yang refleks. Wanita itu membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit menyerong pada Reza yang sedang akan menyetir.

"Emang harus gitu kan rutenya? Walau ada banyak hal yang belum kita tukar satu sama lain. But, it's okay, the show will begin. Misi pertama dan yang paling utama emang nenangin orang tua, kan?."

"Oke..." Reza tampak puas dengan jawaban Ara. "Kalau gitu, kita akan ketemu orang tua kamu juga. Secepatnya."

"Oh—waw... "

Ada rasa tidak biasa saat mendengar ungkapan Reza barusan. Secara urutan rencana, memang benar jika minta restu orang tua adalah hal yang penting. Tapi ayolah, ini cuma pertunangan palsu. Dan setelah semuanya terbalaskan, Ara tidak akan mendapat apa-apa kan?

"Kenapa kayak pasrah gitu?"

Kekehan singkat Ara terdengar. "Memangnya aku bisa apa?

Namun gurauan itu malah ditangkap serius. "Kamu terpaksa ..?"

"No, really, no." Ara menjadi agak panik dengan pertanyaan itu. "Dengan senang hati aku melakukan ini, maksudnya—selagi aku bisa bantu kamu, kenapa enggak? Lagian aku gak bakal rugi juga kok."

Reza menoleh. Dia menatap serius samping wajah wanita yang sedang menggigit bibir bawahnya ragu. Waktu lampu merah memberi ruang sejenak bagi Reza untuk bertanya serius, sebelum semuanya benar-benar terjadi dalam rencana.

"Ra... Ini detik-detik terakhir sebelum kamu memutuskan untuk.. ikut rencana konyol ini. Karena habis ini, ya, nggak ada jalan lain selain pura-pura. Dan itupun dalam waktu yang gak singkat juga. Ra, kamu masih punya kesempatan buat putusin."

Ara ikut menoleh. Menatap wajah pria itu serius.

"Jujur, semua ini kayak nggak sepadan sama kesepakatan kita."

Ara mengernyit. "Apanya?"

"Hal yang kita dapatkan masing-masing. Pertukaran ini." Jawab Reza. "Jelas banget aku bakal dapat banyak keuntungan. Aku punya tujuan. Tapi kamu... nggak bakal dapet apa-apa kan? Dengan kata lain... kamu cuma aku manfaatin."

"No." Senyum Ara terangkat tanpa basa-basi. "Im gonna get you. Buat saat ini. Dan aku harap, kedepannya kamu benar-benar akan mendapatkan seseorang yang pingin kamu lindungi dan sayangi dengan tulus."

Wanita itu tertawa lirih. "For now, Im get you. Just it."

Senyum di kedua sudut bibir Reza mulai terangkat. Telapak tangan kiri pria itu mengusap atas kepala Ara dengan lembut. Mengusuknya beberapa kali seperti yang sering terjadi. Tapi kini malah menimbulkan sensasi yang berbeda.

Takut.

Khawatir.

Ara kembali berpikir dengan beberapa kalimat yang diucapkannya tadi. Agar Reza bisa bertemu seseorang yang benar ingin pria itu lindungi dan jaga. Kalimat itu, Ara berkata tulus tapi kenapa malah sesak di dadanya? Harusnya Ara ikut senang jika Reza benar-benar menemukan orang itu. Tapi entah mengapa dia malah takut jika ucapan itu benar terjadi.

Apakah mungkin Ara terlalu lelah hingga tidak bisa berpikir jelas? Ya, sepertinya begitu. Ara terlalu lelah dalam kepura-puraan. Dia harus selalu menyadarkan diri dengan kata 'hanya'

Hanya teman. Hanya sahabat. Hanya calon tunangan dalam rencana ini. Semua itu sudah jelas bukan, jika Ara lebih baik segera Move dari Reza. Buat apa mengekang hati sendiri terus menerus? Bukankah yang tidak seharusnya dimiliki, lebih baik dilepas?

Lalu memilih dua jalan, hidup seperti Laila atau manusia biasa.

Sederhana.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat yang sudah ditentukan. Menuju lantai tujuh di gedung itu. Mereka disambut dengan suasana khas perumahan Joglo saat sampai di ruang tunggu. Setelah itu, mereka diarahkan menuju sebuah ruangan yang sudah dipesan. Dimana kedua orang tua Reza sudah menunggu disana.

"Im really nervous now."

Gumam Ara begitu sampai didepan pintu tinggi yang masih tertutup. Kesepuluh jemari tangan Ara bertaut erat. Badannya terasa bergetar, ngilu dag dig dug di jantungnya semakin cepat rasanya.

Sampai rasa dingin di tangannya itu perlahan pudar begitu jemari Reza ikut bertaut. Meraih tangan Ara untuk digenggam olehnya. Tanpa meminta izin seperti tadi, pria itu tersenyum kearah Ara.

"Can I hold your hand?" tanya pria itu lirih. Menatap manik bingung milik Ara yang berusaha mencerna situasi diantara mereka.

Ara terkekeh kecil. "You do it now."

Reza tersenyum sekilas, lantas menatap Ara lebih dalam. Apakah sorot matanya masih kurang jelas untuk mengatakan pada Ara yang sebenarnya ingin ia ungkapkan?

Tepat sebelum pintu itu terbuka, Reza menyambung ucapannya,

"Seandainya... ada orang yang pingin aku lindungi dan berharap suatu saat dia bisa suka sama aku..., itu bakal kedengeran mungkin nggak?"

Tatapan keduanya beradu. Seolah berbisik dalam telepati. Sesaat, sebelah telapak tangan Reza ikut terangkat mengusap punggung tangan Ara.

Memberikan kehangatan disana lalu berkata, "We're getting married."

*****

Brilian Anastasya, Juni 2023

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi