Cerpen
Disukai
0
Dilihat
10,222
MENJEMPUT IMPIAN
Romantis

Steve menikahi Patricia karena kenangan masa kecil yang menyatukan mereka. Keduanya merupakan sang pembawa cincin dan pembawa bunga di pernikahan paman Steve dan kakak Patricia. Mereka adalah anak-anak yang tumbuh dalam kehangatan keluarga. Keduanya sering bertemu kala keluarga besar mempunyai acara. 


Mereka tak terlalu ingat bagaimana awalnya bisa bersahabat bagai saudara kembar. Bisa jadi karena karakter Steve yang cuek sangat tepat dengan Patricia yang ceria dan suka memberi perhatian pada pria bertubuh jangkung tersebut. Sang pria merasa terbantu dengan pembawaan Patricia, sedikit banyak dari wanita berlesung pipi tersebut dia belajar berpenampilan lebih rapi.


Steve masih mengingat dengan jelas bagaimana Patricia dengan panik menghampirinya, saat dia selepas berselancar dari pantai ikut bergabung makan malam bersama dengan keluarga besar. 


“Steve, ayo ikut!” Seketika tangan wanita itu menarik tangannya. 


Langkah kaki Patricia terhenti di depan butik yang berada tak jauh dari lokasi acara. Steve bagai kerbau dicucuk hidungnya, menuruti semua permintaan Patricia. Sampai akhirnya, mereka keluar dari sebuah barber shop lalu melangkah kembali ke lokasi acara dengan sikap salah tingkah Steve yang merasa malam itu bagai artis.


“Wah, ini ... lu, Steve?”tanya abang si Cuek, mewakili tatapan mata takjub seantero hadirin yang ada saat itu.


Acara makan malam seketika berubah jadi ajang swafoto dengan artis pendatang baru karena campur tangan Patricia. Seluruh keluarga bergembira dan mendukung persahabatan yang terjalin antar keduanya, terutama orang tua Steve. Mereka senang ada seorang sahabat yang bisa selalu mengingatkan kecerobohan anak bungsunya.


Lain lagi dengan keluarga Patricia yang merasa senang dengan kehadiran Steve jadi sahabat anak wanitanya. Mereka berasa menemukan ‘abang’ buat putri mereka. Kenangan tahun lalu yang sangat berkesan.

---••○••○••○○---

 Hari ini, mereka bertemu kembali untuk merayakan malam pergantian tahun. Berdua bersenang-senang mengempaskan penat pikiran. Steve membonceng Patricia mengelilingi tempat-tempat masa kecil mereka dengan segala kenangan lucu dan indah. Sesekali tawa Patricia berderai di sela-sela guyonan canggung Steve.


Mereka sangat nyaman dalam persahabatan itu. Sampai-sampai keluarga menilai mereka berpacaran. Sering kali dalam hati Steve terbesit sedikit ketakutan tentang hal itu. Persahabatan bisa rusak gara-gara cinta yang berbeda persepsi.

---••○••○••○---

Persahabatan telah berjalan selama enam tahun, terasa semakin erat dan yang ditakutkan oleh Steve terjadi. Ada perasaan lain yang bertahta mengarungi lautan hatinya, mengalahkan rasa persahabatan.


Sekarang, apa pun yang dilakukan oleh Steve hanya semata-mata demi rasa cinta pada kekasih diamnya. Sampai akhirnya Patricia memutuskan untuk pindah kuliah ke luar negeri dan malam pergantian tahun itu menjadi awal perpisahan jarak terjauh mereka.


Mereka menikmati suasana tahun baru dengan makan malam bersama, lalu meletuskan petasan dan membakar kembang api. Steve dan Patricia duduk di atas rerumputan sembari memandang langit. Melihat kilau bintang-bintang kecil yang menghiasi horison. Suasana hangat. Mereka berbagi earphone mendengarkan lagu favorit dari White Lion yang berjudul Till Death Do Us Part.


That I know that I won't do 

To be near you everyday 

Every hour every minute 

Take my hand and let me lead the way

All through your life 

I'll be by your side 

Till death do us part 


Kesunyian tiba-tiba hinggap saat Patricia mengatakan dia akan ke London besok. Wanita berkulit bersih itu meminta maaf baru memberitahu sahabatnya. Sebagai seorang sahabat, tentu Steve harus mendukungnya. Namun, ada perasaaan yang berdesir dalam hati seperti akan ditinggal selamanya. 


“Semoga tahun selanjutnya akan menjadi manusia yang lebih baik. Kita akan bertemu secepatnya,” ucap Patricia saat Steve menyuruh membuat permintaan sebagai doa malam itu. 


Steve berkeyakinan bahwa sang sahabat mempunyai perasaan yang sama dengannya. Namun, sebagai wanita tak mungkin akan ungkapkan, meski dia selama ini selalu jujur tentang segala hal.

---••○••○••○---


Dua tahun berlalu, sejak Steve mengantar kepergian sang sahabat di bandara. Komunikasi antar keduanya semakin intens terjadi. Steve telah tak tahan lagi ingin ungkapkan segala rasa yang dia pendam selama ini. Akhir bulan ini, mereka telah selesai wisuda dan Patricia akan pulang ke Indonesia.


“Gua akan jemput lu. Kita pulang bareng, ada yang ingin gua omongin.”


“Steve kaga usah, gua udah ada di rumah.”


Seketika Steve terkejut dengan perkataan sang wanita pujaannya. Pria berkulit eksotis karena kegemarannya menantang ombak itu bergegas meluncur ke rumah Patricia. 


Saat Steve tiba, kedua orang tua Patricia memeluknya erat sembari terisak. Mereka berjalan beriringan menuju kamar wanita muda itu. Steve begitu terkejut melihat keadaan Patricia yang telah bergaun putih terbaring dengan muka pucat. Pria itu segera memeluk erat tubuh wanitanya. Dalam suara lirih Patricia berbisik,” I miss you so much.”


“I miss you too, Honey. I love you.”


Steve menitikkan air mata, dia semakin erat memeluk tubuh yang sangat dirindunya. Patricia tersenyum bahagia mendengarnya.


“Will you marry me? Sebelum gua pergi.”


“Will do, Honey!” 


Steve telah tahu dari penjelasan papa Patricia bahwa sang wanita tak mampu bertahan hidup lagi karena digerogoti kanker otak. Sebuah permintaan telah dia baca dalam sebuah pesan sesaat sebelum berangkat ke rumah ini.


Keluarga Patricia telah mempersiapkan semua. Seluruh anggota keluarga besar diundang dadakan termasuk orang tua Steve. Mereka berkumpul dalam suasana penuh haru meski dalam perayaan yang seharusnya disambut dengan suka cita. Seorang pendeta telah dihadirkan untuk acara pemberkatan pernikahan keduanya.


Patricia akhirnya tak mampu bertahan lagi. Dia menghembuskan napas terakhir dalam dekapan suami sekaligus sahabat terbaiknya.

---••○••○••---


Hari ini setelah ibadah penutupan peti, sesuai surat wasiat Patricia, diadakan kremasi dan Steve mengikuti prosesi tersebut dengan berlinang air mata yang tiada henti mengalir. Sebuah guci khusus abu telah dipersiapkan sang wanita, jauh hari sebelum kondisi tubuhnya kian melemah. Sebuah guci buatan Tiongkok bertuliskan inisial keduanya. 


Sesudah abu jenazah telah terkumpul dalam guci, Steve ditemani kedua keluarga menuju pantai tempat yang biasa dia gunakan untuk berselancar. Sepanjang jalan, air mata Steve makin menjadi dengan memeluk erat, bibirnya tak berhenti memanggil nama istri tercinta yang hanya dinikahinya beberapa jam saja.


“Patricia, I can't stop loving you.”


Iring-iringan mobil telah sampai ke tujuan, Steve melangkah lunglai tanpa alas. Pria berhidung mancung ini menghampiri bibir pantai sembari memeluk erat guci abu. Sebelum menyebarkan abu orang tercinta dia berdoa secara khusyuk.


“Tuhan, bukan cinta seperti ini yang kumau. Kuatkan hatiku demi dia. Atas kuasa-Mu semua terjadi. Titip Patricia.”


Samar di ujung cakrawala, sosok cantik tersenyum melambaikan tangan lalu menghilang seiring abu penghabisan yang tersapu ombak. Tercapai sudah permintaan khususnya untuk menemani sang pria dalam mengarungi lautan.


        TAMAT


  

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)