Masukan nama pengguna
Mereka bertemu pertama kali di sebuah pantai daerah Kuta. Ayu adalah seorang gadis muda bermuka elok dari Jawa, tepatnya Kota Kediri. Sedangkan si pria, bermuka tampan adalah Kadek. Seorang pemuda asli Bali, tepatnya dari Denpasar. Ayu masih sebulan tinggal di Bali. Dia telah menjadi korban perdagangan wanita.
Gadis muda ini diajak seorang teman sekampung untuk bekerja di Bali. Ayu dijanjikan pekerjaan pada sebuah hotel. Ternyata janji itu palsu. Ayu dipekerjakan pada sebuah kafe remang-remang di kawasan Kuta. Pada suatu malam, ada seorang pengunjung kafe berusaha melecehkan Ayu.
Ayu pun lari dari kafe dengan ketakutan. Beruntung nasib gadis ini. Dia ditolong oleh seorang perempuan setengah baya lalu diiajak tinggal serta dipekerjakan di warung nasi milik si wanita penolong.
“Auch!” jerit Ayu. Dia merasa ada sebuah benda mengenai pelipis kanannya.
“Maaf, ya … nggak sengaja. Maunya lempar ranting ke air,” ucap seorang pemuda yang segera menghampiri lalu mengamati pelipis Ayu. Ada sedikit luka memar di sana.
“Tunggu sebentar. Jangan ke mana-mana!” Pemuda tersebut berlari ke sebuah minimarket di seberang jalan.
Beberapa saat kemudian, si pemuda sudah kembali dengan membawa sebungkus kantong plastik. Sebuah minyak oles diambil lalu dioleskan pada pelipis Ayu.
“Maaf, ya. Ini sebentar saja akan sembuh sakitnya. Dijamin tak berbekas.”
Ayu hanya terdiam mendapat perlakuan manis pemuda di depannya. Dia mengamati wajah serta gerak-gerik pemuda yang berdiri di depaannya.
Bukan seorang yang jahat, ada senyum ketulusan di wajahnya, pikir Ayu.
“Kenapa? Takut aku orang jahat? Kenalkan namaku Kadek. Minum ini biar agak berkurang sakitnya."
Pemuda tersebut berkata sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin.
“Duduk di sini saja,” ujar pemuda berambut cepak sembari duduk di hamparan pasir pantai.
“Terima kasih. Namaku Ayu,” ucap si gadis canggung lalu perlahan duduk di samping Kadek.
“Seayu namanya. Kamu sendirian,Yu?”
“Tadi bersama majikan aku. Barusan ada telepon dari rumah, Nyonya pulang duluan.”
“Kamu kerja apa?”
“Aku kerja di warung nasi," jawab Ayu sambil membuka minuman kaleng.Dia, telah beberapa kali mencoba, tetapi gagal juga. Kadek mengambil kaleng minuman dari tangan Ayu. Dia membukanya lalu menyodorkan kembali ke Ayu.
“Terima kasih, ya,” ucap Ayu malu-malu.
“Terima kasih, terus.” Kadek tersenyum tipis. Ekor matanya melirik ke arah Ayu. Dalam hati Kadek, gadis seperti ini yang aku cari.
Berdua menghabiskan sore sampai menjelang malam. Mereka berbicara tentang banyak hal. Kadek semakin kagum dengan kepribadian Ayu, demikian pula sebaliknya. Angin pantai yang dingin, menerpa tubuh mereka berdua. Ayu menggigil kedinginan. Beruntung Kadek segera menyadari hal itu.
Dia berlari ke tempat parkir untuk mengambil sebuah jaket dari dalam jok motor. Dengan cekatan Kadek menyelimuti badan Ayu dengan jaket. Dia pun mengajak si gadis berlalu dari pantai. Tepat di tempat parkir, tiba-tiba Ayu pingsan. Kadek panik.
Dia segera memanggil sebuah taksi untuk mengantar ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Kadek selalu memegang pergelangan tangan Ayu. Dia mengecek embusan napas dari lubang hidung. Pemuda ini begitu khawatir, jika terjadi hal buruk dengan Ayu. Sedangkan, dirinya tidak tahu di mana Ayu tinggal.
Sesampai rumah sakit, tubuh Ayu diperiksa oleh dokter. Wanita berambut lebat tersebut hanya mengalami kecapekan. Namun, dia perlu dapat asupan cairan. Sebuah jarum infus menancap di lengan kiri.
Kadek menunggu Ayu, hingga tertidur di sisi ranjang. Hingga saat Ayu siuman, dia menatap sekeliling ruangan. Kemudian, gadis ini menatap sosok Kadek tertidur di sisi ranjang.
“Dek … Dek,” panggil Ayu sambil menggoyangkan lengan Kadek.
Kadek mengerjap-ngerjapkan mata lalu kaget melihat Ayu sudah duduk bersandar. Ada rasa lega dan senang melihat Ayu sudah siuman.
“Ayu, kamu sudah sadar, syukurlah.” Kadek segera berdiri, serta meraba kening Ayu. Kening yang semula hangat sudah bersuhu normal.
Terdengar langkah kaki, memasuki ruang perawatan. Seorang perawat membawa sebuah map, tersenyum ke arah mereka berdua. Sang perawat memeriksa suhu tubuh, serta memeriksa tekanan darah Ayu. Mencatat semua hasil pemeriksaan dalam berkas yang dibawa.
Seluruh hasil pemeriksaan menyatakan, kondisi tubuh Ayu sudah normal. Dia hanya perlu istirahat beberapa hari serta meminum obat. Tidak perlu rawat inap. Kadek memesan taksi daring untuk mengantar Ayu pulang.
Setelah peristiwa tersebut, hubungan Kadek dengan Ayu semakin mesra. Orang tua Kadek selalu menyambut hangat, setiap kedatangan Ayu ke rumah mereka. Hingga pada suatu hari, orang tua Kadek menanyakan keseriusan hubungan keduanya.
Mereka menginginkan Kadek dan Ayu segera menikah, serta mengikuti keyakinan mereka. Kadek adalah anak lelaki satu-satunya dalam keluarga. Dua saudaranya adalah perempuan, sehingga Kadek mempunyai tanggung jawab sebagai pewaris tradisi keluarga.
Ayu dengan berat hati mengatakan tidak bisa memenuhi keinginan mereka. Dia sebagai anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, juga diharapkan menjaga dan merawat orang tua di rumah.
Ketiga kakaknya adalah laki-laki dan telah berkeluarga. Mereka tinggal jauh dari orang tua. Dalam perjalanan pulang mengantar Ayu, Kadek mengajak kekasihnya mampir ke sebuah kedai bakso. Dia ngin membahas kelanjutan hubungan mereka ke depan.
“Ayu, mau ya jadi orang Hindu? Aku tidak bisa pergi ke Jawa ikut kamu.” Kadek berucap sungguh-sungguh dengan menggenggam erat jemari Ayu.
“Dek, aku sayang kamu, sungguh. Gak ada yang kucinta selain kamu, tapi aku tidak bisa meninggalkan orang tuaku.”
Suara Ayu bergetar mulai terisak-isak. Lelehan air mata membasahi kedua pipinya. Kadek meraih tubuh Ayu dalam dekapan. Pemuda ini membelai mesra rambut serta mengecup hangat kening Ayu. Ada genangan tipis di kedua sudut mata Kadek. Rasa bimbang menyelimuti hatinya.
Kebimbangan dan keresahan hati mereka terbawa sampai malam hari. Ayu hanya mampu menangis telungkup di atas kasur. Tak terpikir sebelumnya, kisah kasih mereka akan serumit ini. Ponsel Ayu tergeletak di atas meja dan dibiarkan tidak aktif.
Dia ingin merenung sendiri. Beberapa kali Kadek menghubungi Ayu, tetapi tidak ada nada sambung. Entah sudah berapa kali Kadek mengirim pesan. Namun, tak satu pun dibaca oleh Ayu.
Biarlah besok pagi aku ke tempat Ayu, pikirnya.
Esok harinya, Kadek datang ke tempat Ayu. Dia hanya bertemu dengan majikannya. Wanita berbadan subur ini mengatakan kalau semalam, dia mengantarkan Ayu ke terminal Ubung.
"Ayu pulang ke Jawa, tak akan kembali lagi," kata wanita ini.
Bagai tersabar petir hati Kadek, setelah mendengar penjelasan majikan Ayu. Beberapa saat kemudian, sebuah pesan dari Ayu masuk.
[Dek, aku minta maaf. Aku sayang kamu. Aku harus pergi, demi kebaikan kita bersama. Jika kita berjodoh, Allah akan kasih jalan untuk kita. Sampaikan rasa hormatku kepada Bapa dan Meme.]
TAMAT