Cerpen
Disukai
0
Dilihat
7,241
DADONG CANANGSARI
Horor

Malam ini terasa lain dari biasanya. Dinginnya lebih menggigil dari malam kemarin. Aroma dupa semerbak tajam menyelimuti sebuah kompleks indekos. Cahaya bulan purnama berpendar indah menerangi langit. Berpadu harmonis dengan bintang gemintang yang tertata bagai taburan intan berlian.

Tiba-tiba embusan angin mendesir mengiringi penampakan bayangan hitam yang bertengger di genting, tepat di atas kamar pasangan pengantin baru. Malam Kajeng Kliwon, bertepatan dengan munculnya bulan purnama.

Suara mendesis keluar lirih dari gigi-gigi runcing sosok bayangan hitam. Ia menembus genting lalu secara perlahan menyusup ke perut pemilik janin, seorang penghuni kamar yang sedang tertidur pulas. 

Beberapa saat kemudian, tampak seringai kepuasan mengiringi kepergian bayangan hitam di antara pekat malam.

"Mas, bayiku mana? Perutku kempis, Maaas …." Tangisan histeris Sarti memecah kesunyian malam.

Jam menunjukkan pukul dua belas malam lewat. Segenap penghuni indekos yang sebagian besar adalah para perantau dari luar Pulau Bali berduyun-duyun mendatangi kamar kos pasangan suami istri yang baru menikah satu tahun tersebut.

"Ya Tuhan, kok bisa hilang, Dek?" sahut Jamal dengan ekspresi tak percaya, sembari mengelus perut sang istri.

"Jamal ... Sarti, ada apa?" teriak Lek Dirman sambil mengetuk pintu kamar pasutri tersebut.

 "Buka pintunya, Jamal!" pinta Mak Nah dari balik pintu. Mak Nah adalah bibi dari Jamal, sekaligus istri dari Lek Dirman.

Beberapa tetangga yang lain berdiri menunggu di depan kamar kos. Jamal mendekat ke arah pintu lalu membuka gerendel. Lek Dirman, Mak Nah beserta tetangga yang lain ikut menyeruak masuk kamar. 

Kamar kos hanya cukup menampung beberapa orang dari mereka. Yang lain harus menunggu di teras kamar dengan rasa penasaran. 

"Nduk, ada apa dengan perutmu? Sakit?" tanya Mak Nah penuh kecemasan.

Sarti masih menangis terisak-isak sembari memegang perutnya. Yang hari ini menginjak bulan keenam. Sebulan lagi akan pulang kampung untuk mengadakan acara 'tingkepan'(acara tujuh bulan kandungan). 

Rencananya Sarti akan melahirkan di kampung halaman. Namun sayang, rencana manis Sarti dan suaminyai tinggal kenangan, sang janin hilang musnah dalam hitungan menit.

"Mak, anakku ..," rintih Sarti pilu, beberapa detik kemudian badannya luruh di atas kasur, tak sadarkan diri. Mak Nah mengambil minyak angin dari atas meja lalu mengoleskan sedikit di hidung Sarti.

"Pak, tolong jemput Bu Ratna. Ajak ke sini!" pinta Mak Nah kepada Lek Dirman.

Bu Ratna adalah bidan Puskesmas yang tinggal tak jauh dari kompleks indekos. Cukup jalan kaki ke sana.

"Segera Bapak ke sana, Buk. Jamal, jaga istrimu agar tetap tenang," ucap Lek Dirman kepada Mak Nah dan Jamal.

Sejurus kemudian Lek Dirman sudah melangkah pergi. Jamal memegang jemari Sarti, seakan-akan memberi kekuatan batin terhadap istrinya.

"Dek, sabar! Mas selalu ada di sampingmu," bisik Jamal di telinga istrinya yang sedang pingsan.

Tanpa disadari oleh pria berkulit hitam manis, buliran bening membendung di kedua sudut mata. Hati Jamal terasa teriris perih, dada semakin sesak.

Beberapa menit kemudian, Lek Dirman telah tiba bersama seorang bidan. Mereka menyibak kerumunan orang yang ramai di depan kamar Jamal.

"Permisi, Pak, permisi, Buk," ucap Lek Dirman diikuti Bu Bidan.

"Bu Bidan, silakan masuk. Maaf merepotkan." Mak Nah segera berdiri menyambut kedatangan bidan desa asli Bali tersebut. Jamal pun ikut berdiri lalu tersenyum ramah.

Beberapa orang yang berada di dalam kamar beringsut keluar, memberi ruang untuk bidan. Sementara itu, Lek Dirman berdiri di depan pintu dengan tatapan cemas ke arah Sarti dan Jamal.

"Maaf, Dek Jamal silakan tunggu di dalam saja. Biar Dek Sarti merasa tenang saat saya periksa," pinta Bu Ratna saat melihat Jamal akan keluar kamar.

"Kamu di sini saja bareng Mak," sahut Mak Nah yang telah duduk kembali sambil memegang tangan Sarti yang dingin.

"Baik," ucap Jamal yang segera menutup pintu.

Di luar kamar, para tetangga sibuk kasak-kusuk soal musnahnya janin Sarti.

"Kasihan Sarti, ya."

"Iya, udah mau tingkepan, bayinya hilang."

Beberapa meter dari komplek indekos. Di kegelapan malam di antara lebatnya dedaunan pohon beringin sesosok hitam berbulu mirip gorila, dengan kedua mata merah menatap tajam ke arah tempat ia datang barusan. Kemudian ia pun menghilang tanpa jejak.      

 ************************

"Maafin, Gek. Dadong terpaksa melakukan. Dadong butuh kekuatan dari janin kamu," gumam Dadong Canangsari sambil mengusap tetesan darah dari sudut bibirnya.

Dadong Canangsari adalah wanita tua yang setiap hari hidup dengan berjualan canangsari (alat pelengkap untuk persembahyangan umat Hindu).

Dadong Canangsari adalah penerus ilmu leak. Itu merupakan ilmu warisan dari generasi ke generasi. Ilmu yang hanya bisa diturunkan dari garis ibu (wanita).

Kini wanita tua tersebut duduk bersimpuh, mengantupkan dua tangan di depan dahi. Terselip sekuntum bunga di sela-sela jari jemari. Kedua mata terpejam sembari merapalkan kidung mantera pemujaan pada Sang Ratu Kegelapan.

Hening. Daun-daun enggan berbisik dan seketika sinar purnama redup tertimpa awan hitam. Lolongan anjing mengiringi irama malam penuh mistis. 

Dadong Canangsari menggeliat merasakan kekuatan dari dunia lain merasuki setiap inci kulit lalu mengalir ke setiap inci pembuluh nadi. Helai demi helai bulu-bulu hitam mulai menghilang. Dari ujung kaki beranjak naik sampai ujung kepala.

Gigi runcing mulai lenyap, mata sebesar bola tenis berwarna merah berganti mata keriput. Selesai sudah ritual pemujaan malam ini. Dadong Canangsari merapikan kamen putih, gelungan rambut yang acak-acakan akibat dari ritual khusus yang dilakukan barusan. Setelah itu, kedua kaki rentanya berdiri dengan kokoh.

Tampak jelas perubahan yang dia rasakan setelah mendapat kekuatan mistis. Dadong Canangsari melangkahkan kaki keluar dari kamar semedi lalu beranjak menuju halaman depan. Dia harus segera membersihkan jejak ritual semalam, sebelum pagi menjelang. Jangan sampai warga menemukan bekas ritual yang bisa membahayakan nyawanya.

Sementara itu, keadaan di kompleks indekos masih dipenuhi rasa kesedihan.

"Mak, Mas ...," rintih Sarti lirih.

"Dek, kamu sudah siuman, syukurlah," ucap Jamal sambil mengecup lembut kening sang istri.

"Dek Sarti, saya periksa dulu tekanan darahnya, ya?" ucap Bu Bidan mendekati lengan wanita berdaster motif bunga tersebut.

"Iya, Bu," jawab Sarti sambil tetap memegang erat jemari Jamal. Masih tersisa ekspresi ketakutan di raut wajahnya.

"Sarti, tenang, Nduk ... Mak sama masmu tetap di sini nungguin kamu. Lepasin bentar tangan dia. Biar Bu Bidan bisa memeriksa kamu," ucap Mak Nah yang berusaha menenangkan hati Sarti.

"Iya, Dek, lepas bentar. Mas, gak ke mana-mana," timpal Jamal.

Kemudian, secara perlahan genggaman tangan Sarti mulai mengendor. Jamal menggeser letak duduknya, agar Bu Bidan leluasa memeriksa Sarti. Tekanan darah sudah diperiksa. Saat Bu Bidan hendak memeriksa bagian perut, ekspresi Sarti seketika berubah.

"Jangaaan! jangan ambil anakku! Pergiii!" hardik Sarti sembari menepis kasar tangan Bu Bidan.

"Maaas, tolong aku!" jerit histeris Sarti sambil menarik tangan Jamal kuat.

Raut wajah Sarti pucat pasi dengan kedua bibir gemetar. 

Bu Bidan seketika beringsut ke belakang, memberi kesempatan Jamal agar bisa lebih mendekatkan diri ke Sarti.

Kemudian, wanita berpakaian serba putih ini berbisik lirih ke Mak Nah. Dia mengajak kerabat dekat pasien pergi ke arah dapur.

"Mak, ini obat untuk Dek Sarti. Besok segera ajak ke Puskesmas, agar dapat tindakan lanjut," ucap Bu Bidan lirih, agar suaranya tak terdengar telinga Sarti.

"Maksudnya ... tindakan lanjut apa, ya, Bu?" tanya Mak Nah cemas.

"Dik Sarti harus dibersihkan sisa-sisa darahnya dari rahim," jelas Bu Bidan.

"Jadi ...?" sahut Mak Nah kaget, masih dengan nada lirih.

"Ya, Mak ... janin Dik Sarti hilang," ungkap Bu Bidan.


                     TAMAT


Jejak Kaki :

*Kajeng Kliwon adalah upacara memberikan korban suci sebagai persembahan kepada Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) beserta seluruh manifestasinya. Upacara Kajeng Kliwon dilaksanakan setiap lima belas hari kalender.

*Gek = Jegeg (Gek), artinya cantik, sebutan untuk wanita muda (gadis).

*Dadong = Nenek

*Kamen= kain panjang yang dipakai untuk membalut tubuh. Bisa bermotif batik maupun kain polos.





Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)