Cerpen
Disukai
0
Dilihat
7,508
Batik Madrim yang Terkopek
Drama

Hujan punya sihir.

Salah satunya terlihat pada sihir hujan poyan (1). Rintik-rintiknya yang terpoles pelototan matahari menderas berkilau keemasan. Hujan semacam ini menjadi rahim bagi kelahiran pelangi yang ‘alangkah indahnya’ itu, atau yang kemudian dirayakan para pecinta lewat lantunan ‘ada pelangi di bola matamu’. 

Ajaib.

Tuhan bisa memberi apa pun. Bisa menciptakan apa pun. Aku hanya perantara yang berusaha merebut kaki kuda dan nafas unta. Tak kubayangkan sebelumnya Aku menemukan rintik-rintik keemasan semacam hujan poyan itu, tambang emas baru itu, dari si mungil yang suka ngedok (2) itu. Cupang. Si Betta Fish penyendiri. Solitarian (3) yang nampak lembut namun bisa ganas itu.

Ya, aku takjub, ketika Si Avatar Gordon (4) daging hitam berbintik-bintik biru ini, menjelma rintik-rintik perak dan emas saat kukawinkan silang dengan Si FCCP alias Si Fancy Copper (5) berkilauan itu, Si Tembaga Mewah. Rintik keperakan, lalu menembus bias warna keemasan, membuatku berteriak menembus tujuh lapis langit: Eureka!(6).

Strains (7) baru?

Tentu saja.

Subhanallohhh...wow: Avatar Copper (8). Avatar dengan rintik keperakan, dan pada sirip, dorsal hingga ekornya nampak ungu keemasan dengan dasinya yang merah menjuntai. Mewah. Mahluk bocoran dari sorgawi. Ini ‘Ikan Sultan’ (9). Lebih Sultan daripada Si Blue Rim (10) yang masih bertahan di benak para ‘Sultan’ yang terbentang dari New York hingga Burnei Darussalam.

Saat strain baru itu telah matang hingga mencapai f-4nya (11), facebook tempatku biasa melelang cupang menemukan isu yang tak basi. Ledakkan tepuk tangan dan komentar bertubi bagai mortir seperti kiriman Hamas ke Iron Dome Air-(12)nya pasukan Israel. Aku kebanjiran ledakan hasrat para kolektor.

Bagai air bah untuk sebuah perahu yang dibuat di atas puncak gunung. Membahana. Para seller (13) dan breeder (14) dari Thailand hingga Australia mengibarkan bath (15) dan dollar di ujung pujiannya kepada strain baru ikan hias yang kupijahkan sepenuh hati itu.

Berbulan-bulan aku jadi bulan-bulanan canda tawa para seller yang mulai antri dari wilayah Ibu Kota: Tukang Cupang Naik Haji. Katanya. Katanye juga.

Duh, tak kubayangkan ada karpet terbang membawa Kakbah ke biji mataku. Tapi, sebentar, aku belum siap mencium Hajar Aswad. (16). Bibirku masih terbata-bata jika berdzikir. Perlu persiapan, bukan? Apalagi, hasrat ke tanah suci akan berhadapan dengan antrian yang telah memanjang dan makan waktu jam serta sobekan kalender bertahun-tahun.

“Wuahhhh... terima kasih Bang! Mohon do’anya saja. Eh, tapi paling Umroh dahulu, lah!”

“Umroh Plus, Mas Baridin!”

“Umroh Plus Plus juga bisa...!”

“Ya, ke Puncak dulu aja, Mas! Ke Kampung Arab sambil tukar Dirham (17)! ”

Ingsun ngakak. Ngapak tenan tuh wong-wong Monas. (18) 

Tapi rupanya ini tak membuatku tidur di plang dengan bulatan merah berpalang putih. Aku terus meggerus sisi kiri dan kanan pikiranku. Dan benar saja. Ya. Harus kubuat lagi strain yang baru lagi: menjadi Avatar Gold (19).

Lalu...White Platinum. Supergold. Yellow Gold (20). Tiga cupang warna solid (21) itu melintas. Menderas. Memilin otak dan detak kabel berdarah menuju pompa merah dengan denyut teratur di lingkaran oval igaku itu.

Ya. Tuhan mengirimkan rumusnya ke otakku. Rumus breeding, crossbreed, kawin silang yang membuat cupang hias tak kehabisan nafas untuk strain baru. Kalau jadi Avatar Gold, ini akan menjadi semacam grunge untuk rock’n roll. Meski, tentu saja untuk memecahkan warna solid pada kawin silang cupang dengan warna dasar daging hitam, tentu tidak mudah.

Setidaknya dibutuhkan waktu lama. Ya, kadang harus menempuh hingga F-4. Dua putaran kalender untuk genetik yang jadi. Mendekati sempurna.

Subhanalloooohhhh...aku mendapat eureka lagi!

Aku dihamili gelisah yang membadai. Ilham itu datang lewat semediku memang. Setelah anjuran puasa mutih dari Ustad Achmad Faisal Imron dari Pesantren Buntet kujalankan, selain puasa senin kamis. Kalau Puasa Daud aku takluk. Belum bisa. Godaanya belum dapat kutahankan.

Bukan soal bayang keemasan Adelle atau pun Si Denok Ratu Koplo. Sungguh bukan itu. Nantilah kuceritakan. Simpanlah otak ngerespasirmu di pendiangan. 

Aku segera menyibak kelambu, kesempatan emas para nyamuk menyambar paha istriku yang dasternya tersingkap. Ya, tak apa. Ini resiko kecil. Tak apa memberi secuil sedekah bertitik darah kepada para jentik bersayap itu.

Sarung Batik Pekalongan barteran dengan FCCP line Vietnam (22) dari Si Nuzaik Betta Genetik (23) itu, kukendorkan, lalu kuselubungkan memenuhi kepalaku yang krisis rambut plus kutunya. Menjelang dini hari, belitan udara Jatibarang meninggikan beberapa bulu halus dan yang halusinatif di sekujur tubuhku yang kelebihan lemak jayadingrat.

Uhhhh...

Deretan soliter kaca pada rak bambu yang menidurkan ratusan cupang hias nampak berderet dari ruang tengah hingga pinggiran dapur bertembok retak-retak, kulewati dengan langkah tergontai yang membawa mata berat namun tak bisa lagi berhasrat menyentuh bantal. Insomnia atau insomnina atau apalah namanya, makin sering menyergapku. Menawanku menjadi mahluk berkaki menonjok langit dengan kepala tersedot gravitasi.

Kulirik jam weker berkepala ayam mematuk-matuk di atas mulut baskom tembaga berkarat. Kudapati angka loro dari jarum pendeknya. Mestinya tahajud lah. Upss...nanti lah. Otakku takkan khusu saat ide-ide gila menderas.

Ya. Jam loro. Tapi tak membuatku lara. Lho? Bersanjak toh?

Wuidih. Lihat, tersayat sedikit awan gelap, Si Jelita Malam masih menahan sepertiga lingkaran tubuhnya yang keemasan. Terpaan senteran serat-serat cahayanya, menyepuh beberapa boks kulkas bekas yang bederet di halaman beralas tanah kering tempat para Avatar Gordon versi yang lebih rintik seperti hamparan pasir hasil kerja kerasku menyepuh tubuhnya terukir oleh air daun ketapang laut. 

Duh, terbayang lagi kemungkinan Avatar Gold yang akan segera kubuat. Atas ijin Sang Hyang Widhi tentunya. 

Ya. Aku telah mencermati ribuan akun di facebook dan instagram para seller dan breeder dalam negeri hingga Malaysia, Singapur, Vietnam dan Thailand, strain baru yang kubayangkan itu belum unjuk sirip. Ya, puncaknya masih di Avatar Gordon, atau sebutan Black Galaxy (24) di Thailand. Ya, itu memang taktik dagang. Merk jual beli.

Aku percaya bahwa Avatar Gordon ditemukan breeder Medan; Asyila Betta Gennetic (25). Ada pemesanan 400 ekor jenis itu yang dikirim ke Thailand oleh akun Si Kapten Gordon (26). Lalu, para seller dan breeder di sana memberi cap Black Galaxy setelah 4 bulan dikawinkan massal dan menjadi merk dagang mereka.

Yo, Wis. Namanya juga upaya dan usaha. Ndak perlu upacara. Tepuk tangan, lalu menaikkan bendera. Nasionalisme sangat penting untuk jantung ekspor. Menjadi ekspatriat pencium mesra tanah air, setelah menelan nafas rebusan kuning telur, jentik dan kutir (27) .

Lalu, telah kusebutkan bahwa ledakkan pasar menjadi milikku kemudian. Avatar Copper, Sang Avatar dengan rintik keperakan dan ekor hingga sirip atas dan bawahnya ungu keemasan, membuat para breeder Negeri Gajah Putih tak hanya kebakaran kumis dan jenggot. 

Tak sabar. Oh, dimana kesabaran itu harus kusimpan?

Gemetar. Oh, tremor tanpa bayaran.

Jika Anda pernah mendengar dongeng Angsa Bertelur Emas, percayalah, aku takkan sebodoh si petani yang kemudian menyembelih sang angsa untuk mendapatkan harta tanpa harus lama-lama. Meski aku tumbuh dari negeri yang memproduksi banyak dongeng, aku bukan dongengan. Tak mau tak mau tak!

Tanganku meraih saringan mungil, mulai memilah memilih menyortir calon indukan, lantas memasukkannya ke dalam ember sekelam malam. Dari pucuk rambut hingga landasan sandalku, tak sabar menunggu pagi rupanya. Aku harus bersegera. Siapa tahu para breeder lain berpikiran sama. Jika terlambat, merk dagangnya akan dikibarkan breeder lain itu.

Perjuanganku selama lima tahun, memilih ikan cupang hias setelah lelah berjualan cupang aduan konsumsi anak-anak SD yang harganya tak seberapa, memang telah berbuah manis. Lebih manis daripada Inul dan Soimah.

Dan kemanisan lain harus diperjuangkan. Dan, seperti petuah Rhoma Irama, perjuangan harus disertai do’a. Tanpa itu, aku tak akan mendapatkan Ani, Gadis Berkerudung Putih, apalagi menjadi ksatria.

Perlahan, grafik ekonomiku membaik. Rasa percaya diriku mulai bertahta hingga mampu menekan rasa takut saat nekad melamar Si Gadis Berkerudung Putih yang kulitnya juga lumayan putih mendekati kuning langsat. Lalu mulai merambah ke dunia propertinya, ketika Aku mampu membeli sebuah rumah tua dengan harga murah.

Rumah yang sudah lama ditawarkan namun tak ada yang mau menyambangi. Rumah yang konon dihuni sosok mirip raja, atau mungkin juga patih. Memang benar. Beberapa kali peristiwa yang bisa menghentikan pertumbuhan rambut mulai terasa. Udara yang kadang tiba-tiba sangat dingin, atau bahkan tiba-tiba sangat panas.

Peristiwa lain menyusul: pintu yang sering diketuk tengah malam; jendela yang tiba-tiba terbuka,kran air yang tiba-tiba berkeriut; suara langkah kaki yang berat tengah malam; hingga sosok serupa bayangan raja bermahkota warna merah dengan sepuhan emas 24 karat. Sepertinya.

Tapi bagiku itu bukan hal baru. Sejak kecil aku terbiasa melihat mahluk yang hanya terlihat kakinya saja yang berjumlah tiga. Atau hanya tangan berbulu panjang melambai dekat pohon kelapa. Kepala yang meloncat dari satu pohon jati ke pohon jati lainnya. Pernah pula Aku memergoki beberapa anak kecil bertubuh hitam dan telanjang bermain gundu depan rumah orang tuaku. Dan banyak lagi.

Aku bisa tahan, dan terus bertahan. Namun istriku sering tak bisa menahankannya.

“Tenang saja Mas Baridin. Sosok yang ada di sini itu, serupa energi positif yang justru menyukai keluarga Mas. Bahkan tanpa setahu kita, ia berupaya menolak bala dari energi negatif lain yang bisa menyerang rumah ini. Eenergi leluhur yang ingin Mas dan Mbak-nya kenali...”tutur Ustad Dodi Jaya, alumni pesantren Al Mizan Jatiwangi yang ahli hikmah dan karomah, saat kutemui di daerah Palasah, Kabupaten Majalengka.

Adzan awal bergema. Sahut menyahut menjahit kabut.

Aku terus berjalan dari satu lubukan ke lubukan lain. Lubukan versi boks kulkas bekas dari loakan yang besi-besinya sudah berkumpul di pengepul asal Panjalu, bahkan dari Madura.

Aku terus berdesah: Avatar Gold... Avatar Gold...

Aku membayangkan ribuan cupang Avatar Gold memenuhi langit. Pasir galaksi yang berbisik pada Malaikat Mikail. Langit yang penuh emas. Titik-titik menyilaukan. Mereka kemudian bergerak. Terus bergerak berputar. Lalu membentuk formasi: lembaran Dollar, Bath, Ringgit, Rupiah keemasan; mobil keemasan; motor keemasan; sepeda lipat keemasan, sajadah keemasan; baju, sepatu, sorban, topi, ikat pinggang, kacamata, jam tangan, lemari, ranjang, kulkas, sarung, kitab-kitab, hingga celana dalam bertabur emas. 

Aku terus meyerok beberapa calon indukan lagi mencoba bertarung dengan waktu yang kini makin terasa lebih cepat dari tahun-tahun saat Aku masih bocah. Tiba-tiba ada bayangan besar bergerak terlihat merambat ke lubukan. Aku menoleh ke asal bayangan.

Di atas bumbungan rumah kuno ini, sosok mirp raja atau mungkin juga patih bermahkota merah bersepuh emas setinggi pohon kelapa muncul begitu saja. Jantungku hampir menggapai tombol penghentian pompa darah. Aku berupaya menyeimbangkan alam pikiran dan hatiku. Untung tak lama, karena sosok itu kemudian menghilang usai tersenyum.

Kokok ayam. Ayam kampung yang soleh.

Beduk bertalu. Duh beduk yang soleh juga.

Adzan subuh. Yang dekat melekat. Yang jauh, membuat trenyuh.

Para muadzin soleh dari kampungku dan kampung sebelah, menyumbangkan suara emasnya. Merdu. Khusuk. Seperti khusuk-nya para personil Kyai Kanjeng pada perhelatan Maiyahan-nya Cak Nun.

Tapi tanggung. Tinggal sedikit lagi. Kutahan pegal yang melingkari pergelangan tangan. Lelah. Letih. Lesu. Tenang, akan ada obatnya, hiburku. Sedikit hiburan, meruap dari nyala rokok kretek ‘Gudang Gula’ yang berkelip-kelip bagai kunang-kunang yang tak dikirim dari Manhattan, mahluk yang konon berasal dari kuku jari orang mati, namun kini mahluk unik itu mulai banyak menghilang dari kampungku akibat polusi udara. Sama halnya dengan banyaknya ikan-ikan kecil, burayak atau ikan beunteur bin babyfish di sungai-sungai akibat pencemaran di sungai-sungai.

Lalu, fajar telah menebar nyala jalanya di cakrawala. Semburat memutih agak sedikit keemasan, menampakkan lukisan yang juga merembes ke atap-atap genting buatan Jatisura hingga Jatitujuh Majalengka pada rumah-rumah perkampungan yang menjorok sekitar satu kilometer dari jalan utama di perbatasan menuju Kota Cirebon itu.

Pinggangku serasa mau menjadi negara bagian tersendiri. Seratus calon indukan jantan Avatar Cooper telah berpindah ke dalam 50 ember.

Selama satu minggu, para calon pengantin ini kemudian akan memasuki medan karantina dalam baskom tanpa rembulan. Seperti biasa, air ketapang laut pekat, garam ikan, dan pasokan cacing lembut serta jentik nyamuk empat kali sehari, akan menjadi kemakmuran tersendiri bagi para pejantan tangguh ini.

Di bawah lindungan Jenderal Anom Cirebon Genetic (28) ini, garansi dari mantan Hansip dan bandar kecil pemulung rongsokan ini, akan ada negara-negara persemakmuran yang dimakmurkan dalam kolam-kolam kaca kecil biru yang menjadi kamar sang pengantin kelak.

“Massss...!”

Tubuhku perlahan meniru komidi putar berkarat tapa syarat. Gemeretak.

“Kang Masss...!” istriku, si Yayangku yang telah mempersembahkan dua bocah dari rahimnya itu, bergegas menghampiri bersama smartphone-nya yang ia sodorkan dekat batangan gelang emasnya yang berkilau-kilau pada kulit kuning langsatnya.

Alhamdulillah memang, lewat Cupang, aku telah mampu menjaga lehernya yang kadang-kadang kubuat merah, namun kini telah kukalungkan kilauan yang sering ia lamunkan sejak sepuluh tahu lalu dari pernikahan kami. Kini, derajatnya mencuat. Lebih tinggi beberapa Celcius daripada Bu Tukiyem, istri pemilik pabrik mebel di kampung sepalih (29).

Perempuan cantik yang pernah satu kali naik haji dan empat kali umroh itu, Si Bunga Desa yang pernah menolak lamaranku dahulu itu, terbengong-bengong saat istriku memborong hampir separuh perabotan mewah yang ada di tiga tokonya.

“Ini ada tamu yang mau ke farm kita!”

 “Dari... sing sopo?” aku mengelap tangan basahku pada kaus bertuliskan Ora Nyupang Ora Sugih (30) kiriman Si Nuzaik Betta Genetic, rekananku mantan pedagang batik Pekalongan yang kini jadi juragan cupang itu.

“Dari Pak Presiden!”

“Hah?”

“Presiden Cupang!”

Aku pun ‘hah’ lagi.

                                                           ***

 

Seperti darah.

Lautan darah.

Jutaan butir-butir kutir itu menjadikan bekas kolam lele mertuamu seperti Laut Merah. Jaring trapesium yang halus memanjang itu, Kau serok sekuat tenaga. Kultur mandiri campur alami ini, manjur menjadikan sang kutir berbiak lebih banyak dan cepat.

Youtube dan para youtuber cupang hias, telah membantumu memahami ilmu ternak kutir ini. Campuran molase (31) dan EM4 (32) yang dipermentasi dan ditebar ke air kolam lele yang kehijauan, menjadikan Laut Merah hijrah ke kolam 70 x 100 meter tanpa sewa dari Bapa Nu Teu Ngayuga (33) trah Raja-Raja Bugis itu.

Satu ember bekas cat tembok empat kilo gram yang Kau beli di sebuah kios di Majene itu, telah penuh. Ya, cukuplah untuk memberi breakfast 600 ekor kurang sedikit ikan Cupang Batik (34) kiriman petani dari Medan yang Kau beli tunai dua minggu lalu itu.

Ya, Kau tengah berada di bukit-bukit kesukacitaan baru. Meski baru dua tahun terjun ke bisnis Cupang Hias, Kau seperti menerima badik emas. Berbekal modal nekad membeli indukan mahal, selain bahanan lain dari seller rekanan yang Kau anggap satu tim, akun instagram Kau meledak.

Dalam waktu empat bulan, follower-mu mencapai angka empat puluh ribu, dan cupang-cupang hiasmu mencuri mata para buyer, hingga mudah mengalirkan dollar melimpah ke kantung-kantung celana jeans belelmu yang sengaja di robek desainernya.

“Betul strains baru Cupang Batik ini ikan Kau, Daeng?”

“Betul, Mas Baridin. Ini buatan kami. Aku berani jaminkan nama baikku!”

Oke...oke. Kalau bergaransi...”

“Garansi, Mas! Kalau Mas Baridin ada waktu, dua minggu usai lebaran, kita breeding bareng-bareng di farm-nya (35) Mas. Saya dan tim akan bawa beberapa indukannya ke Cirebon. Biar Mas bisa lihat sendiri bahwa ini memang hasil kawin silanganku. Tim saya!”

Oke. Aku sudah lihat contoh ikan Kau itu. Tentu masih kurang jelas amat kalau di foto dan video Kau itu. Empat juta satu ekornya, Toh?”

“Ya, Mas!”

Oke, Oke. Daeng bilang stoknya ada 1000 ekor. Aku pesan 400 ekor dulu. Stok ikan saya sudah menipis. Kalau laku cepat, Aku pesan lagi nanti 400 ekor lagi!”

Kau melompat kegirangan, seperti melihat ribuan perahu bercadik membawa batangan-batangan emas yang menyilaukan korneamu. Fakta bahwa lima jam kemudian dari video call Mas Baridin itu terbukti menimbulkan ledakan di rekeningmu, membuat Kau terpana. Dan Kau menari dengan lagu 'Terpesona' yang sedang viral itu. 

Beberapa jam setelah liukan tubuhmu reda, telunjukmu segera menjadi titah raja kepada lima karyawanmu, untuk segera memasukkan 400 cupang batik itu ke dalam plastik, mengemasnya dengan kotak styrofoam besar.

Dua hari dua malam Kau ikut begadang, dan dengan girang, istrimu menghidangkan lobster, udang, cah kangkung, bubur Menado, dan beberapa botol Coca-Cola 1 literan. Gelang, kalung, dan anting mas baru yang Kau belikan di Makassar dan dikenakan secepatnya oleh istrimu, membuat dapur seperti berkilauan mengalahkan nyala kompor gas.

Beberapa pembeli lain, baik reseller maupun buyer langgananmu, juga mengambilnya.

Jauh sebelum besi baja ringan dan bentangan waring hitam mengitari kolam-kolam cupang hiasmu, kau memang sudah mengenal Baridin lewat akun facebook dan instagramnya. Kau mencatatnya sebagai breeder dan seller bertangan dingin. Baridin memang dikenal sebagai meteor baru dunia percupangan.

Setelah ia berhasil memboomingkan Avatar Copper, lalu Avatar Gold yang mendunia itu, Deeway Gembel, Sang Presiden Cupang Indonesia (36) berkunjung ke tempat peternakannya yang besar. Ia mendapat julukan Jenderal Anom Jayadiningrat (37). Pertemuan mereka, kemudian muncul di akun Youtube Bang Deeway, konten kreator khusus ikan cupang yang diakui dunia.

Baridin memang gila. Genius. Manusia beruntung. Satu ekor ikan cupang kreasinya, menembus angka 7–15 juta Rupiah per ekor. Fantastis. Ada juga satu dua ekor lagi versi terbaiknya, terjual hingga 40 Juta Rupiah. Jauh. Jauh sekali dengan cupang cendolan yang harganya paling banter hanya lima ribu rupiah.

Ribuan cupang hiasnya, telah terbang menembus gawang karantina Amerika, Tanzania, Australia, Jerman, Itali, Thailand, Singapur, Vietnam, Dubai, Jepang, dan entah negara mana lagi. Dalam sekejap, ia telah menjadi milyader baru.

Kau pun mulai mendekat. Merapat dengan membeli beberapa ekor ikannya. Perlu merogoh kocek yang dalam. Perlu merayu sang istri melepas 10 gram mas kawin yang telah menghuni kotak perhiasan cukup lama, sambil menggenjot penjualan ikan-ikan lain milikmu.

Pada suatu hari, dan pada suatu ketika yang membuat langit terasa lebih cerah.

“Daeng, ada kabar nengejutkan, nih!” seru Zamroni, sahabat lamamu, seller terbaik yang banyak ikut menjual ikanmu. Mantan wartawan Makasar Pos yang kau rekrut sebagai tim di peternakanmu itu, menyalakan Zippo-nya, lalu membakar serutu kesukaannya. Wangi tembakau. Wangi pula kabar yang kemudian ia sampaikan.

“Ini strain terbaru, Daeng. Ikan hebat. Seperti Koi merah menyala dengan bintik-bintik pasir emas yang membentuk pola batik...Tapi ini genetik dari FCCP Red Head (38), Daeng!”

“Cupang Batik? Memangnya ada?”Kau membawa Zamroni ke ruang tamu khusus yang agak jauh dari deretan lubukan terpal biru laut peternakanmu. Kau terperangah saat melihat foto dan video dari smartphone Zamroni.

“Cupang Batik itu ada, dong. Hanya, polanya ada yang abstrak, ada yang seperti teratur. Daeng bisa lihat di internet. Jumlahnya memang baru sedikit. Hanya breeder tertentu yang mendapat rejeki punya Cupang Batik.”

Beuhhh, kok bisa gini ikannya, ya? Punya siapa?”

“Teman kita, petani Medan langganan kita itu! Dia kan tim kita juga!”

“Ini Cupang Batik asli kan, Zamroni!”

“Aku bertaruh namaku, Daeng! Petaninya bilang itu asli batik. Kita ini kan satu tim!”

“Ini memang cupang luar biasa. Indah sekali. Pola batiknya itu begitu teratur! Seperti hiasan pada kain batik Cirebon! Harganya?”

“Tiga Ratus Ribu per ekornya, Daeng. Tapi, belinya harus lubukan. Minimal 1000 ekor. Kabar lebih baiknya, ia mempersilahkan kita sebagai pemilik strain ini! Petani macam dia kan tidak butuh nama besar, tak perlu kibaran bendera dagang yang tinggi seperti Kau, Daeng!”

Kau melihat pegunungan, sawah dan hutan sekitar kampungmu berkilau keemasan. Ini kesempatan yang sangat intan berlian, pikirmu. Sang peternak cupang dari Medan itu memang hanya breeder. Hanya peternak. Rekanan yang beberapa kali ia bantu penjualannya. Bersama Zamroni tentu. Seller yang punya banyak kolega. Pelanggannya adalah para penghobi cupang hias berkantung tebal. Konon, bahkan ada kantungnya yang terbuat dari besi baja ringan.

Kau tercenung. Menghitung. Menimbang. Memutuskan. Lalu, tetap saja terbit kebimbangan meraja. Lalu Kau teringat Mas Baridin. Kau mulai memetakan jalan sutra percupangan. Strain baru dari Red Koi Cooper dan Gold telah muncul. Cupang hebat itu mencuat dari Ujang Jack Dawson, breeder Soreang, Kabupaten Bandung, pehobi motor gede, dengan merek dagang Iron Man (39).

Di pasaran, ia bertarung dengan Avatar Gold dan Avatar Kuncop-(40) milik Mas Baridin, serta Black Galaxy Copper Gold- (41) nya Abang Combetta dari Medan. Cupang Batik yang diperlihatkan Zamroni nampak seperti Red Koi Gold (42), masih satu level dengan Iron Man.

Namun Cupang Batik ini sisiknya emas. Rintik emasnya juga lebih berpola. Serupa batik. Ada pula pola kilauan seperti pada kain songket. Lebih indah. Setidaknya menurut mata Kau.

Apa yang lebih baik dari keberuntungan?

Ya. Kau menemukannya. Mas Baridin yang kau bayangkan mungkin menolak, ternyata menyatakan deal.

Deal. Deal. Deal. Lebih mesra daripada suara bedil saat HUT Kemerdekaan.

Oke. Deal. Terbangkan cupang-cupang batik itu ke peternakanku!”seru Kau pada sang petani Medan yang selalu nampak lugu di layar telepon genggam saat tatap muka virtual itu.

Cupang-cupang batik itu kemudian hanya singgah beberapa hari saja di peternakannya. Usai dikemas, dikirim ke tempat karantina, lalu tak lama sudah tiba di Cirebon. Dua hari kemudian, akun facebook dan instagram Mas Baridin dipenuhi cupang-cupang berpola seperti batik itu. Ia menamainya Batik Madrim (43).

Kau memang menyepakati penamaan strain baru itu, diserahka pada Mas Baridin. Merk dagang perlu diserahkan pada si tangan dingin.

Kini langkah Kau makin ringan. Ember penuh kutir itu, Kau serahkan pada karyawanmu yang nampak sumringah. Jajaran ratusan toples ukuran 4 liter berisi Cupang Batik itu Kau tatap dengan suka cita. Dalam benak, Kau merancang penjualan Cupang Batik itu untuk dilempar ke negeri jiran. Atas petunjukmu, para karyawanmu juga tengah memilih beberapa calon untuk indukan.

Ya, persiapan untuk breeding bareng dengan Mas Baridin, serta upaya memperbanyak strain baru itu lebh awal di farm-nya. Jika berhasil, jika beruntung, sepasang indukannya dapat menghasilkan 100 hingga 300 ekor. Kalkulator di otak Kau menghitung sejumlah jackpot. Kau tersenyum, membuat soliter sendiri di bibirmu. 

Tuhan. Tuhanku. Nikmat apalagi yang harus kudustakan dari-Mu, gumam Kau. 

 Kau makin melebarkan bibir saat Zaskia, isrtri cantikmu yang solehah dan mempunyai pinggul biola itu berjalan ke arah Kau dengan segelas kopi yang membawa rona kapal uap. Saat mendekat, saat udara segar perkampungan makin merapat, harum Kopi Luwak kiriman sahabatmu dari Ciwidey tanah Pasundan itu, sedikit membunuh lelahmu.

Harum kopi, harum rambut dan tubuh Zaskia yang habis keramas, melibas lembut titik jenuhmu. Saat Covid 19 melanda, saat orang-orang harus tumbuh dan berkembang di rumah saja, penjualan Cupang memang melesat. Kau makin sibuk. Seperti tak mengenal lelah.

“Pah, permohonan kita disetujui. Ayah dan Ibu mengizinkan kita membeli sawah yang seratus tumbak dekat kolam kita itu!” Zaskia meletakkan segelas kopi dan tatakannya, dan menggeser cemilan ke dekat bibir meja kayu Jati yang dikirim Mas Baridin sebagai tanda persahabatan.

Alhamdulillah...Aku tak hanya punya istri cantik...tapi juga mertua yang baik!”

Zaskia tersenyum lembut. Lebih lembut daripada sutra. Terasa lebih panjang daripada jalan sutra. Kau jadi ingat Sutra yang lain, yang tak pernah Kau pakai, karena justru terasa menghalangi kenikmatan alaminya.

“Sawahnya nanti mau ditanami padi juga?”

Enggak. Papah mau membenihkan casut (44).”

“Kutir dan jentik belum cukup?”

“Masih kurang. Untuk pakan cupang juga kan perlu kombinasi. Kutir itu kan ibarat nasi. Kalau kita makan nasi saja kan juga jenuh. Casut itu ibarat lauk pauknya. Casut juga membuat ikan cepat besar. Bisa dipanen lebih cepat.”

“Lalu kapan kita...ke Barru (45)?”

Itu tempat mertuamu bertahta. Ingatan Kau jadi tergali pada pertemuan pertamamu dengan Zaskia. Waktu itu, jelita berambut lebih sebahu itu masih jadi guru honorer di SMP Negeri Satap 4 Balusu. Kau bertemu dengan Sang Biola Tak Berdawai itu, saat menemani Zamroni untuk sebuah wawancara dengan Kepala Sekolahnya yang meresmikan bangunan perpustakaan baru, Pak Badaruddin Amir, sang sastrawan Barru yang keren.

Kau pernah jatuh bangun dalam wacana-wacana asmara lewat sejumlah pertemuan dengan beberapa dara sebelum itu, namun baru kali ini perasaan itu datang lebih cepat daripada biasanya. Ini pasti bukan takdir yang biasa-biasa saja, barangkali itu yang ada di benak Kau, Daeng.

“Minggu depan saja. Papah mau menyiapkan Cupang Batik yang masih tersisa untuk ke Brunei dan Malaysia. Zamroni sudah menyiapkan surat penawaran dan untuk karantina!”

Seorang pembantu datang memangku bayimu yang merengek keras. Zaskia segera menghampiri. Anak satu setengah tahunan itu sepertinya tak mau dot bersusu instan. Sudah pasti ia ingin susu yang lebih murni, sehat, dan bersejarah.

Sejarah memang tak memerlukan para pelupa.

Kau pun tak pernah lupa, bagaimana tiba-tiba ada api cemburu, saat Zaskia dibonceng pria paruh baya bermotor sepulang dari peresmian perpustakaan sekolah itu. Meski dengan perasaan tak enak, Kau mengikuti perjalanan pulang yang ditakdirkan searah itu.

Dua motor itu kemudian membelah area hutan kemarau yang seperti dibelah tongkat Nabi Musa. Batu kerikil, batu-batu besar, mencuat dari retakan tanah yang membentang menjadi jalanan yang belum mengenal stoomwalls.

Di antara reranting kering yang menjelma kerangka, uap panas dari helm dan masker, Kau terus menatap bidadari yang tersesat di Balusu menuju Coppo Baramming (46) itu.

Usai melewati dusun Panasa, empat kilometer dari sekolah, tak ada motor lain yang berpapasan. Itu tak seperti biasanya. Sepi memecut udara, hanya dipecahkan raungan dua motor.

Kau mendongak ke angkasa berkulminasi awan putih-kelabu dalam getaran udara yang terasa berbeda. Seekor elang berkulik mengepakkan lelah sayapnya dari arah Coppo Baramming, lalu memutar menuju bukit lainnya. Saat mendekati Coppo Baramming, segerumbulan awan putih mengepul lebih tinggi daripada pucuk pepohonan.

Kau ingat, bagaimana kemudian dengan susah payah dan penuh ketegangan dua motor itu menembus asap bak awan kabut dari hutan yang menggelepar-lepar oleh si jago merah kebiruan itu. Zamroni meraung-raungkan gas motornya, menurunkan perseneleng ke gigi satu, menuju puluhan meter lagi pendakin dan tikungan tajam yang membuat jantung seperti hendak meledak.

Usai pendakian, kabut asap makin menebal ke arah mereka dan membutakan dua tepi jalanan. Mereka turun. Lalu melihat ke arah lembah. Astaghfirullah Hal Adzim...api meninggi. Melonjak. Melahap batang hingga daunan. Angin kencang mengirim awan putih yang mengepung mereka. Suara-suara berderak bagai tiang kapal yang patah, membahana mengirim maut yang mengintai.

Lelaki paruh baya yang kemudian menyambar motornya dan membonceng kembali Zaskia itu menyuruh Kau dan Zamroni untuk segera beranjak. Kedua motor itu lalu meraung dengan gas yang ditancap cepat, menuruni jalanan berkarpet bebatuan, menerobos pekat asap dari api yang makin menjela-jela membakar semak-semak dan rerumputan kering kerontang tepi jalan.

Letupan bagai mortir, derak patahan batang-batang pohon yang terbakar, dan puluhan batang pohon tumbang, menciptakan bongkahan neraka yang dikirim amarah api.

Sejarah kemudian menatah Kau, Zamroni, dan lelaki paruh baya yang ternyata pamannya Zaskia itu, sebagai insan yang masih utuh. Usai selamat dari neraka yang baru mereka kenal itu, di bawah pepohonan perdu, kepanikan dan ketegangan diredakan.

Kau melihat keringat seukuran butiran jagung menghiasi paras Zaskia. Memucat dengan rona kemerahan. Ia mencoba tersenyum padamu dengan bibir gemetar. Ia serupa patung Michelangelo (47) tanpa sayap dipunggungnya yang sempurna.

Di latar belakangnya, hamparan rumah-rumah dan mesjid, serta puluhan perahu-perahu nelayan yang berlayar tenang di antara Pelabuhan Garongong dan Pulau Pannikiang, menjadi latar sorgawi bagi sosok bidadari dalam film-film Bollywood yang suaranya dimatikan, atau pesona lukisan Basoeki Abdullah yang dicuri dari sebuah musium di Amsterdam.

Mati kutu, Kau!

Panas di wajah dan lengan Kau masih mengibas-ngibas.

Panas di antara jari tengahmu kemudian membuat Kau tersentak. Lau dering dari video call. Di layar, wajah Bang Hasibuan menanti. Rekanan bisnismu. Kau biarkan puntung rokokmu terjatuh.

“Ya. Assalamu alaikum, Abangku! Ada gerangan apakah?”

“Ok. Waalaikum salam. Daeng, Kau sedang ada waktu? Aku mau bicara agak panjang, nih!”

“Silahkan, Abang!”

“Begini, Daeng. Aku kan punya juga Cupang Batik. Coraknya agak abstrak. Ku posting (48) lah di facebook. Eh, ada yang bilang Cupang Batik itu tidak ada. Aku tersinggung. Aku bilang, corak batik juga bisa abstrak. Soal persepni ini juga bisa tergantung yang melihatnya. Cara dia melihat. Bagiku, cupangku itu Cupang Batik. Memang tidak banyak. Dari tiga ratus ekor di satu lubukan itu, aku cuma dapat jackpot ini sepuluh ekor. Lalu ada yang komentar lagi. Cupang Batik itu hasil kopekan...(49)”

Kopekan? Apa itu?”

“Masa Kau tak tahu, Daeng?”

“Aku kan pemula. Belum banyak ilmu dan istilah percupangan kuketahui.”

“Kau jangan berpenyu-penyu dalam perahu!”

“Sungguh, Bang. Aku awam dan buta.”

“Kau harus jujur dalam berbisnis, Daeng!”

Lho, aku selalu berusaha jujur. Aku kan selalu bertaruh nama baik. Aku tak pernah main tipu-tipu berbisnis dengan Abang dan yang lain!”

“Ya, denganku Kau tak bermasalah. Tapi kali ini, akibat ulahmu, Aku kena getahnya!”Bang Hasibuan meraih rokoknya tergesa. Menahan sesak nampaknya.

Kau terperanjat. Apa yang tidak beres? Kau segera menyalakan rokok baru. “Memangnya ini ada apa? Saya tak mengerti...”

Oke...”asap rokok Bang Hasibuan sedikit memudarkan layar. “Apa Daeng sudah melihat akun instagram dan facebook Mas Baridin pagi ini?”

“Belum sempat, Bang. Aku kesiangan. Semalam begadang ikut packing. Lalu, tadi habis ngambil kutir...”

“Dua hari lalu, Si Baridin ini kan posting ikan yang katanya Cupang Batik Madrim. Strain baru serian gold (50). Namun pagi ini, postingannya dihapus. Ia meminta maaf, dan mengumumkan bahwa postingan itu agar dianggap tak pernah ada.”

Jantungmu seakan ditemui polisi yang tak pernah tidur. Kau tersentak. Pori-pori tubuhmu mendadak mengeluarkan butiran jagung bening.

“Memangnya kenapa, Bang?”

Bang Hasibuan malah balik bertanya,”Kau belum dihubungi Baridin?”

Kau menggeleng. Menghardik bumbungan asap rokok kretekmu.

“Kau itu memang lugu, Daeng. Ada yang mengomentari postingan Baridin itu cupang kopekan. Lalu banyak komentar miring lain, lah. Aku mendengar ribut-ribut itu. Lalu kuamati benar-benar Batik Madrim itu. Aku membenarkannya. Itu hasil kopekan. Hasil congkelan. Hasil ulah manusia yang merusak corak alaminya. Ku kontak lah Baridin, darimana asal-muasal itu ikan. Aku tahu ikan tuuu, bukan strain baru yang dia buat. Bah, itu bukan genetic dia. Dari dia, akhirnya muncul nama Kau. Jadi, betul itu ikan genetic dari Kau punya farm?”

Kau menjawab gemetar,”Betul, Bang. Itu genetic dari Aku. Namaku taruhannya. Maksudku, itu memang bukan hasil breedinganku. Aku kan punya tim. Rekanan seller dan breeder yang kujadikan tim. Itu hasil tim Aku. Jadi, Aku boleh dan punya hak mengaku sebagai genetic punyaku...”

Bah, macam mana Kau ini, Bro? Kau sudah terlibat penipuan, tahu?”

“Tapi, Bang. Tunggu! Aku tidak tahu kalau itu ikan kopekan. Ikan congkelan. Aku baru tahu sekarang dari Abang!”gemetar bibir Kau.

“Daeng...Daeng...kita yang main di dunia cupang itu saudara. Satu hobi. Ini bahaya buat dunia percupangan kita. Sudah kukatakan, gara-gara ulah Kau, Aku kena getahnya. Yang lain juga begitu. Ikanku dan saudara kita yang lain, yang benar-benar punya Cupang Batik, ikut juga disebut kopekan. Para buyer pasti kecewa. Apalagi bila di dengar dunia luar, bisa kebawa kita semua!”

Kau benar-benar salah tingkah. Ada kawah menyala di pantatmu. Cemas. Takut. Marah. Berkecamuk menjadi rasa yang entah apa namanya. Smartphone di tanganmu menjadi tsunami keringat.

“Mestinya Kau, tahu lah. Mana mungkin ada ikan batik yang polanya hampir sama, dan dalam jumlah ratusan lagi. Gini aja, nanti malam, kolektor besar di Jakarta, akan mengundang kita untuk Live di instagram. Baridin juga. Kau harus menjelaskan ini. Sejujurnya!”

Beberapa jam kemudian, puluhan pesan masuk ke Whats App hapemu. Sebutan penipu, menderas. Mereka akan mengembalikan Cupang Batik itu dan meminta uangnya kembali. Bahkan, ada tiga seller langgananmu yang mengancam akan melaporkannya ke polisi, karena merasa nama baiknya juga dicemarkan oleh kasus ini.

Mas Baridin juga menelponmu. Membatalkan pembelian. Ia telah mengemasnya lagi. Tentu juga meminta uangnya kembali, serta membatalkan rencana breeding bersama.

Tak ada lagi gunung emas yang Kau bayangkan. Langit juga telah runtuh.

Panik. Panik. Panik.

 

                                   # # #   

 

Sahabatnya dari Bali Betta Splendens (51) pernah berseloroh: Jangan mati sebelum ke Bali.

Dia hanya menyungging senyum. Itu keterlaluan. Tapi, memang mungkin benar juga begitu. Bali sudah tersohor sejagad sebagai Pulau Para Dewa. Nirwana yang dibocorkan ke Marcapada. Dia tentu saja telah mendengar ribuan kali ungkapan itu.

Dan memang, dahulu, tentu, ada semacam hasrat menuju tempat Kecak dan Ngaben itu dipahatkan kepada otaknya yang berlindung di kepalanya yang nyaris plontos.

Ya, dahulu, cerita keelokan dan keajaiban Bali lebih banyak Dia dengar dari bos-bosnya yang sering terbang ke sana. Ada yang rapat. Ada juga yang memang sengaja berlibur.

Dahulu. Ya, sepuluh tahun lalu, saat Dia menjadi satpam, jangankan berpikir untuk ke Bali, ke Payakumbuh tempat abangnya tinggal pun, rasanya sulit sekali.

Kini. Dia dengan perasaan sukacitanya, merasakan betul betapa empuknya kursi pesawat Batik Air Airbus A330-300 (52) yang melesat dari Medan menuju Jakarta, lalu nanti akan disambung ke Denpasar, Bali.

Ada lagi?

Tentu. Sebagai penikmat keindahan, Dia tak menyia-nyiakan menatap, atau sekedar melirik agak lama lima pramugari bersanggul elok dengan cheongsam bercorak batiknya yang membiola hilir mudik.

Pertama, ketika seorang pramugari membantunya memasukkan tas besarnya ke boks penyimpanan barang. Ke dua, saat tangan pramugari lain membantunya mengenakan sabuk pengaman. Ke tiga, saat tiga pramugari menjadi artis pantomim sambil memetakan pemberitahuan dari pengeras suara tentang cara mengenakan rompi pelampung.

Ke empat, saat dua pramugari datang dengan nampan berisi makanan welcome food and drink (53). Ke lima, saat di tengah perjalanan dua pramugari lain menawarkan makanan dan minuman lain yang ternyata tidak gratis. Ke enam, saat ia diberi senyum termanis ketika pintu bertangga telah diturunkan.

Sebetulnya Dia ingin ada yang ke tujuh, dan seterusnya. Namun, Dia takut jantungnya terlau kencang berdetak.

Wow. Tukang cupang naik Airbus dan mendapat sekian senyum para pramugari yang begitu Dia rasakan ‘membidadari’.

Ini memang rezeki yang terkadang datangnya tak membawa surat pemberitahuan. Yang penting, kini ia merasakan kenikmatan baru. Kelezatan buah perjuangannya selama sepuluh tahun terakhir. Terutama empat tahun terakhir, saat ia berhasil menghasilkan cupang strain baru: Black Galaxy Copper Gold.

Dari strain ini, ia mendapat banyak order. Saingan terberatnya adalah Mas Baridin. Dia memang kalah dari sisi marketing. Dia belum bisa menyaingi jagoan Cirebon itu yang mampu menjual ikan semacam itu dalam hitungan dollar yang lebih tinggi.

Tak apa. Rezeki sudah ada yang mengatur. Aturannya ialah harus kerja keras, kerja cerdas, dan kerja cekas alias jujur.

Menciptakan strain baru untuk cupang, paling sedikit memang butuh waktu dua tahun. Batik Air Bus dan pramugari effect (54) ini adalah periode ke dua, setelah sebelumnya ia menikmati booming cupang multicolour burik khas Medan. Namanya mulai dikenal.

Para seller dan buyer, juga menyukai keunikannya beternak cupang dalam gentong. Di Medan, hanya dia dan breeder Jokiweda Lim yang beternak di gentong. Bedanya, Jokiweda yang terkenal dengan Cupang Sisik Putih alias White Scale Betta Fish (55), mempunyai tempat beternaknya yang lebih luas, gentongnya lebih bagus dan banyak pula, serta jam terbangnya yang lebih lama. Sang Legenda pun, telah disematkan kepada Jokiweda Lim oleh para pehobi cupang di Asia. Dia pun, menyematkannya sebagai suhu.

Sebagai Anak Medan, Dia memang bangga daerahnya dikenal sebagai penghasil cupang-cupang berkualitas tinggi. Genetik Cupang Medan selalu terlihat khas, dan masih dikenali meskipun telah dikembangkan di daerah lain. Para breedernya dikenal tangguh. Serius.

Namun, di tengah sukacita ini, Dia membawa sisi gerah yang membuatnya menepuk jidat berkali-kali.

“Kapan Abang sambangi itu mahluk!”

Dia biarkan pertanyaan yang bernada gejolak kejengkelan itu, agak reda di bibir Hasibuan, keponakannya yang juga breeder cupang hias.

“Baru video call-an, usai live instagram semalam sama Mas Margono dan dokter forensik hewan itu...”

“Kita satroni saja rumahnya, Tulang!”

Dia tersenyum. Kompan putih ukuran empat liter berisi cupang strain terbarunya, ia naikkan ke atas rak baja ringan, tak jauh dari paras merah padam sang keponakan yang dahulu sering membantunya di farm. “Abang baru mau telpon, Kau. Malah udah nongol sepagi ini!”

“Memalukan daerah. Memalukan bangsa!” Hasibuan meletakkan kepalanya di atas meja, seperti torso yang lepas dari bahunya.

“Tenang...tenang dahulu. Emosi hanya membuat suasana seperti ketapang busuk yang bisa membuat ikan mabuk. Aku harap Kau tuh tak perlu ke sana dahulu. Darahmu masih memanas. Jangan sampai ada keributan. Tahan dahulu, lah. Petani macam itu orang, memang bikin pusing saja. Kelakuannya itu kan bukan hal baru. Kita sudah lama mengenal itu mahluk sebagai tukang kopek. Dia pun sudah mengakui ikan yang dikirim ke Si Daeng itu cupang kopekannya...”

“Tapi Tulang, ini mendesak!”

“Ya...tapi sebelum tengah hari ini kan Tulang harus ke Jakarta, terus ke Bali!”

“Oh...BSBC itu, ya? Aku takut saja isu ini terus digoreng. Nanti terlalu luas menyebar!”

“Ya. Memang. Tadi malam itu, di isntagram itu kan kusarankan Si Daeng berdamai. Jangan sampai mau kirim contoh semua ikannya ke Mas Margono untuk dibuktiklan secara forensik. Percuma. Itu sudah jelas kopekan. Diperiksa pun hanya akan memunculkan kehebohan yang makin liar...”

Huh.

Duh.

Puah.

Dia menarik tali ransel, meraih gagang koper, lalu mengikuti antrian menuju pintu kedatangan Bandara Soekarno Hatta yang tak begitu dijejali banyak pelancong. Covid 19 telah membuat orang-orang malas terbang, selain ada larangan dan batasan.

Roda kopernya hanya mengeluarkan sedikit suara saat melaju di lantai marmer menuju sebuah cafe. Dari balik kaca berhiaskan huruf-huruf retro, Jack Dawson melambaikan tangan. Rapat kecil panitia memang telah disiapkan sebelum melanjutkan perjalanan Ke Bali.

Dia menyalami lima rekan lainnya yang telah siap dengan beberapa map tebal, lalu menyebut Cappucino pada anggukan pelayan cafe yang parasnya mendekati putih susu.

Paras-paras yang lebih jelita lainnya, kemudian menemaninya pula saat perjalan menuju Bali. Para pramugari di pesawat Garuda B373-800 NG (56) tentu tak cuma ramah, namun memang membawa keindahan sepanjang perjalanan menembus awan.

Pesawat ini juga memang unik. Moncongnya yang berdesain masker motif Barong Bali, membuat Dia memandangnya kembali saat kaki roda yang membawa gemuruh mesin itu mencium landasan Bandara Ngurah Rai.

Covid 19 memang mempunyai dimensi kehidupan lainnya. Dia jadi teringat pula sebuah akun di instagram yang memajang foto editan cupang yang mengenakan masker. Beberapa breeder lain juga membuat masker bergambar cupang, dan membagikannya kepada para buyer sebagai bagian dari pelayanan marketing, selain bentuk kepedulian kampanye masker.

Sepanjang perhelatan Bali Black Series Competition Vol 2 (57) itu, Dia memang mencoba sesantai buih-buih yang mengecup bentangan pasir putih tepi pantai depan hotel. Bagaimana pun ini rejeki yang harus benar-benar dinikmati.

Kompetisi cupang-cupang seri daging hitam itu sendiri memang menghadirkan ikan-ikan yang memanjakan mata dari ratusan breeder berbagai provinsi di Nusantara yang indah ini.

Bali bersama keindahan lainnya, menambah pahatan hajatan eksotis itu, menjelma kepayang lain bagi para peserta yang juga diikuti para sultan dan breeder boomer itu.

Maka, usai beradu argumen dengan juri lain, terutama saat menentukan Best of Show dan Best of Division (58) dari berbagai varian Cupang Balck Series itu, Dia menumpahkan suka citanya ke berbagai tempat-tempat eksotis yang memang telah dirancang panitia.

Mungkin juga ini bagian dari rancangan para Dewa. Para Dewi juga.

Lalu, rancangan lain datang tanpa harus membawa surat antigen.

Gugup yang tiba-tiba menyala. Getaran kira-kira senada 1,099 skala ritcher (59), merambati dadanya. Tak datang dari dermaga. Tak berguncang dari sisi lain Ring of Fire. (60) Tak menyeruak dari balik kabut yang dikirim langit. Bidadari tanpa masker karena virus-virus pun pasti terlalu terpesona untuk menyerbu bibirnya yang sunkis.

Pemiliknya adalah buyer kelas sultan. Ningratnya kaum jayadiningrat. Segala godaan tanpa khuldi ada padanya. Kulitnya? Itu seputih white platinum namun berekor startail (61). Senyumnya yang lebih lebar dari pintu sorga, melesat dari gondewa (62) ghaib yang menusuk jantung tanpa darah.

Apa kabar, Bang?

Bukan, bukan itu pembuka singkat di pertemuan yang meluncur dari belahan sunkisnya itu.

“Akhirnya...jumpa juga dengan breeder pujaan!”tangannya terulur begitu jujur seperti Gadis Jujur dalam cerita Si Kabayan Saba Kota.

Dia berusaha meredam keterkejutannya,”Terima kasih...” begitu saja. Bukan saja karena Dia sosok introvert, yang menjadikannya sering menjadi pemuja di kegelapan rasa malu yang tidak jelas atau rasa minder yang terlalu di titarik ke titik terdalam hati, namun karena sosok yang ia temui kali ini lebih dari yang Dia bayangkan sebelumnya.

Perempuan dengan longdress hitam bersanggul minimalis itu, sang buyer langganan cupang-cupangnya saat lelang live maupun flashdeal (63) di instagram itu, benar-benar tampil lebih hidup tentunya. Ya, ini bukan lagi dunia maya. Bukan Cuma bayang-bayang dalam saluran digital.

“Kalau Abang lagi santai, saya...mau ada yang disampaikan! Boleh, Bang?”

Deg!

Duh, dokter macam mana yang tak bersedia menerima pasien seperti ini, bukan?

Dia tentu saja pasrah pada hadiah tanpa lipatan bungkus kado ini. Mereka kemudian menuju meja dan kursi kayu minimalis seberang restoran hotel, tak jauh dari bibir pantai yang tak pernah tidur.

Langit memberikan mantra terindahnya lewat bundaran dewi malam yang bugil bulat usai gerhana beberapa menit lalu. Brant Parker merayap dari loud speaker berbagai arah yang tersembunyi lewat teriakan lembut High Class Women (64).

Buyer paling royal di depan Dia ini mengeluarkan kotak keemasan. Perempuan yang juga dikenal sebagai selebgram ini mengambi rokoknya pelahan, lalu menyalakannya seperti berniat menyengat hawa dingin yang dikirim udara yang bergerak pelan.

“Saya ikutin live isntagramnya Abang sama Mas Margono dan Mas Baridin tempo hari itu. Saya tentu terkejut saat tahu itu ikan kopekan. Saya juga kan sempat beli beberapa Batik Madrim...”

Dia menyimak sambil ikut juga menyalakan rokok filternya.

“Saya tak berpikir untuk mengembalikannya, karena itu sudah tak penting lagi. Hanya ingin memastikan saja, karena saat live itu kan Abang langsung bilang bahwa itu ikan kopekan. Abang sudah tahu meski tanpa harus dilihat mikroskop, seperti yang saat itu diulas juga dokter forensik sahabatnya Mas Margono...”

“Ya,ya, ya!” Dia tak mengira hal ini yang akan ditanyakan, karena pikirannya jadi tersengat kembali oleh peristiwa yang membawanya terbawa gerah.

“Memang seperti itu kah, Bang?”

“Ya. Sekilasan juga, kalau kita sudah lama bermain di dunia ikan, akan tahu. Begitu diperlihatkan pun, saya tahu itu ikan punya siapa. Genetik dari mana. Ulah siapa.”

“Secara teknis, itu sama dengan salon ikan?”

“Ya, bisa dikatakan mirip. Cuma, kalau salon ikan masih dalam koridor kewajaran. Untuk mempercantik ikan. Itu pun, yang dihilangkan hanya bagian sirip yang kurang beraturan, misalnya. Terutama untuk standar kontes dari SNI (65), mengharuskan ikannya punya bukaan ekor yang rapih.”

Kopekan agak lain ya, bang?”

“Dalam skala terbatas bisa sama. Misalnya menghilangkan titik putih tertentu, yang kadarnya juga sedikit, agar tak mengurangi penilaian. Dalam kasus yang terjadi, kopekannya terlalu banyak. Ini tentu melukai banyak bagian sisik ikan, daging kulit ikannya agak terkelupas dan bisa menembus daging.”

“Kasihan ikannya!”

Dia tersenyum. Kalau Kau ikan, Aku-lah airmu...batinnya.

“Salah sedikit memang bisa membawa kematian, meski dalam waktu agak lama. Dan di kasus Batik Madrim, kopekannya dibentuk menyerupai Batik yang polanya sama. Kopekannya jadi banyak. Apalagi jumlahnya ratusan. Bukan untuk kontes yang... paling...satu dua atau beberapa ikan saja, dan dari beberapa orang saja. Kalau sudah dibuat massal. Untuk cuan yang lebih banyak...itu keterlaluan. Tak bisa ditolerir...”

Diam-diam Dia merasa kaget juga dapat berbicara lebih lancar di hadapan selebgram yang auratik (66) itu. Yang foto dan video sensualnya di berbagai belahan kawasan wisata dunia banyak Dia like, meski tak pernah memberi komentar. Paling ikon merah hati (67) yang banyak.

Pemilik tubuh langsing semampai dengan bibirnya yang landai itu, sering pula Dia ikuti saat muncul di berbagai Podcas.

Dari arah kolam renang seberang restoran bergaya Mediteranian itu, masih terdengar beberapa orang sedang mengolah tubuhnya diukir riak bening kebiruan. Percakapan mereka kemudian bergerak ke berbagai tema-tema kecil.

Samartphone-nya menyala menampilkan ikon gagang telpon merah yang bergetar. Hasibuan muncul dengan rokoknya di antara latar sebuah rumah yang nampak ramai.

“Abang belum buka WA dariku barusan, ya?”

“Belum. Ada apakah? Seperinya penting banget?”

“Iya, Tulang. Kemarin, aku dan teman-teman kan ke rumahnya. Benar, itu memang ulahnya, Bang. Sebagian Batik Madrimnya masih ada. Juga sisa catnya...”

“Aku bilang kan, tunggu dahulu!”

“Tadinya aku juga mau nunggu kepulangan Tulang. Tapi istrinya telepon Aku!”

“Lho? Kenapa pula?”

“Ia minta tolong carikan Aku ambulan. Suaminya itu demam tinggi katanya, Bang. Dokter Puskesma menyarankannya ke UGD!”

Dia tercenung. Sudah lama ia menerima keluhan sakit lambung teman lamanya itu. Dua tahun lalu, Dia menggalang dana untuknya, saat perutnya terlihat mengeras dan harus dioperasi.

Masih terbayang bagaimana cairan putih kekuningan bercampur darah, mengalir dari slang kecil yang berujung di wadah penampungan pada lantai kamar bedah. Saat itu, dari balik kaca pintu ia hanya berdoa dan menghibur itsri sahabatnya itu untuk tabah.

Ucapan yang seperti mengulang beberapa patah kalimat, saat perempuan itu memohon maaf harus mengikuti perintah orangtunya untuk memutuskan hubungan dengannya, hubungan mereka yang baru seumur mekarnya kembang jagung, lalu mengulang kisah legendaris Siti Nurbaya (68).

Dia tak hendak berontak saat itu. Canggung. Tokoh Datuk Meringgih-(69)nya berbeda: masih terbilang saudara jauhnya. Yang jauh lebih kaya. Pada akhirnya.

Ujung penantiannya. Novel lainnya yang tanpa nama.

Nafasnya memberat. Malam nampaknya akan menahan jadwal kedatangan subuh lebih lama.

“Makin dingin nih, Bang! Kita lanjutkan ngobrolnya di kamarku, yuk!”

Nah. Kemudian akan terlihat bagaimana pria di masa puber ke dua itu terlihat gelagapan.

Dia membatin: Tuhan...di mana Tuhan? Malaikat, di mana Malaikat?

# # #

                                                           Soreang, Bandung, Jawa Barat

Catatan :

(1). hujan poyan = keadaan hujan dalam balutan cahaya matahari yang bisa berefek  padakemunculan pelangi.

(2). Ngedok = reaksi atraktif/perlawanan cupang saat melihat potensi ancaman dari cupang lainnya atau predator alami maupun benda tertentu yang berada di hadapan soliter/tempatnya menyendiri.

(3). Solitarian  = penyendiri, mahluk yang bersifat teritorial atau begitu menjaga privasinya.

(4) Avatar Gordon = Cupang dengan warna dasar daging hitam serta paduan pola rintik-rintik/bintik biru seperti mahluk planet di film Avatar. Nama Avatar Gordon juga adalah merk dagang dari akun Kapten Gordon.

(5). Fancy Copper = Cupang plakad fancy merupakan cupang yang mempunyai warna tidak dominan. Umumnya lebih dari tiga warna dan mempunyai sisik dragon. Fancy merupakan nama atau merk dagang yang dikembangkan peternak Thailand. Pada Fancy Cooper, warnanya mengandung unsur warna tembaga. Ada yang abu gelap, ada pula yang abu terang. Tembaga pada warna ikan ini disebut mewah, karena nampak berkilau, apalagi jika disorot cahaya.

(6). Eureka = Secara harfiah artinya ‘aku menemukan’, atau dalan bahasa Yunani artinya ‘saya telah mendapatkannya’. Ungkapan ini diucapkan oleh orang yang mendapatkan ide baru yang muncul dari imajinasi yang mendapat rangsangan dari fakta objektif di sekitarnya. Uacapan Eureka dihubungkan dengan Archimides, ahli matematika dan perancang senjata-senjata baslitik Yunani abad ketiga sebelum Masehi, ketika menemukan pola tekanan air yang kemudian dikenal dengan Hukum Archimides.

(7). Strains = Jenis, macam, bentuk, keturunan. Dalam percupangan, kata strain menunjukkan suatu turunan/terusan genetik tertentu hasil persilangan, baik kawin silang/crossbreed, maun perkawinan sedarah/inbreed atau dari satu indukan yang sama. Dalam pemahaman mikrobilogi strain adalah kultur murni dari suatu mikroorganisme yang terdiri dari isolate sel yang sama.

(8). Avatar Copper = cupang hasil persilangan Avatar atau Black Galaxy dengan FCCP atau fancy copper. Jenis ini berupa cupang berbadan dasar daging/kulit hitam berbintik biru, dengan ekor dan sirip warna tembaga keperakan atau pun keemasan. Warnanya akan terlihat lebih berkilau saat disorot cahaya lampu.

(9) Ikan Sultan = ikan hias yang banyak dsukai/dikoleksi/dibeli oleh kelas atas/orang kaya.

(10). Blue Rim = jenis cupang berbadan putih kapur atau krem mengkilat, dengan sirip, pinggir badan dan ekornya berwarna biru terang atau pun toska. Cupang Blue Rim mempunyai beberapa jenis variasi, yakni Blue Rim Panda, Blue Rim Koi, Fancy Blue Rim, Giant Blue Rim, dan Marble Blue Rim. Cupang Blue Rim berasal dari Thailand.

(11). f-4nya = Hasil perkawinan silang hingga generasi ke empat. Pencapaian ini secara umum berarti sudah sampai pada hasil genetik yang diinginkan oleh peternak.

(12). Iron Dome = Kubah Besi. Ini merupakan sistem pertahanan udara berupa tangkisan beruntun serupa kubah besi untuk mengancurkan/menahan serangan senjata roket atau pun rudal jarak pendek dari pihak lain.

(13). seller = Penjual. Dalam dunia percupangan juga berfungsi sebagai penyalur ikan dari peternak lain.

(14). breeder = peternak, petani ikan yang bertugas mengawinkan ikan sejak memilih indukan, menjodohkan, hingga memijahkan dan mengurusnya hingga besar.

(15). bath  = Mata uang Thailand.

(16). Hajar Aswad = Batu Hitam yang terletak di sisi luar Kakbah yang disucikan umat Islam.

(17). Dirham = mata uang yang digunakan di beberapa bangsa/negara Arab/Saudi Arabia

(18). Ingsun ngakak. Ngapak tenan tuh wong-wong Monas. = Aku tertawa. Lucu betul itu orang Monas (Jakarta)

(19). Avatar Gold = jenis cupang avatar yang dipoles warna keemasan.

(20). White Platinum = jenis cupang warna dasar putih berkilau pada seluruh tubuhnya

Supergold. = jenis cupang warna dasar/daging emas yang tebal/mirip emas murni

Yellow Gold = jenis cupang dengan dasar daging warna kuning berbalut warna emas

(21). solid = sama, sewarna, satu warna penuh/seluruh tampilan tubuh

(22). FCCP line Vietnam = Jenis cupang Fancy Copper yang berasal dari genetik petani dari Vietnam

(23). Nuzaik Betta Genetic = Nama akun seorang breeder dan seller dari Kota Pekalongan

(24). Black Galaxy    = sebutan lain untuk Avatar Gordon, atau cupang berdasar warna daging hitam dengan bintik-bintik biru. Namun ada juga yang berbintik putih dan hijau. Black Galaxy juga merupakan merk dagang para peternak dan breeder Thailand.

(25). Asyila Betta Genetic = Nama sebuah akun peternak dan dan penjual dari Sumatra.

(26). Kapten Gordon = Nama akun breeder dan seller penemu Cupang Avatar Gordon. Nama tersebut juga merujuk pada tokoh komik fantasi dari Amerika yang muncul pada tahun 1970-an.

(27).  jentik dan kutir =  pakan hidup untuk cupang berupa larva nyamuk dan kutu air

(28). Jenderal Anom Cirebon Genetic = nama akun imajinatif untuk kepentingan fiksionalitas cerita pendek ini.

(29). sepalih = setunggal, sebagian, setengah, sebelah

(30). Ora Nyupang Ora Sugih = Tidak Nyupang Tidak Kaya. Ini merupakan adagium seorang peternak cupang yang disablon pada kaos oblong/t-shirt.

(31). Molase = sari tetes tebu

(32) EM4  = cairan untuk pembantu pakan ikan maupu tanaman. Khusus untuk perikanan, botolnya

       berwarna pink.

(33) Bapa Nu Teu Ngayuga = Mertua. Bapak angkat. Bapak yang tidak secara langsung mengasuh dari kecil. Bukan Bapak Biologis.

(34). Cupang Batik  = Cupang yang mempunyai pola seperti corak kain batik, baik abstrak maupun serupa ornamen tertentu.

(35) farm-nya = peternakannya. Tempat ternak, dalam hal ini khususnya ikan cupang.

(36) Presiden Cupang Indonesia = sebutan, atau predikat yang diberikan publik pehcinta Cupang Indonesua kepada sosok Deeway Gembel (Dedy Yulistyanto) yang merupakan content creator khusus ikan Cupang.

(37). Jenderal Anom Jayadiningrat = sebutan/predikat (imajiner) kepada bereder dan seller Cupang Hias.

(38), FCCP Red Head = Cupang jenis fancy copper bersisik putih berkepala merah

(39). Iron Man = Nama merk dagang untuk jenis ikan Cupang Red Koi yang punya warna galaksi keemasan/warna emas. Bentuk tampilan kompoisi warnanya mirip dengan tokoh komik fantasi Iron Man dari Studio Marvel Amerika.

-(40) Avatar Gold dan Avatar Kuncop = Jenis Cupang avatar dengan galaksi keemasan termasuk pada sirip dan ekornya, serta jenis cupang Avatar bintik emas dengan sirip dan ekornya berwarna kuning.

(41) Black Galaxy Copper Gold = Cupang dasar daging hitam yang berpadu dengan warna tembaga keemasan. Ikan ini setara dengan Avatar Copper Gold.

(42). Red Koi Gold = Cupang jenis Koi berwarn adasar/daging merah yang bersepuh warna emas pada sebagian tubuh, sirip serta ekornya. Ikan ini setara dengan Cupang Iron Man, namun sebagian ada yang lebih punya rintik-rintik yang lebih menyebar serupa pasir.  

(43). Batik Madrim = Nama merk dagang untuk cupang berdasar daging hitam dengan rintik-rintik emas yang dipola menyerupai corak batik tertentu. Dalam legenda, Patih Batik Madrim dihubungkan dengan sosok Anglingdarma.

(44). casut = cacing sutra, atau cacing kecil yang lembut dan sering dijadikan pakan ikan.

(45). Barru = nama sebuah tempat di Sulawesi Selatan

(46) Coppo Baramming = nama sebuah wilayah. Cerita mengenai wilayah ini, serta beberapa kejadian kebakaran hutan berasal dari sastrawan asal Barru, Sulawesi Selatan, Badaruddin Amir, saat bertemu dengan penulis dalam acara Rainy Days Banjarbaru’s Internasional Literary Festival 2019. Di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Beliau juga membuat sebuah cerpen berjudul Kebakaran Di Coppo Baramming, yang termuat di buku kumpulan cerpennya berujudul ‘Risalah’ yang diterbitkan Gora Pustaka Indonesia 2019.

(47). Michelanggelo = nama seniman yang dikenal sebagai pemahat, pematung, dan asrsitek jaman renneisance kelahiran Itali 1475.

(48). Posting = kirim, tayangan, kiriman teks di media sosial

(49) kopekan = Congkelan. Praktek pengangkatan/penghilangan/pencabutan sisik ikan

(50). serian gold = deretan ikan sejenis yang disepuh warna mutasi keemasan. Serian ini misalnya terlihat pada cupang Nemo Gold, Red Koi Gold, Balck Koi Gold, Fancy Yellow Gold, hingga Avatar Gold.

(51). Bali Betta Splendens = komunitas pecinta cupang hias di Pulau Bali.

(52). Batik Air Airbus A330-300 = jenis pesawat boeing milik perushaan penerbangan Batik Air- Indonesia. Pesawat ini dapat melayani penerbangan selama 60 menit hingga 15 jam dengan kondisi bahan bakar penuh. Pesawat ini mampu terbang di atas ketinggian 41.000 di atas permukaan laut.

(53). welcome food and drink = hidangan makanan dan minuman sebagai pelayanan yang ramah bagi para tamu yang baru datang.

(54). pramugari effect = hal yang ditimbulkan karena ketertarikannya kepada sosok pramugari yang cantik dan ramah

(55). White Scale Betta Fish = jenis ikan cupang berbadan sisik putih dengan kepala orange dan sirip orange atau biru, serta ekor bintang/serat rangka payung warna biru. Tentu ada pula variannya di antara warna tersebut. Ikan WS banyak penggemarnya dan berharga tinggi.

(56) Garuda B373-800 NG = Jenis pesawat ultramodern Boeing Next Generation milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Pesawat ini melayani perebangan domestik dan regional, yang dilengkapi dengan interior mewah dengan televisi LCD berlayar sentuh pada setiap kursi di kelas bisnis dan ekonomi. Audio dan Video on Demand (AVOD) entertaiment system-nya menawarkan 25 faeture film dan 25 audio track. Pesawat ini juga unik karena menghadirkan pola masker bermotif batik parang warna biru, serta motif gambar Barong Bali. 

(57) Bali Black Series Competition Vol 2 = kompetesi ikan cupang khusus untuk yang berdasar warna daging hitam (balck series) yang diselenggarakan di Bali.

(58). Best of Show dan Best of Division =  Penyematan gelar untuk ikan cupang hias berpenampilan terbaik, serta untuk divisi terbaik.

(59).  skala ritcher = ukuran besar kecilnya getaran khususnya pada gempa bumi.

(60). Ring of Fire. = Cincin Api. Sebutan untuk jalur kegempaan di bawah tanah/bumi yang serupa sungai magma dari berbagai kawah gunung berapi. Pola ini tersambung secara melingkar mirip cincin.

(61). startail = Ekor Bintang. Ekor cupang hias yang mirip garis-garis bintang atau kipas yang sedikit tajam/menyudut.

(62). gondewa = busur

(63). flashdeal = kesepakatan cepat/penawaran singkat

(64). High Class Women = Perempuan Kelas Atas (selebritis, wanita kaya)

(65). standar kontes dari SNI = satandar kontes di Indonesia yang mengutamakan performa ikan cupang selain warna.

(66). auratik  = mempunyai aura baik, berdaya tarik tinggi, bernilai sejarah

(67). ikon merah hati = tanda berupa gambar jantung merah, yangdibuat untuk menunjukkan rasa cinta/suka/bahagia/menghargai secara positif

(68). Siti Nurbaya = nama tokoh utama perempuan dari Novel Siti Nurnaya karya Marah Roesli

(69). Datuk Meringgih = nama tokoh antagonis dalam Novel Siti Nurbaya karya Marah Roesli.



 

 

 

  

      

 

 

 

 

 

  

 


  

 

                        

 

  

 

 

 

  

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi