Cerpen
Disukai
115
Dilihat
10,236
Aku Ingin Mengajakmu Bercinta Hingga Planet Terjauh
Drama

(1)

Saat Luthfi mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu, sepuluh ribu persen Luthfi berkata benar. Dan ketika ia mengatakan bahwa aku ingin mengajakmu bercinta hingga planet terjauh, dua puluh ribu persen Luthfi berkata benar pula.

Tentu yang kumaksud bukan Luthfi yang bandar sapi itu. Kau tahu benar, meski bukan vegetarian, aku kurang suka berkawan dengan para pengusaha hewan. Yang kumaksud adalah Kang Luthfi, pedagang bunga langgananmu.

Langagananku juga. Tentu.

Kapankah aku mulai mencintaimu? Detik, menit, dan jam persisnya aku tak begitu mengingatnya. Itu tugas sebagian para malaikat. Yang tercatat di buku harian jantungku, yang bekerjasama secara jenial dengan otakku, adalah harinya. Malam Jum’at Kliwon.

Tak salah lagi. Waktu itu, kau tengah mengamati beberapa smartphone keluaran terbaru. Semula, aku tengah kelayapan untuk mendapatkan perhatian dari beberapa Sales Promotion Girls, yang dengan antusias menawarkan beragam produk gadget terbaru.

Menurutku, sebagai pengamat bentuk-bentuk visual, selain para gadis berpayung di arena balapan motor GP, dan para pembuka pintu mobil pada Auto Show, dara-dara penjaja gadget merupakan urutan ketiga yang pantas diamati.

Jenis selebritis lain yang tak pernah masuk dalam gosip entertainment.

Tetapi kemunculanmu mengubah segalanya.

Kurasa dan kukira, kau tak pantas menjadi ratu sejagad. Tapi lebih pantas sebagai ratu segalaksi. Perasaan dan perkiraanku tidak salah. Satu trilyun persen benar. Sebab, hampir semua manusia dan mahluk halus berjenis kelamin pria, yang ada di tempat itu, nampaknya naksir kamu juga.

Ada yang pura-pura, ada juga yang agak terang-terangan. Ada yang berusaha sedikit mendekat, ada pula yang hanya mengintip dari balik kacamatanya.

Seperti dalam kisah para perempuan yang bahkan tak sadar mengerat lengannya sendiri, saat melihat ketampanan Nabi Yusuf, begitu pula para pria di tempat itu terhadapmu.

Saat melihatmu, beberapa Satpam, tanpa sadar mengigit pentungan hitam yang dibawanya. Beberapa rohaniawan, dari berbagai kepercayaan, yang kulihat dari penampilan mereka, beberapa kali mengusap mukanya sambil menyebut-nyebut nama Tuhan.

Namun anehnya terus pula memandangmu. Mengagumi rambut panjangmu. Bersih putih parasmu. Lentik bulu hingga lembut tatap matamu. Semua kecemerlanganmu. Keajaiban visual yang lebih nyata dibanding para model iklan besutan efek disain grafis.

Ya, ternyata bisa jadi mereka merupakan abdi Tuhan yang baik: menyukai keindahan. Pria-pria yang lain, banyak lagi perbuatan anehnya.

Apakah saat itu aku juga berbuat aneh?

Kurasa tidak. Pengalamanku berhadapan dengan mahluk sepertimu, baik yang agak sekelas maupun sedikit di bawahnya, membutuhkan ketenangan luar biasa.

Aku harus super waspada.

Kalau saja tiba-tiba ada yang menggandengmu, lalu kau biarkan tangannya merengkuh pinggangmu yang terbalut longdress putih itu, tentu semua perhatianku akan sia-sia. Dalam segala hal, aku menyukai yang original.

Maka, saat diam-diam kuamati dan kuikuti terus langkah gemulaimu yang seakan terbang itu, dan tak sesosok mahluk pun yang kemudian melingkarkan tangannya pada lekuk pinggang biolamu, hatiku tak hancur berkeping-keping jadinya.

Lalu, saat pandangan kita beradu, bertemu pada satu kulminasi yang jaraknya tak lebih dari sedepa, tanpa bertanya apakah itu kehendak takdir, saat itu, hakul yakin aku telah menjatuhkan cintaku padamu.

Baiklah, kau sendiri pasti diam-diam telah mengetahui dan mencatat, beberapa pertemuan lagi yang nampaknya memang telah digariskan takdir. Terutama saat bertemu pada sebuah toko bunga milik Kang Luthfi itu.

Saat aku pertamakalinya memberanikan diri menyapamu, lalu melanjutkan tradisi para don juan dalam melemparkan jerat-jerat lainnya, agar ada kesempatan berikutnya yang lebih terarah. Baik untuk berbagi buku, film-film box office, kuliner yang direkomendasikan para chef dan host, maupun mengukur jalan dan cahaya rembulan.

“Sebenarnya, apa pekerjaanmu, Ging?” ucap bibir merah muda basahmu. Di suatu hari.

Pertanyaan standar, pikirku. Seseorang akan bertanya seperti itu, saat menyadari kedekatan yang mulai mengusik kelembutan hatinya. Lalu kujawab ringan,”Kau bisa menafsirkannya. Karirku dimulai dengan kegemaran mengisi TTS di koran dan majalah. Mengirimkannya, lalu mendapat hadiah… Aku kecanduan, karena sering menang.”

“Pemburu hadiah? Kurasa itu bukan karir. Mobil mewahmu, tak ada dalam daftar hadiah TTS…bahkan kalu kau debt collector!” engkau seperti pura-pura bodoh. Menatapku curiga.

Aku tersenyum saat itu. “Oh…tentu kukembangkan. Tapi tetap kusebut karir, karena kurencanakan pada bidang lainnya. Ya…mulanya kecil. Saat mulai membesar, kutabungkan di beberapa bank. Saat kudapatkan hadiah pertamanya, lalu kujual lagi. Kutabungkan pada tanah yang kelak akan dijadikan mall hingga jalan tol. Tentu ada pengorbanan untuk mendapatkan rahasia semacam itu…”

“Kau bermain valas juga?”

“Tidak, Sandra. Hanya dalam investasi saham saja. Valas terlalu rumit untuk orang yang suka jalan-jalan sepertiku…”

Engkau tersenyum, lalu sedikit tergelak. “Wajahmu, memang tampang petualang!”

“Begitulah. Tapi tentu tidak dalam hubungan asmara!” ujarku mantap.

“Hmmm…boleh kan, kalau aku tak percaya?” pandanganmu menampakkan kemanjaan.

“Ragukanlah semua hal di bumi hingga eksistensi luar angkasa. Kecuali perasaanku padamu!”

Dan seperti yang kuduga, kau mencubitku. Dan seperti yang harus kulakukan, aku mencium keningmu. Bagian lainnya, bisa dikerjakan berikutnya. Ya, seperti mengisi TTS. Setiap hurup harus diperhitungkan. Koneksitas memerlukan kerjasama yang tepat dan baik antara keyakinan vertikal dan kelayakan horizontal.

“Eh, kau belum mengatakan apa pekerjaanmu?” tatapku merayapi parasmu.

Pelukanmu mengendur. Berbisik lembut di telingaku,”Membuat Teka-teki Silang. Lalu…mengembangkannya!”

 

                                               *****

(2)

Tanganmu basah.

Keringat lebih jujur dan waspada. Tentu tak sederas saat kau mulai gemar mengisi TTS. Apalagi, ia juga menderas di sekitar punggung. Juga wajahmu.

“Sebentar lagi, Ging. Bunda Ratu akan ke sini. Ia harus mengatur banyak hal. Para staf hingga langkah para jawara, antri menerima titahnya. Telunjuknya…”

Engkau mengangguk.

“Rekeningnya telah kamu cek?”

“Tentu! Makanya saya ke sini!”

“Maap. Itu baru satu persen!”

“Tak apa..itu lebih baik, bukan? Alirannya takan dicurigai!.” engkau tetap ramah. Ya, tak apa-apa. Itu saja sudah cukup untuk memborong beberapa gaun terbaru di sepanjang Orchad Road, pikirmu.

Dari café tepi laut itu, engkau menikmati bangunan-bangunan kontemporer, sebagaimana yang tertera dalam brosur-brosur wisata. Ya, bangunan umum bagi sebuah wilayah kosmopolitan. Menjelang megapolitan.

Negeri Singa ini memang terlihat mencengangkan. Sungai-sungai dan jalanannya bersih. Penduduknya hilir mudik dengan pakaian-pakaian berkelas. Makanannya enak-enak, meski ada beberapa menu yang membuatmu agak tidak nyaman. Perut dan lidah, ternyata tetap mempunyai kebangsaan.

Sosok pria berpakaian santai di sebelahmu itu, yang bermuka jernih dan hampir selalu terlihat seperti tanpa dosa itu, kemudian asyik dengan New Herald Tribun, dan sesekali menyeruput jus strawberry.

Engkau pun mencoba membunuh sedikit ketegangan dengan meraih Newsweek. Namun pikiranmu bercabang. Engkau berpikir untuk memberi sebuah kejutan buat Sandra. Tetapi kau nampak berpikir lebih keras. Apa yang paling cocok dan memungkinkan. Susah juga untuk memberi hadiah istimewa buat perempuan berkelas seperti Sandra.

Hubungan kau dengan perempuan yang ingin kau ajak bercinta hingga ke planet terjauh itu, kini memasuki bulan ketiga. Bulan yang masih ranum. Masih jauh dari pertengkaran yang tak perlu. Dan tentu saja masih belum saling membuka kartu. Ke tempat ini, engkau tentu saja merahasiakannya. Ini Top Secret.

Setengah jam kemudian, kau menemukan senyum Sang Ratu. Senyum yang menawan dari perempuan besi berkulit putih cemerlang itu. Pembawaannya tenang. Usianya tersembunyikan oleh perawatan salon dan spa yang tentu saja memerlukan intensitas dan kualitas terbaik.

Ia terlalu sangat cantik dan nampak anggun. Rambutnya terhijab balutan satin gelap, lebih gelap daripada kacamatanya. Suaranya halus, dan gerakanya menampakkan kewibawaan yang tak dibuat-buat. Seperti lubang-lubang kecil pada batu karang, itu pasti sudah terbentuk sejak lama.

Mungkin sejak laut diciptakan.

“Di sekitar sini tak ada CCTV, Bunda Ratu. Saya sudah memastikannya!”

Sang Bunda Ratu mengangguk. Lalu mulai menggelar percakapan setenang laut saat tak ada angin ribut. Pelan. Dalam. Menghanyutkan. Engkau pun diam-diam mengakui cara berpikirnya yang cerdas. Alasan dan jalan keluar yang ia sampaikan, engkau cerna secara cermat. 

Engkau lalu mencatat bagian-bagian detailnya. Banyak data yang ia sampaikan dari mulutnya yang diam-diam kau kagumi berbibir indah itu.

“Secara keseluruhan ada pada eksternal hardisk ini. Silahkan dipelajari!” senyum Sang Ratu. “So…kapan saya ketemu beliau?” ujarnya sambil mengangkat tangan, entah isyarat apa.

“Nanti malam Bunda Ratu. Intinya, klien saya telah menyetujui permintaan Bunda Ratu! Beliau memastikan semuanya dapat berjalan lancar. Detailnya, dapat Bunda Ratu dengar langsung dari beliau!” ujarmu.

Engkau pun memasukkan eksternal hardisk itu ke tas kulit kecilmu, tepat ketika sesosok tinggi langsing berdiri hormat di samping Bunda Ratu. Sososk yang teramat kamu kenal dalam tiga bulan terakhir ini.

“Ini asisten pribadi saya. Sebutlah sebagian dari otak saya. Anda tenang saja. Ia tak tercatat secara resmi. Takan ada dalam catatan Interpol mana pun. Dia akan memandu Anda mengambil Lamborgini yang anda pesan. Jika deal, saya bayar cash!” senyum Bunda Ratu. Tenang, Anggun. Berwibawa.

Engkau berusaha menenangkan ombak besar di jantungmu. Lalu mengangguk. Mencium tangan Bunda Ratu, kemudian menjabat erat adiknya yang selalu tersenyum seperti tanpa dosa itu.

Dosa untuk jenis apa pun.

Setelah sedikit membungkuk sambil mengucap salam, engkau berjalan tenang bersama sang asisten cantik Sang Bunda Ratu.

Sosok tercantik yang ingin kau ajak bercinta hingga planet terjauh itu.


 


 


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi