Masukan nama pengguna
NUNIK mendekati Yono, suaminya yang sedang menyiapkan mobil di halaman depan rumah kontrakan yang sempit. Hari lepas senja. "Mas, aku nggak pakai kerudung gini, nggak papa?"
Yono menoleh sebentar lalu meneruskan mengelap kaca depan. "Tumben. Kok nanya gitu?"
"Nggak papa ya, Mas?
"Nggak papa. Memangnya kenapa?"
"Ibumu, mbak sama adik-adikmu semua pakai..."
"Waktu kita di kampung, sejak kita datang, nikahan, sampai kita balik ke Jakarta lagi, mereka nggak ngomong, atau nyuruh, apalagi maksa, 'kan?"
"Iya, sih. Saya aja yang merasa nggak enak, Mas. Kok mantunya gak pake kerudung. Kalo Mas sendiri gimana?"
"Saya? Sejak kita kenal, pacaran, sampai kita nikah, apa saya pernah nyuruh? Atau maksa kamu?"
Nunik tersenyum. "Nggak pernah sih, Mas. Tapi bukan berarti Mas nggak mau saya pakai kerudung, kan? Apa Mas sebenarnya mau tapi nggak bilang ke saya..."
Yono menghentikan aktivitasnya. Bersandar di mobil di dekat istrinya. "Kerudung itu dipakai di dua tempat. Di hatimu, di kepalamu. Ada perempuan yang memakai kerudung di kepalanya tapi hatinya tak dia lindungi dengan kerudung."
"Maksudnya gimana, Mas?"
Yono lalu bercerita tentang seorang perempuan yang minta antar ke Bogor. Dia naik dari The Kingdom Palace. Itu nama sebuah tempat hiburan besar yang sangat terkenal ada di Jakarta. Objek wisata malam bagi pejabat daerah yang datang ke Jakarta.
"Waktu dia naik mobil dia memakai pakaian yang yahaah ala-ala wanita malam gitulah," kata Yono.
"Seksi gitu, Mas? Pake tanktop?"
"Ya. Gitu, deh. Dia menawar borongan. Ndak pake argo. Dia sebut angka yang jauh di atas kalo argo dihidupkan. Sepertinya dia sudah biasa."
Lalu, kata Yono, di jalan tol si penumpang nanya koran. Dulu tiap taksi dapat jatah koran. Buat dibaca penumpang. Dengan koran itu dia menutupi kaca kiri dan kanan.
"Kok ditutup, Mbak?"
"Dia tanya apa saya sudah menikah. Waktu itu kita belum ketemu. Dia lalu membuka baju seksinya. Tinggal beha dan celana dalam...."
"Mas lihat?"
"Ya dari spion dalam kelihatanlah..."
"Terus, gimana, dia ngapain buka-buka baju gitu, Mas?"
"Dia ganti baju. Di tasnya rupanya dia sudah bawa bekal baju ganti. Rok panjang, baju lengan panjang, dan kerudung."
Nunik terdiam. Seakan mencari apa maksud dari cerita itu dan kenapa Yono menceritakan padanya.
"Itu artinya, Dek, si perempuan itu memakai kerudung di kepalanya tapi tidak hatinya... Kalau kamu mau pakai kerudung, mulai dari hati," kata Yono.
"Mas mau berangkat? Nanti sempetin mampir minimarket ya. Beliin pembalut."
"Sudah habis?"
"Masih ada. Tapi kurang. Makanya Mas aja yang beliin ya. Jangan salah...
"Yang long dan bersayap..." kataYono.
"Hehe... iya. Pinter," kata Nunik.
Yono sudah enam tahun jadi supir taksi. Awalnya dia pikir hanya sementara. Dia datang ke Jakarta memang buat cari kerja. Kawannya mengajak dia mendaftar dan ikut tes. Dia diterima dan keterusan. Hasilnya lumayan. Pada dasarnya Yono memang hemat dan cermat. Dari kerja bawa taksi dia bisa menabung dan mencicil tanah sawah sedikit demi sedikit. Sawah itu dikelola adiknya.
Malam itu penumpang pertama Yono minta antar ke The Kingdom Palace dari sebuah hotel di Blok M. Si penumpang mengaku dari Kalimantan. Dan tampaknya seorang pejabat.
"Mas nanti tunggu saya ya, Mas?"
"Tunggu gimana, Pak?"
"Ya tunggu saya selama saya masuk ke sana. Argonya hidupkan saja."
"Bapak lama?"
"... yaaaa... pokoknya tunggu saja."
Yono minta dibayar borongan saja. Repot kalau harus menunggu dengan mesin mobil yang terus dihidupkan. Pengalamannya kalau sudah minta tunggu begitu bakal lama. Bisa sampai pagi. Si penumpang setuju.
"Mas mau nemenin saya? Pilih aja, Mas. Saya bayarin... "
"Wah, nggak usah, Pak."
Si penumpang kasih Yono uang buat ngopi. Jumlahnya sudah cukup buat setoran. Yono tinggal nyari uang bensin.
Yono sedang tertidur di depan setir ketika mobilnya digedor. Seorang perempuan memapah perempuan lain yang tampak mabuk parah. "Tolong antar ke BSD, Mas..."
"Wah, saya lagi nunggu pelangan!"
"Pak Eben, 'kan? Yang dari Kalimantan, 'kan? Ini dia yang suruh."
"Bayarnya gimana? Ini saya belum dibayar."
"Boleh saya masukkan dulu teman saya... Nanti saya tanya Pak Eben..."
Si perempuan mabuk ngoceh tak jelas. Lalu tertidur. Tak sadar. Si teman kembali dengan sebuah amplop berisi uang. Si teman sebut jumlahnya, jumlah yang cukup besar.
"Itu ada alamat teman saya. Tolong diantar ya, Mas. Nanti balik lagi ke sini. Pak Eben nunggu sampai Mas balik lagi."
Yono ambil jalan tol. Lalu lintas sepi. Jalan lancar. Si perempuan yang tadinya tertidur tak sadar tiba-tiba berteriak. Panas! Panas! Lalu dia buka semua pakaian yang dia kenakan. "Mas? Ini di mana? Saya mau dibawa ke mana?"
"Saya lagi antar Mbak pulang...."
"Pulang? Ke mana? Kita belum ngapa-ngapain, Mas. Kok sudah pulang...."
"Mbak mabuk. Tadi teman yang minta saya antar pulang."
"Pulang? Kok pulang sih? Kita kan belum ngapa-ngapain, Mas..."
Yono sudah biasa hadapi penumpang mabuk begini. Tapi tak ayal dia jengah juga. Apalagi ketika si penumpang terus saja memaksa. Dia juga menyebut-nyebut ATM. Dari temannya sesama supir Yono tahu apa artinya: argo tukar m... (sebutan untuk kelamin perempuan).
Yono lega ketika si penumpang tertidur lagi.
Keluar exit arah Bintaro pun jalan masih lancar. Lalu sampai di sebuah rumah, kos-kosan eksklusif. Ada petugas sekuriti berjaga.
"Yaaah. Si Evi lagi," kata si sekuriti.
Yono dan sekuriti membopong si penumpang. Membawanya ke kamar kosnya. Meletakkannya di ranjang. Si penumpang gelisah. Menarik-narik tangan Yono.
"Si Evi itu kalau gak main dulu dia gak bisa tidur, Mas. Mas beneran nggak mau?" kata si sekuriti.
Yono dengan tegas menolak. Dia memikirkan banyak kemungkinan buruk. Bisa saja nanti dilaporkan polisi supir taksi Merpati Biru melecehkan penumpang. Zaman sekarang, semua diviralkan.
Yono kembali ke The Kingdom Palace. Menunggu Pak Eben. Hari sudah pagi. Petugas sekuriti menghampirinya.
"Mas Yono ya?"
"Iya, Mas."
"Ini titipan dari tamu," kata sekuriti sambil serahkan satu amplop tebal. Yono menerima dan menghitung. Lebih dari bayaran yang disepakati.
"Pak Ebennya sudah kembali ke hotel?"
"Nggak. Masih di dalam..."
"Kuat juga bapak itu," kata Yono.
Sekuriti tertawa. "Ceweknya yang nggak kuat, Mas."
"Oh yang saya antar ke BSD tadi dia yang pake? Diapain tuh? Sampai mabuk dan pingsan gitu?"
"Biasa dicekoki alkohol sama obat-lah. Belum apa-apa sudah tumbang. Kita cari aman aja, daripada cewek itu mati di sini mendingin mati di kos-kosannya sendiri. Makanya disuruh pulang aja tuh cewek..."
Yono meninggalkan The Kingdom Palace. Mengisi bensin, lalu antar taksi ke pool, tak jauh dari rumah kontrakannya. Ia berjalan pulang dengan segepok uang di tas, yang pasti akan membahagiakan Nunik.
"Gimana, Mas? Ramai penumpangnya?" kata Nunik, menunggu, berdiri di teras depan. Nunik memakai kerudung.
"Rame banget..." kata Yono sambil menyerahkan tas berisi uang. Apa yang selalu ia lakukan setiap kali sampai di rumah sehabis membawa taksi.
Yono menatap Nunik. Lalu meraih kepala dan mencium keningnya. Nunik sendiri yang telah mengerudungi hatinya, menutup jalannya kembali ke masa lalu yang kelam.
"Mandi, Mas... Oh, ya. Pembalutnya, Mas?"
"Ya, ampun! Ketinggalan di mobil," kata Yono. Dia lekas-lekas lari ke pool. Tanpa sepatu yang sudah dia lepas tadi. | (c) Habel Rajavani, 2024.