Cerpen
Disukai
2
Dilihat
17,487
Tugas Amin dan Aroma Wangi Bu Bos
Drama

Tugas Amin dan Aroma Wangi Bu Bos

Cerpen Habel Rajavani


TUGASNYA selesai.


Semua hasil pekerjaan sudah ia laporkan. Ia diminta menghilang untuk sementara, tepatnya sembunyi di sebuah rumah mewah di kawasan puncak, Bogor. Seorang sopir mengantarkanya ke sana. Ia menunggu perintah berikutnya. Selama perintah baru belum ada ia tetap mendapatkan gaji bulanan dan mendapatkan semua fasilitas di rumah mewah tersebut.


“Pokoknya tunggu saja sampai ada tugas dan perintah saya selanjutnya,” kata Bu Bos.


“Siap, Bu. Saya tunggu perintah…” kata Amin.


Di tempat persembunyiannya Amin benar-benar cuma makan dan tidur. Ada pembantu yang memasak untuknya, membereskan rumah bahkan mencuci pakaiannya. Sesekali dia melatih jurus-jurus bela diri yang dalam beberapa bulan terakhir ini ia pelajari. Sesekali Bu Bos menelepon bertanya ini itu terkait laporan pekerjaannya.


Amin mengenang bagaimana ia terlibat dalam pekerjaan ini. Semula ia mendaftar menjadi petugas sekuriti seturut sebuah iklan lowongan kerja. Ijazah SMA yang ia punya adalah syarat pendidikan satu-satunya yang diperlukan. Dan memang hanya itu yang ia punya. Ia tak bisa kuliah, meskipun sudah diterima di sebuah perguruan tinggi negeri. Selebihnya ia punya keterangan berkelakuan baik, kartu pencari kerja dari dinas tenaga kerja.


Hanya itu yang ia punya, dan ia pun melamar. Badannya tegap dan sangat sehat, tes fisik ia lewati dengan mudah.


Ia lolos. Tapi.... "Kami sebenarnya sudah cukup mendapatkan calon sekuriti yang kami butuhkan. Anda tidak termasuk kandidat yang lolos seleksi akhir. Tapi Anda sengaja saya wawancarai khusus karena ada tawaran lain jika Anda berminat," ujar perempuan pemilik perusahaan itu.


Amin tak pernah melihat perempuan secantik perempuan yang kelak menjadi bosnya itu, sedekat itu. Parfumnya memperkenalkan aroma yang tak akan pernah dilupakan Amin di sepanjang sisa hidupnya. Parfum itu membuat Amin cenderung mengiyakan dan menuruti apapun yang diperintahkan oleh Bu Bos. Aroma wangi itu seperti senjata pelengkap peralatan perang bagi Bu Bos.


Bu Bos memimpin operasional perusahaan jasa keamanan. Perusahaan tersebut memasok ribuan tenaga sekuriti terlatih untuk ratusan perusahaan di tanah air. Jadi ini semacam oursourcing alias alih daya. Perusahaan tersebut dirintis oleh ayah Bu Bos, seorang pensiunan pejabat tinggi di kepolisian. Usaha sejenis itu berkembang pesat pasca-reformasi. Setelah kerusuhan besar itu, rasa aman jadi mahal dan penting. Rasa aman menjadi komoditas yang laris diperjual-belikan.  


Amin menerima tawaran Bu Bos. Tugas Amin adalah memata-matai seorang tokoh. Foto, profil, keterangan, alamat, dan lain-lain tersedia dalam satu berkas. Amin diminta lekas mempelajarinya. Di perusahaan itu istilahnya: background checking. Amin tak perlu tahu untuk apa pekerjaan itu. Pokoknya, kata Bu Bos, perusahaan menerima pekerjaan itu atas permintaan seseorang - mungkin saingan bisnis, atau istri yang curiga - dan Amin dibayar khusus untuk melakukan itu.


Dalam rangkaian tes, Bu Bos menjelaskan, Amin sangat cocok untuk pekerjaan itu. Amin orang yang bisa tenang menghadapi situasi yang kalau orang biasa pasti akan gugup atau panik. Dia pandai menyelinap, memasang penyadap, dan gesit bersembunyi serta menghilang. Kemahiran-kemahiran itu sangat diperlukan.


“Pokoknya tugasmu memata-matai si target itu. Intai dia di rumahnya, kemana dia pergi, bertemu siapa, main golf di mana, makan malam di mana, bersama siapa, menginap di hotel apa dengan siapa, dan lain-lain. Bila perlu lacak dia sampai ke luar kota,” kata Bu Bos.


Dan Amin mengerjakan pekerjaan itu dengan baik.


Beberapa kali Amin harus terbang ke Bali, ke Batam, Medan, Makassar, Singapura, Kuala Lumpur, hingga ke Sarawak. Dalam laporannya kepada Bu Bos, semua tercatat lengkap: Si Target bertemu siapa, di mana, jam berapa, berapa lama pertemuannya, lengkap dengan foto-foto yang tentu saja dijepret secara diam-diam. Amin dilengkapi dengan peralatan pengintaian canggih. Pada beberapa pertemuan Amin bahkan berhasil merekam apa yang dipercakapkan oleh Si Target.


Amin tidak terlalu terkejut, ketika dalam persembunyiannya ia mendengar Bu Bos dan Si Target ternyata suami istri. Si Target dan Bu Bos telah lama pisah rumah meski belum bercerai. Mereka tidak punya anak meski telah belasan tahun menikah.


 Bu Bos - dengan bukti-bukti perselingkuhan hasil kerja Amin - menggugat cerai. Mereka lalu menjalani sidang perceraian sampai hakim pengadilan agama mengesahkan perceraian itu. Si Target tanpa menuntut banyak syarat mengabulkan gugatan cerai Bu Bos. Amin tidak terkejut, sebab, setiap kali ia bertemu Bu Bos saat melapor, ia melihat emosi dan ekspresi yang tampak berusaha dikendalikan.


"Terima kasih, Bung Amin," kata Bu Bos, “Anda telah melakukan pekerjaan dengan bagus.”


Setelah sekitar tiga bulan bersembunyi Bu Bos akhirnya menyuruh orang menjemput Amin dan memperhadapkan kepadanya. Selain gaji yang tiap bulan diterima, Bu Bos juga memberi bonus besar. Amin tentu saja senang. Tapi ia menolak tawaran Bu Bos untuk tetap bekerja di perusahaan Bu Bos. Bu Bos sempat menawarkan gaji yang menggiurkan.


Amin tetap menolak.


"Ibu sudah begitu baik sama saja. Saya mau coba kerja lain dulu, Bu," kata Amin.


“Kenapa, Bung Amin? Apa Bung tidak betah lagi bekerja di sini?” tanya Bu Bos.


Ada nada suara lain dalam suara Bu Bos. Semacam suara berharap yang agak keluar dari kelaziman seorang atasan kepada bawahan.


“Tidak, Bu. Tapi saya rasa untuk sementara ini saya mau istirahat dulu…” kata Amin.


Ia menyalami bosnya itu, lalu keluar.


Bu Bos sempat berpesan jika ia berubah pikiran tentang tawaran itu, hubungi saja dia. 


Di luar kantor, setelah beberapa menit menunggu, sebuah mobil mewah menghampiri Amin. Amin duduk di kursi belakang, di sebelahnya Si Target, yang tersenyum puas. Kepada Amin dia berkata, "…. dia mendapatkan semua yang dia inginkan. Termasuk alasan untuk menggugat cerai. Apa yang telah berbulan-bulan ini kita rekayasa berdua dan kau laporkan padanya." 


Kepaeda Amin Si Target memberikan sebuah amplop berisi uang yang jumlahnya tak sedikit. “Sekarang tugasmu kembali bekerja padanya. Saya perlu kamu melaporkan rahasia perusahaan itu, siapa kliennya, apa rencananya, dan lain-lain.” 


“Tapi rencananya kan tidak begitu, Pak?”


“Betul. Saya mengubah rencananya. Bung Amin saya kira lebih kita butuhkan apabila bisa menyusup ke sana. Untuk tenaga rekrutmen banyak yang bisa melakukannya. Tapi untuk melakukan pekerjaan background checking dan memata-matai perusahaan lawan saya yakin Bung orang yang tepat,” kata Si Target.


“Saya pertimbangkan dulu, Pak,” kata Amin.


Amin benar-benar mempertimbangkan situasi yang dia hadapi.


Ia melihat banyak peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Amin melihat kesempatan untuk bermain dua kaki, sementara ia menjadi mata-mata bagi Si Target, ia juga bisa menjadi informan bagi Bu Bos. Aroma wangi Bu Bos seperti memenuhi udara di sekitar Amin. Dan Amin menikmatinya sambil memejamkan mata. 


© Habel Rajavani, 2024


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)