Flash
Disukai
0
Dilihat
7,499
Putus
Drama

Tidak ada yang lebih sengsara dari datang bulan dan gigi bungsu tumbuh di hari yang sama. Setidaknya itu yang aku setujui sebelum 14 Agustus 2024. Namun, nyatanya kondisi itu akan semakin menyakitkan saat ditambah dengan patah hati.

“Kenapa sih harus sekarang?” tanyaku dengan suara lemas. Tidak punya tenaga bahkan untuk sekadar menopang tubuh. Aku terduduk di sofa merah panjang yang biasa dijadikan sebagai tempat tidurnya ketika menginap di rumah ini.

Pria itu mengernyitkan dahinya. “Untuk apa ditunda lagi? Udah nggak ada yang bisa dipertahankan dari hubungan kita.”

“Kamu udah nemu yang baru?” tanyaku setengah menuding.

Ruang tengah rumahku mendadak terasa mencekam. Beruntung kedua orang tuaku paham aku butuh ruang dengan pria ini. Mereka memilih untuk tetap berada di kamar utama, mungkin menguping apa yang sedang diperdebatkan anak perempuan dengan sang kekasih. Atau bahkan mereka sama sekali tidak peduli dengan pertengkaran kami–saking seringnya kami bertengkar belakangan ini.

Pemuda dengan rambut ikal itu menggeleng dengan dahi mengernyit. “Nemu yang baru? Ini bukan tentang siapa yang digantikan oleh orang lain. Ini tentang perasaan aku yang udah berubah ke kamu. Kamu terlalu sibuk dengan dirimu sendiri sedangkan–”

“Aku lagi sakit! Aku nggak sibuk sama diriku sendiri,” sanggahku tak terima. Berkali-kali kukatakan padanya kondisiku saat ini tidak memungkinkan untuk melulu berduaan dengannya seperti agenda kami sebelumnya. Tapi dia terus-terusan menuntut untuk melakukan ini-itu bersama seolah dunia hanya tentang diri dan semua inginnya. 

Dia menggeleng, “Terus kamu nggak peduli sama perasaanku? Apa sakit bikin kamu jadi nggak simpati sama perasaan aku? Aku ini pacar kamu! Bukannya udah seharusnya kamu ngertiin aku?”

Aku terdiam. Sudah. Memang sudah seharusnya hubungan ini berakhir.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)