Cerpen
Disukai
1
Dilihat
8,569
Pergilah Kasih Kejar Keinginanmu
Romantis

Pergilah kasih kejar keinginanmu



 

“Dia” lebih indah. “Dia” sosok wanita yang cantik, berbalutkan kerudung panjang berwarna cream, matanya hitam dengan lesung pipi di kedua pipinya. Namanya adalah Omaya, gadis sederhana nan ayu rupawan.

Hubungan kami bukan sekadar kata yang ditulis pada kertas tak bermakna, tapi kami merupakan ikatan suci yang diperoleh diatas dua hati. Kami menulisnya dengan tinta kasih sayang dan suatu saat akan melanjutkan ke jenjang percintaan yaitu, 'pernikahan'. Harapanku.

Aku dan Omaya sudah menjadi sahabat sejak kecil, Waktu di SD, kami satu sekolah, di SMP satu sekolah, di sini rasa cintaku terhadapnya mulai tumbuh, tapi aku merasa ini cinta monyet. Namun, sampai SMA, kami juga satu sekolah. Ini aku menyebutnya kode alam, bahwa cintaku semakin bertumbuh untuknya. Hanya saja ketika tamat SMA dia memutuskan mengejar mimpinya sebagai designer.

Omaya bekerja di salah satu butik pakaian untuk memulai mimpinya. Alhamdulillah pekerjaan itu ia lakukan dengan disiplin sehingga ia mendapat kepercayaan dari bosnya. Setelah dua tahun bekerja, Omaya meutuskan untuk sekolah menjahit. Tak berselang waktu lama, kini sudah lihai menjahit pakaian, memotong celana, memasang kancing, layaknya tukang jahit pada umumnya.

Sedangkan aku, setelah tamat SMA aku memutuskan tak melanjutkan pendidikan karena masalah biaya. Meski di kampung aku giat bekerja sebagai petani, mengolah dengan produktif lahan yang ada, dan alhamdulillah berkat Tuhan yang mencampur tangani usahaku, kini mampu membantu financial keluarga.

Aku dan Omaya terpisahkan oleh jarak dan waktu, namun komunikasi tetap terjaga. Tidak setiap hari, terkadang satu minggu sekali bahkan satu bulan sekali. Jika rindu menerpa, kami melepaskan melaui cerita lewat sosial media.

Waktu libur telah tiba, Omaya kembali ke kampung halaman. Aku sangat merindukan dirinya, ingin rasanya mengungkapkan bahwa hubungan persahabatan ini sudah layak masuk ke jenjang selanjutnya.

Setibanya Omaya di kampung, kami merencanakan untuk mengadakan pertemuan yang biasa kami menyebutnya "melepas rindu”.

“May, kapan kita ketemu?” tanyaku pada pesan singkat.

“Hari ini aku masih sibuk beresin barang yang kubawa, gimana kalau Sabtu aja, soalnya uda santai” jawab si Omaya.

“Oke, May,” sahutku. 

Hari Sabtu telah tiba, akhirnya kami bertemu di suatu tempat. Tempat ini menjadi tempat favorit saat SMA dulu. Ya, tempat makan yang harganya terjangkau dengan kualitas rasa yang tidak pernah berubah. Mie ayam masih menjadi makanan favorit. Seperti biasa, pesanan tak pernah berubah, tetap memesan mie ayam plus bakso.  

“Bang, mi ayam pakai bakso,” kataku kepada penjual bakso tersebut. 

“Makan di sini atau bungkus?” tanya penjual bakso itu kembali. 

“Makan di sini aja, Bang,” jawabku. Sembari menunggu pesanan bakso kami datang, kami pun bercerita. 

“Gimana May kerjanya?” tanyaku pada Omaya. 

“Alhamdulillah enak, dan bosnya juga baik. Dari bekerja di situ aku jadi tau tau fashion,” jawabnya padaku. 

“Bisalah ya, sesekali dibuatkan baju dari kain sepanduk partai," candaku sambil tertawa kecil.

Pesanan kami telah siap dan kami melahapnya. Setelah selesai makan, cerita tak kunjung berhenti. Omaya menanyakan padaku bagaimana jika dia akan berhenti bekerja di tempatnya sekarang.

“Gimana ya, aku sekarang bingung, biaya hidup di sana dengan gajiku tak seimbang, habis di ongkos saja” kata Omaya. “Ibuku menyarankanku supaya aku tidak kembali lagi ke sana dan di rumah saja bersamanya, tapi setelah kupikir-pikir, di rumah aku mau ngapain selain membantu membersihkan rumah,” sambung Omaya kembali. 

“Gimana baiknya aja, kalau Omaya ingin bekerja … ya udah bekerja, rezeki dari tiap-tiap kita sudah ada, kamu tak perlu takut,” jawabku kepada Omaya.

“Tapi, setelah ini aku mendapat tawaran di butik designer terkenal di kota. Dan aku bisa belajar banyak tentang merancang busana. Bagaimana haruskah aku ambil?” tanyanya.

“Bukankah itu semakin dekat dengan mimpimu … ya, udah May, lagiankan bagus juga setelah nanti menikah masih bisa bekerja, bekerja di rumah sendiri bukan dengan orang lain, nanti kamu bisa mendesain baju sesuai keinginan,” sahutku padanya.

"Cieileee, menikah? Emang ada yang mau sama aku?"

Jantungku berdebar saat dia berkata, seperti itu. Ingin rasanya aku menjawab dengan sesuai isi hatiku saat ini, bahwa aku pribadi sangat menginginkannya untuk menjadi istri.

“Iya, nantilah aku pikirkan lagi,” kata Omaya. Setelah selesai makan, kami pun pulang. 

Setibanya di rumah, kami merencanakan kembali terkait liburan yang akan kami lakukan. “Hari Minggu kemana, May?” tanyaku pada Omaya.

“Hari Minggu kosong, gak kemana-mana. Kalau kita pergi ke pantai gimana?” tawar Omaya padaku.

"Wah … boleh juga itu, sambil menunggu senja, sambil melihat matahari terbit bersamamu pasti akan lebih indah,” sahutku pada Omaya. Akhirnya kami memutuskan untuk berlibur ke pantai yang tak jauh dari rumah kami.

Minggu telah tiba, aku dan Omaya berangkat menuju pantai yang telah kami rencanakan. Perjalanan yang cukup lama, hampir dua jam untuk dapat sampai ke pantai. Segala perlengkapan mulai dari baju, makanan, minuman, dan perlengkapan lain telah kami bawa. Setibanya di sana, kami melhat pemandangan yang sungguh sangat luar biasa. Alam yang sejuk, angin sepoi-sepoi, pasir yang putih, ombak yang tenang. Berdua bersama sahabat adalah yang terbaik. Aku bisa menceritakan segalanya tentang dia. Kami bisa membuat cerita dan sebagainya.

“Subhanallah indah sekali pemandangannya,” kata Omaya dengan takjub. Segera kami bergegas melepas sepatu yang kami pakai dan mendekati pantai. 

“May, sini … sini!” kataku pada Omaya. Kami berlarian, bermain pasir, mengubur diri dengan pasir, berbaring di pasir. Sungguh sangat bahagia kami kala itu. “May, lihatlah awannya bersatu sama seperti kita sekarang,” kataku pada Omaya. Sudah lama kami tak melakukan hal ini, berjalan bersama.  

Berfoto-foto tidak pernah ketinggalan untuk mengabadikan setiap momen.

Cekrek, cekrek, cekrek

Bunyi handpone saat kami berfoto. Pada saat istrahat, kami memutuskan untuk membuat setangkai kata terkait dengan kesan selama berteman denganku. Aku menuliskan kalimat pada pasir tentang segala rasa yang aku tidak sukai pada Omaya. “Terlalu egois, ngambekan tapi lucu, harus diikuti segala kemauannya,” kata singkat yang kutuliskan pada pasir di pantai kala itu. 

“Kamu tau, aku sengaja menuliskan segala keburukanmu di atas pasir, karena apabila ombak datang, kalimat itu akan tersapu olehnya. Begitu juga kamu, segala keburukanmu akan terhapuskan karena aku ingin persahabatan kita mengalir layaknya air,” kataku pada Omaya.

“Lihatlah ke arah sana, tulisanku telah terhapuskan oleh ombak yang datang!” sambungku lagi. 

“Lantas, di mana kamu akan menuliskan segala kenangan kita?” tanya Omaya padaku.

“Tenanglah, aku akan menuliskan segala kenangan, kebaikanmu di dalam hati. Jika kamu bertanya tidak dapat kamu lihat, maka dengan cara menunjukkan sikapku terhadapmu dengan baik itu adalah rasaku padamu, rasa menginginkan kamu,” jawabku pada Omaya. "Bahkan aku juga ingin kita lebih dari sahabat. Kamu mau menjadi teman di hidupku selamanya?"

Omaya terdiam sesaat, dan berkata, "Kamu mau menungguku? Aku akan memberi jawabannya setelah aku pulang kembali."

Suasana pada hari itu pun menjadi sangat haru. Pelukan seorang yang saling menunggu memberikan kehangatan. Kami pun duduk berdua di tepi pantai sambil menunggu tibanya waktu senja. Senja pun tiba. Keindahannya selalu dinanti, sama seperti aku yang selalu menanti kepulanganmu.

 

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)