Cerpen
Disukai
1
Dilihat
7,502
Cerita tentang Seorang yang Ingin Menjadi Juru Cerita
Komedi

Cerita tentang Seorang yang Ingin Menjadi Juru Cerita

Cerpen Habel Rajavani

 

           BEGINI. Cerita ini riwayatnya agak rumit.  Cerita ini diceritakan padaku oleh seorang yang ingin menjadi juru cerita setelah membaca buku “Mengarang Itu Gampang” karya Arswendo Atwomowiloto. Namanya Drusba, begitu dia minta disamarkan. Berpuluh tahun dia merasa ditipu tapi makin percaya pada buku itu. “Buatlah cerita dari ceritaku itu, Bung Habel,” katanya. Jadi begitulah awalnya cerita ini sampai padaku dan kenapa aku menuliskannya.

 

           CERITA ini dimulai setelah pertanyaan ke-310.

           

           Drusba membeli buku itu ketika dia kelas satu SMA di Balikpapan. Sejak itu dia tak pernah terpisah dari buku itu. Di sekolah kalau gurunya membosankan dia baca buku itu. Pernah sekali dipergoki guru dan buku itu diambil untuk diambil lagi di ruang guru. Ketika liburan sekolah dan pulang kampung buku itu dia bawa. Di bis antar kota, buku itu dia baca. Akibatnya matanya rusak dan kalau membaca buku di kendaraan kepalanya pusing. Di kebun, ketika beristirahat sambil bernaung di bawah pohon kelapa dia baca buku itu. Suatu ketika dia hampir kejatuhan telambung mumbang karena keasyikan membaca.

           Dan sejak itu dia berkata kepada dirinya sendiri, bahwa dia ingin menjadi juru cerita.

Lho bukannya jadi pengarang?

Eh, siapa nih?

Tadi kamu bicara dengan siapa?

Dengan diri saya sendiri..

Nah, kenapa bingung? Saya adalah dirimu sendiri.

Oh, gitu ya?

Ya, jadi sekarang jawablah, kenapa kamu ingin jadi juru cerita. Bukannya jadi pengarang?

Kata si pengarang buku, mengarang itu gampang. Artinya jadi pengarang juga gampang. Kalau gampang, buat apa? Saya bukannya mau cari jalan susah. Saya yakin yang baca buku itu bukan hanya saya. Waktu saya beli, buku itu sudah cetakan kelima. Pasti banyak juga orang yang terayu untuk menjadi pengarang, setelah membaca buku itu. Saya hanya ingin jadi berbeda dengan orang-orang. Saya ingin jadi juru cerita.

Pengarang dan juru cerita itu kan tidak ada bedanya?

Bagi saya beda. Pengarang itu kesannya ya mengarang-ngarang cerita. Juru cerita itu seorang pencerita. Juru cerita itu adalah lebih pengarang dari seorang pengarang. Dia adalah cerita. Dia bisa menceritakan cerita. Dia adalah cerita. Cerita ada dalam dirinya. Dia tidak sekadar mengarang cerita. Karena cerita ada pada dia.

Iya, deh. Selamat menempuh jalan panjang untuk menjadi juru cerita.

 

***

JALAN untuk sampai ke sang juru cerita ternyata memang panjang. Lulus SMA dia kuliah. Dia bawa dan baca juga buku itu. Sampai lulus kuliah, dia belum juga bisa menceritakan sebuah ceritanya sendiri. Artinya belum juga dia bisa menyebut dirinya sebagai juru cerita. Dia kemudian bekerja di sebuah perusahaan kayu, dia bawa dan baca buku itu, tapi sampai dia berhenti dari perusahaan itu dia belum juga bisa membuat sebuah cerita. Dengan kata lain dia belum juga bisa mengaku sebagai seorang juru cerita. Dia lalu jadi wartawan.

Supaya dekat dengan kata-kata, katanya kepada dirinya sendiri.

Dan seorang juru cerita adalah dia yang dekat dengan kata-kata?

Halo, diri sendiri. Kemana saja?

Saya kira kamu lupa dengan tekadmu yang kamu ucapkan padaku dulu.

Tidak. Saya masih ingin jadi seorang juru cerita.

Kapan bisanya?

Entahlah. Saya tak peduli karena saya tidak tahu. Di buku yang sampai sekarang masih saya baca itu, tidak ada ketentuan berapa lama seseorang yang sudah selesai membacanya kemudian akan jadi pengarang, eh, dalam hal saya menjadi juru cerita.

 

***

DAN yang lama itu ternyata memang lama sekali. Hampir dua puluh tahun setelah dia membeli dan pertama kali membaca buku itu, barulah dia bisa mengarang sebuah cerita. Bisa menceritakan sebuah cerita, setelah bertemu dengan seorang lelaki tua berambut gondrong. Gondrongnya itu putih uban. Lelaki tua itu suka sekali cengengesan. Bicaranya entengan. Dia merasa kenal dengan lelaki tua nyentrik itu.

Memang banyak orang yang sok kenal dengan saya.

Kamu, kan Mas…

Ya, betul. Saya tahu kamu mau menyebut namaku. Saya memang dia.

Tapi, nah, soal buku itu, saya sudah membacanya, dan emmm, tapi..

Kamu belum juga bisa mengarang? He he he he. Saya memang bohong. Saya membohongi semua pembaca buku saya. Karena saya kira saat itu orang-orang perlu dibohongi supaya tidak takut mengarang. Saya juga sebenarnya ketika menulis buku itu sedang membohongi diri saya sendiri.

Saya tidak percaya kamu bohong. Saya kira mengarang itu memang gampang. Dan saya yakin itu.

Buktinya sampai sekarang kamu kan belum bisa mengarang?

Jadi, mengarang itu sebenarnya susah?

Ssst. Ini rahasia. Saya mau beritahu kamu karena kamu sudah sangat percaya dengan kebohongan saya. Sebenarnya ada yang saya sembunyikan dari buku itu setelah pertanyaan ke-310.

Itu kan pertanyaan terakhir.

Ya, ada bab akhir dari buku itu yang dibuang. Judul buku itu pun saya ganti hanya pada detik-detik akhir sebelum naik cetak. Judul buku itu sebenarnya: Siapa Bilang Mengarang Itu Gampang.

Drusba terdiam. Dia kehilangan minat untuk bertanya kepada lelaki tua yang masih juga suka cengengesan itu. Jadi selama ini aku dibohongi? Jadi buku itu sebenarnya tak lain hanyalah sebuah pembohongan publik?

Kenapa? Menyesal? Itulah bagian terakhir yang hilang dari buku itu. Selain harus jujur pada diri sendiri, pengarang itu harus berbohong kepada pembaca. Itu rumusnya. Saya bisa mengarang buku itu karena saya jujur pada diri saya sendiri dan berbohong kepada pembaca saya. Termasuk kamu.

Tiba-tiba Drusba seperti diperciki cahaya ilham. Matanya bersinar.

Pasti kamu menemukan ide untuk sebuah cerita kan?

Ya.

Cerita apa, boleh saya tahu?

Cerita tentang seorang yang hampir dua puluh tahu ditipu dan dibohongi oleh sebuah buku. Dan akhirnya dia bisa menyadari pelajaran terpenting dari buku itu adalah penipuan dan kebohongan itu. Dia pun mulai menjadi penipu, menjadi pembohong.

He he he. Selamat mengarang. Tapi ingat, saya tidak akan tertipu oleh tipuan kamu itu. Pasti nanti kamu akan cerita bahwa kamu bertemu pengarang buku itu kan? Padahal kamu bohong, kan? He he he. Kamu cuma mengarang-ngarang pertemuan itu, kan? He he he…

Kata Bung Drusba, cerita ini memang dia persembahkan untuk Arswendo Atmowiloto, pengarang yang menulis buku yang telah menginspirasinya itu. Dengan membayangkan kejadian seperti yang kemudian saya tuliskan ini, dia merasa berhenti menyalahkan penulis buku tersebut, meski dia masih saja merasa tertipu tapi dia tetap saja percaya.  Ketika aku selesai menulis cerita ini, aku kirimkan padadanya, dan, pembaca yang budiman, Anda tahu dia bilang apa? Dia bilang, “seperti aku ini Begawan Abiyasa dan kamu Dewa Ganesha yang membantu menuliskan cerita Mahabharata itu…”

Aku tidak paham apa maksudnya.

Begitulah.

Rumit memang….

 

© Habel Rajavani, 2024

 

 

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi