Cerpen
Disukai
2
Dilihat
11,110
BERMADU ATAU ANDARTU?
Romantis

Pakai inai merah dijari

Menghias indah menutup kuku

Baru sehari bergelar istri

Tak tahunya hidup bermadu

Dari sebuah percakapan....

"Bermadu atau andartu?"

Tak ada jawaban darinya. Karena pertanyaan itu memang tidak butuh jawaban.

Dia teman akrabku sejak kecil. Seorang gadis cantik yang memiliki pekerjaan mapan namun masih sendiri diusianya yang kini telah memasuki kepala tiga.

"Tak ada wanita yang akan memilih salah satu diantara dua pilihan itu." katanya. "Karena kedua-duanya juga bukanlah sebuah pilihan."

Aku mengangguk setuju. Tak ada wanita yang ingin hidup bermadu. Dan tak seorang wanitapun yang ingin dicap andartu, atau dalam istilah didaerahku sebagai 'anak dara tua'. Bahwa jika akhirnya mereka belum juga menikah hingga usia mereka tak lagi muda, itu bukanlah keinginan mereka

Tapi jika bermadu atau berpoligami diberikan untuk kaum lelaki, hampir semua dari mereka ingin melakukannya dan menjawab bahwa berpoligami itu merupakan sunah nabi. Mereka tak melihat diri mereka sendiri apakah pantas dan layak berpoligami. Bukan hanya karena mampu dalam hal fisik dan materi semata. Karena berpoligamy itu ibarat menundukkan hawa nafsu kearah yang halal. Hawa nafsu itu ibarat seekor kuda liar yang mesti dijinakkan dan ditambatkan dengan seutas tali yang bernama keimanan. Sejauh mana kuda itu bisa kita kendalikan dengan tali keimanan kita dan bukan hanya memperturutkan nafsu dibalik hukum berpoligamy yang diajarkan nabi. Juga sejauh mana keikhlasan seorang lelaki berpoligamy, adakah untuk mencari nikmat pahala ataukah sekedar memuaskan nikmat nafsu semata.

Itu kataku. Dan dia tertawa kecil membuatku heran menatapnya. “Kok ketawa?” tanyaku.

Dia menghentikan tawanya dan menggantikannya dengan sebuah senyum manis. “Lucu aja.”

“Lucu?”

“Ya, lucu. Kamu kan lelaki, masa ngomongnya kaya gitu. Biasanyakan kaum lelaki akan membela mati-matian harga diri mereka. Apalagi dalam hal pernikahan dan poligami. Hampir tak pernah kudengar ada lelaki yang mau berjuang menegakkan hak-hak wanita yang dimadu. Biasanya mereka akan dengan lantang berteriak mengatakan kalau mereka hanya sekedar menjalankan sunah rasul. Kalau polygamy aja, semua lelaki kompak mengatakan bahwa itu sunah rasul. Tapi kalau disuruh menyempurnakan ibadah, ada saja alasannya. Jangankan disuruh untuk berpuasa sunat agar bisa mengendalikan syahwat, disuruh solat tahajud saja susahnya minta ampun. Ngantuk la. Capek la. Banyak alasannya.”

Aku tertawa tak membantah apa yang dia katakan. Tapi juga tak mengiyakannnya.

Dia dulu punya seorang kekasih. Mereka telah berpacaran cukup lama dan berencana untuk menikah.

Tapi ternyata kekasihnya bukanlah seorang lelaki yang baik. Allah masih memberikan kasih sayangNYA dengan menunjukkan siapa sebenarnya kekasihnya itu.

Kekasihnya menghamili wanita lain.

“Jangan terlalu memilih.” Kataku.

Dia menatapku. “Memang harus memilih, bukan? Bukan terlalu, tapi wajib. Bagaimana jadinya jika aku menikah hanya karena merasa sudah semestinya menikah tanpa memikirkan bahwa aku punya hak sebagai seorang wanita untuk memilih siapa calon suamiku? Apa kau mau aku menikah dengan sembarang lelaki? Baru sehari bergelar istri tak tahunya aku hanya jadi seorang madu, istri kesekian suamiku.”

“Maksudku bukan seperti itu.” Kataku. “Maksudku, jodoh itu ditangan Allah. Jika kesempatan itu datang, raihlah dengan segera. Jangan pernah menghindar apalagi menolak karena ada begitu banyak pahala disana.”

Dia tersenyum. “Aku mengerti.” Katanya. “Bermadu ataupun andartu, dua-duanya tak diinginkan oleh seorang wanita. Dan gambaran bermadu itu sangat menakutkanku. Lebih menakutkan daripada sekedar menjadi anak dara tua yang bertahan sendirian bersamaan keimanan. Karena ada hati yang terluka disana. Ada cinta yang harus ikhlas terbelah bagi. Ada perasaan yang tersakiti. Bahwa berpoligamy tak sesederhana yang dibayangkan oleh kaum lelaki. Ada sebuah keluarga yang telah terbangun dan wajib dijaga terlebih dahulu. Ada kewajiban seorang suami yang mesti dipenuhi kecukupannya sebelum berpoligamy. Ada hak-hak istri yang mesti dihormati, termasuk mengetahui dan menyetujui atau menolak calon yang dinginkan suami. Dan suami tidak boleh memaksakan apalagi mengancam istri agar menuruti kehendaknya semata dengan hukum agama yang mengatakan bahwa seorang istri wajib mematuhi suaminya. Bahwa sang suami wajib memberikan kebahagian terlebih dahulu pada sang istri sebelum berniat untuk berpoligamy. Itu yang tak disadari kaum lelaki.”

Aku diam mendengarkannya.

“Lagipula, berpoligamy itu tak akan pernah menjadi pilihan untukku. Aku tak ingin membangun sebuah masjid bernama pernikahan dari rubuhnya masjid pernikahan wanita lain. Aku tak akan sanggup menatap masjid pernikahan wanita lain hancur berantakan hanya karena keinginanku semata. Aku tak akan pernah mau melakukan itu.”

Aku mengangguk. “Karena itu islam menghalalkan seorang wanita untuk melamar seorang lelaki yang mereka senangi. Tak ada yang salah jika perigi mencari timba. Apa yang dilakukan Siti Khadijah kala melamar Rasul bisa menjadi contoh yang indah untuk para wanita dijaman ini. Tak salah jika seorang wanita bersikap sedikit agresif sepanjang yang dia lakukan masih dalam batas kesopanan dan baik adanya.”

Kali ini dia tersenyum. “Tapi didunia ini tak banyak lelaki yang bisa membuat wanita mau melakukan itu. Masih ada yang menjadi batas dan penghalang bagi kaum wanita untuk melakukan itu. Adat istiadat dan sifat dasar seorang wanita masih menjadi dasar pertimbangan. Rasa malu. Segan. Tak elok dan kurang pantas akan selalu ada dalam pikiran kami. Lagipula, tak semua kaum lelaki bisa berlaku arif kala mendapatkan lamaran dari seorang wanita yang menginginkannya. Tak banyak lelaki yang akan menolak baik-baik tanpa mencederai apalagi merendahkan kehormatan seorang wanita. Kebanyakan kaum lelaki akan merasa bangga karena bisa membuat seorang wanita tergila-gila padanya. Mereka tak bisa menutupi agar tak diketahui oleh orang lain, dan mungkin akan menceritakannya pada teman-temannya. Aku tak suka itu.”

Aku mengangguk. “Aku setuju.” Kataku. Kebanyakan lelaki, beberapa diantaranya adalah teman-temanku, akan sangat bangga dan akan menceritakannya pada teman-temannya betapa hebatnya mereka karena bisa membuat seorang wanita tergila-gila. Ada kesombongan dalam diri mereka. Ada rasa bangga bercampur keangkuhan disetiap perkataan yang mereka ceritakan. Mereka seolah tak menyadari bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menjaga kehormatan dan derajad wanita apapun wujudnya.

“Lagipula Al Quran tak pernah memberikan batasan umur untuk menikah kecuali aqil baliq. Seorang wanita tidak diwajibkan untuk cepat-cepat menikah hanya karena telah aqil baliq. Dan tidak harus segera menikah hanya karena telah berumur. Dan surga tak pernah diharamkan untuk mereka yang meninggal tanpa sempat menikah. Semua wanita tak ingin sendiri. Semua wanita tak ingin kesepian.Tapi jodoh itu kuasa tuhan. Dan aku terkadang merasa tak mengerti mengapa hingga saat ini Dia masih belum memberikan seorang pendamping untukku.”

Aku tersenyum. “Karena itulah aku kagum padamu.” Kataku. “Karena itulah yang membuatmu sangat istiewa. Kamu tidak trauma dan menjadikan apa yang terjadi padamu dulu sebagai alasan ketakutan semata. Kamu jadikan kejadian itu untuk membuatmu lebih berhati-hati kala memilih pasangan hidup. Seorang wanita memang wajib berhati-hati memilih pasangan hidup mereka agar bisa mendapatkan kebahgiaan dunia dan akhirat. Dan kamu mampu menjalankan hakmu itu dengan alasan dan tanggung jawab yang jelas dan tidak hanya menuruti keinginan semata. Itulah yang membuatmu begitu istimewa.”

Dia tersenyum. “Terima kasih. Tapi menurutku kamu juga lelaki yang hebat dan luar biasa. Tak banyak lelaki yang mau menceritakan keburukannya sendiri dengan cara yang jujur dan baik. Kebanyakan lelaki hanya berpura-pura baik didepan wanita dan tetap berusaha melindungi harga diri kelelakian mereka. Tapi kamu tidak. Karena selama kita bersahabat, kamu selalu mampu menasehatiku dengan pendapatmu yang berimbang. Kamu mampu menjaga perasaan orang-orang yang curhat dan meminta pendapatmu tanpa melecehkan dan merendahkan perasaan mereka. Aku juga kagum padamu.”

Aku tertawa kecil. “Halah….mulai deh lebaynya.” Kataku. Malu juga rasanya dipuji oleh seorang gadis cantik. “Tapi jujur kukatakan, kamu benar-benar wanita istimewa. Kamu mampu berlaku bijak menyikapi apa yang digariskan Illahi. Dan kurasa, bermadu atau andartu itu tak layak diberikan untuk wanita-wanita sepertimu. Ada sebuah kata lagi yang lebih indah untukmu.”

“Apa itu?”

“Andarlia.”

Dia menatapku.” Andarlia?”

Aku tersenyum. “Ya, andarlia. Anak dara mulia.”

Matanya kini berkaca-kaca.

“Terima kasih.” Katanya sambil tersenyum lembut.

Sejenak kami terdiam dan saling menatap.

“Mau menikah denganku?”

Dia terkejut.

Aku tersenyum lembut. “Kita telah bersahabat sejak kecil. Telah saling mengenal satu sama lain. Saling menasehati dan saling mendukung kearah kebaikan. Karena itu aku yakin dan percaya bahwa kamu adalah seorang wanita baik-baik yang aku cari. Dari dulu aku tahu kalau kamu itu wanita istimewa. Dan kamu layak mendapatkan kehormatan itu dariku.” Aku menghela nafas sejenak. “Apakah kamu mau menikah denganku?”

Dia semakin terkejut.

Aku menghela nafas pelan. "Selama ini aku mencari dan terus mencari kemanakah kiranya tulang rusukku berada. Ternyata tulang rusukku berada tak jauh dariku." kataku mencoba meyakinkannya. "Selama ini aku mencari dan bertanya tanya, siapa jodohku. Dan ternyata jodohku itu ada didekatku sendiri. Yang ternyata selama ini selalu ada untukku. Dan itu kamu."

Dia menatapku. “Ah... bercanda kamu.” Katanya sambil tersenyum kaku mencoba menyembunyikan salah tingkahnya.

“Aku serius….”

Dia kembali menatapku seakan-akan mencari kesungguhan dariku.

Dan ketika dia mendapatkan jawaban itu dari sorot mataku, dia tersenyum lembut sambil mengangguk.

Sejenak aku terpana. Tapi setelah itu senyum bahagia kini terukir dibibirku.

Akh... indah sekali dia...



Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)