Cerpen
Disukai
2
Dilihat
14,163
AL HAQ
Drama

“Pegang teguhlah agama Allah dengan kembali (bertobat) kepadanya dan bertaqwalah kepadanya dan dirikan sholat dan janganlah kamu termasuk golongan orang-orang yang musyrik.” Ar Rum- ayat 31

Malam ini sebenarnya sangat indah. Bulan purnama yang mengambang bersama ribuan bintang-bintang yang berkelipan terasa benar-benar indah dan mempesonakan.

Tapi aku tak bisa menikmatinya. Aku berdiri sendirian dilantai empat puncak bangunan ruko. Berdiri tepat diujung bibir bangunan dengan pikiran berkecamuk dan hati kacau.

Hanya karena sebuah cinta aku jadi kehilangan kesadaran. Hanya karena aku salah mengartikan sebuah kebaikan dan perhatian hingga membuat khayalanku melambung tinggi meninggalkan akal, ilmu, dan keyakinan ku. Dan kini aku berubah menjadi seorang laki-laki yang buta dan hanya menuruti nafsu dan keinginanku saja.

Dia tidak salah. Aku sadari itu. Perkenalan kami adalah bagian dari sebuah taaruf. Bahwa jika dia tidak menerimaku sebagai pendampingnya, itu merupakan haknya. Sebagai seorang wanita, dia memiliki hak untuk menolak. Dan aku tak berhak sedikitpun memaksakan nafsu dan keinginan cintaku padanya.

“Kesalahan terbesarmu adalah waktu perkenalan kalian yang terlalu lama.” Kata teman dekatku saat aku curhat padanya. “Mungkin untuknya tidak masalah karena dia bisa menjaga hatinya yang ternyata hanya menganggapmu sebagai seorang kakak. Tapi tidak untukmu. Perkenalan yang terlalu lama membuatmu semakin menyukainya karena kau terlanjur dekat dengannya hingga memunculkan benih-benih cinta yang baru pertama kali kau rasakan membuatmu mabuk dan terlena hingga melupakan ilmu yang kau miliki. Kau tahukan kalau sebuah taaruf itu hanyalah sebuah perkenalan untuk mengetahui siapa calon yang diberikan untuk kita? Bukan sebuah alasan untuk bisa selalu dekat hingga dalam jangka waktu lama dan akhirnya memunculkan suatu perasaan yang sebenarnya tak layak untuk kau rasakan. Dan kau terus berharap dan berharap perasaanmu akan terbalaskan.”

Aku hanya diam tak menjawab. Aku mengerti apa yang temanku kata kan. Taaruf yang diberikan oleh keluargaku dan keluarganya menjadi awal dari perkenalan kami. Bahwa akhirnya aku membiarkan taaruf ini menjadi sebuah masa perkenalan yang lama dan panjang adalah kesalahanku. Aku terlalu bodoh dan takut untuk menyadari dan mengakui bahwa sebenarnya dia hanya menganggap ku sebagai seorang kakak. Aku biarkan diriku tenggelam dalam perasaan suka padanya. Aku terus mendekati dan berharap semoga dia merasakan hal yang sama denganku.

Tapi saat kenyataan berkata lain, aku tak siap menerimanya. Dia ternyata memilih pemuda lain. Seorang lelaki yang mungkin lebih baik dariku menurutnya. Lelaki yang kini kuanggap sebagai perusak semua usaha yang aku lakukan untuk mendapatkannya.

Aku benar-benar tak siap menerima semua kenyataan ini. Ketika cinta pertamaku berakhir menyedihkan, aku terluka. Dan semua keegoisan, nafsu, keinginan untuk memiliki serta emosi berbenturan dengan ilmu, keyakinan dan ibadah yang kumiliki lalu berkumpul menyatu dalam diriku dan memunculkan satu perasaan; kebencian! Kebencian pada hidup! Kebencian pada manusia! Bahkan kebencian pada Tuhan!

Aku bukannya tak menyadari bahwa apa yang kurasakan ini adalah sebuah kesalahan. Aku juga bukannya tak mengetahui bahwa semua ini bisa berubah menjadi dosa untukku. Tapi aku kini hidup dalam penyangkalan-penyangkalan yang terus bermain dalam hati dan pikiranku.

Aku mengerti kalau semua ini hanyalah cobaan dan ujian dariNya untukku. Cobaan untuk menguji seberapa besar kadar keimananku padaNya.

“Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja dengan mengatakan kami telah beriman padahal mereka belum lagi mendapatkan cobaan?” Al Ankabut ayat 2

Seorang muslim akan hampa hidupnya serasa tiada manisnya bila tanpa cobaan. Seorang muslim harus sabar dan tahan menderita serta mujahadah dan berjuang untuk mengatasinya. Dan benang merah dari cobaanku ini adalah cinta yang kini menggoda hati dan pikiranku.

Aku biarkan diriku larut dalam cinta. Aku biarkan perasaanku tenggelam dalam kekecewaan. Dan semua penyangkalan akan rahmat dan anugrah Tuhan terus bermain dalam hatiku.

Kami, lelaki, bukanlah makhluk tanpa perasaan. Kami juga memilikinya. Bahkan kami bisa memilikinya lebih dahsyat dan lebih kuat daripada kaum wanita. Saat perasaan dalam diri kami kami gabungkan bersama ego seorang lelaki, semua itu akan berubah menjadi nafsu kegilaan yang mungkin menjurus pada pemaksaan sebuah keakuan. Pemaksaan keakuan pada orang lain. Juga pada diri sendiri.

Dan sejarah mencatat itu. Dunia bahkan memiliki bukti tentang keegoisan dari perasaan seorang lelaki.

Betapa seorang Alexander the great bisa tak berdaya kala berhadapan dengan kecantikan Cleopatra. Napoleon Bonaparte yang tersingkir dari kepimpinannya karena seorang wanita. Bahkan Ken Arok menjadi gila tak berdaya terbius perasaan cintanya pada Ken Dedes.

Dongeng juga menceritakan keegoisan perasaan seorang lelaki. Dasamuka yang tergila-gila pada Sinta istri Rama. Zeus sang dewa penguasa terpikat kecantikan Eropa yang merupakan seorang wanita biasa. Bandung Bondowoso yang rela membangun seribu candi demi cintanya pada Roro Jonggrang. Bahkan seorang Sangkuriang begitu tergila-gila pada sosok seorang wanita yang ternyata adalah ibu kandungnya.

Aku tak bermaksud menjadikan semua itu sebagai alasan pembenaran dari keegoisan sebuah keakuan dalam diriku. Aku hanya mencoba membandingkan mereka dengan diriku, seorang lelaki yang kini terperangkap akan perasaan kecewa dan terluka karena cinta.

Dan disinilah keegoisan akan keakuan seorang lelaki muncul dalam diriku. Bukankah mereka kaum wanita juga memiliki andil dari sejarah yang dituliskan dunia? Mereka terkadang menggoda dengan cara mereka sendiri. Mereka biarkan kami para lelaki menjadi lemah tak berdaya dengan kelembutan yang mereka miliki seperti yang kini aku alami. Dia membiarkan aku terus berharap dan berharap dengan kebaikannya hingga menimbulkan sebuah kesalahtafsiran akan kelembutannya.

Karena tiada yang sekuat kelembutan. Dan tiada yang kuat selain kelembutan.

“Dan seandainya kebenaran itu mengikuti kemauan rendah mereka niscaya langit dan bumi dan apa saja yang ada didalamnya pasti hancur. Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka suatu peringatan (Al Quran) tetapi mereka tak mau mengindahkan peringatan itu.” Al Mukminun ayat 71

Dan kini aku mengikuti nafsu kemauanku pada perasaanku. Nafsu kemauan rendahku yang perlahan-lahan membesar memakan diriku mempertanyakan keadilan cinta yang terlanjur kuharapkan bersamanya. Aku kini hidup dalam bayangan tentang cinta dan kekecewaan bersama penyangkalan-penyangkalan akan ilmu agama yang ku miliki. Keindahan yang ada didunia ini hanyalah sebuah fatamorgana. Pemandangan menakjubkan, keindahan ciptaan Tuhan, terkadang hanya menjadi latar belakang dari sejarah manusia yang tercipta dari nafsu dan keegoisan bersama cinta yang menjadi benang merahnya.

Karena itulah aku disini. Berdiri sendirian ditengah malam berlatarkan purnama merah bersama bintang-bintang yang berkelipan. Berada dipuncak bangunan, berdiri tepat dipinggir bibirnya sambil memandang jalanan dibawah sana yang kini telah sunyi sepi.

Dia telah meninggalkanku. Dia tidak memilihku karena aku hanyalah seorang pecundang. Dia tak pernah mengerti akan perasaanku. Bahwa setiap kali mata ini bertentangan hati ini selalu bertanya, “Apakah dia juga merasakan apa yang aku rasakan?” Tapi ternyata dia telah menipuku dengan kelembutan dan kebaikannya. Dan semua yang telah aku berikan ternyata tiada arti untuknya sedikitpun. Lalu untuk apa aku hidup didunia ini?

“Apakah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya dalam kesesatan berdasarkan ilmuNya, dan Allah mengunci mata, pendengaran dan hatinya, dan Allah meletakkan penutup pada penglihatannya. Lalu siapakah yang dapat memberi petunjuk kepadanya sesudah Allah (membiarkannya sesat?). Apakah kamu tidak memperhatikan (dengan seksama)?” Al Jasiyah ayat 23

Sejarah hanya mencatat tentang keberadaan lelaki hebat. Dunia tak pernah mengenang akan sejarah dari kebodohan yang diciptakan oleh seorang lelaki. Sejarah hanya berisi tentang kehebatan dan melupakan kebodohan. Tak akan pernah ada tempat untuk para lelaki bodoh di dunia ini.

Dan semoga dunia tidak mencatat kenangan tentangku sebagai seorang lelaki bodoh yang mengakhiri hidup dengan cara seperti ini….

Teruntuk bagimu teman

Tabahkan hatimu kawan

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)