Masukan nama pengguna
“Abang berubah.”
Aku hanya diam menatapnya.
“Jika adik penyebabnya, adik minta maaf. Adik tak menyangka jika abang akan berubah seperti ini.”
Tak ada reaksi yang kuberikan untuknya. Bahkan sebuah senyumanpun tidak. Yang kurasakan saat ini hanyalah rasa benci dari sebuah luka.
Padahal dulu aku sangat mencintainya.
Semejak kami berpisah dua tahun lalu aku telah mencoba untuk melupakannya. Jujur saja, semakin keras aku berusaha, semakin kuat bayangannya ada dipikiranku. Tapi bukan bersama cinta di hati melainkan sebuah kebencian dari luka yang tercipta.
Dulu kami adalah sepasang kekasih. Hubungan kami berawal sejak bangku smu. Tapi kedua orang tuanya tak pernah setuju. Dan penyebabnya adalah perbedaan materi.
Aku dan dia ibarat kasta raja dan sudra. Derajad kami sangat berbeda. Dia kaya. Sedangkan aku hidup pas-pasan. Setelah tamat smu dia melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas dengan menyandang gelar sarjana. Lalu bekerja dikantor pemerintahan dengan status yang sangat didambakan banyak orang.
PNS!
Sedangkan aku? Aku hanya tamat smu tanpa pernah merasakan bangku kuliah. Akupun hanya bekerja sebagai karyawan biasa disebuah perusahan. Jalan hidupku sangat berbeda jauh dengan jalan hidupnya. Itulah alasan mengapa orangtuanya sangat tidak menyetujui hubungan kami.
Semula kami mencoba bertahan. Bertahun-tahun kami secara diam-diam menjalin hubungan ini. Tapi ketika dia sudah bekerja, perlahan aku merasakan perubahan dalam dirinya. Dia tak lagi memberikan perhatian padaku seperti dulu. Dia tak pernah menanyakan itu lagi padaku. Dan ketika aku memberikan perhatian padanya, dia menjawab acuh tak acuh seolah merasa terganggu.
Hingga akhirnya dia mengatakan kalau dia ingin mengakhiri semua ini. Dia sudah tak ingin membohongi kedua orangtuanya. Dia tak ingin mendurhakai mereka. Dia ingin membalas budi kedua orangtuanya dengan menjadi anak yang berbakti. Dia ingin berubah.
Semula aku bisa mengerti. Meski berat hatiku mengakhiri semua ini tapi aku mencoba untuk bersikap bijak. Wajar jika kedua orangtuanya menginginkan lelaki yang terbaik untuknya. Dengan kecantikan yang dia miliki, pendidikan tinggi dan pekerjaan bagus, ku pikir wajar jika dia mendapatkan seorang lelaki yang lebih baik pula. Lagipula, mana ada orangtua yang menginginkan anaknya hidup serba kekurangan. Dan jika dia hidup denganku mungkin aku tak akan pernah bisa memberikan kebahagiaan seperti yang diinginkan orangtuanya.
Semula aku berpikir seperti itu. Tapi semuanya berubah saat aku mendapatkan kabar kalau dia akan menikah dengan seorang pengusaha muda kaya pilihan orangtuanya.
Katanya, lelaki itu adalah anak dari teman mamanya yang diperkenalkan padanya.
Aku kecewa. Sungguh kecewa. Secepat itukah dia melupakan aku? Apakah tak ada artinya hubungan kami yang terjalin selama beberapa tahun? Semudah itukah dia melupakan semua itu?
Tapi yang membuatku semakin terluka adalah kenyataan bahwa ternyata dia dan lelaki itu telah bertunangan selama tiga bulan. Itu berarti dua bulan sebelum kami berpisah!
Disinilah awal kebencianku tercipta!
Betapa bodohnya aku! Kenapa selama ini aku tak bisa melihat kenyataan yang pelan-pelan tersaji didepanku? Mengapa aku tak bisa membaca perubahan yang terjadi dalam dirinya? Dan aku terlalu bodoh untuk sekedar menyadari bahwa dia bukanlah wanita yang dulu yang sangat kucintai karena dia telah menjadi seorang penipu. Dia menyembunyikan semuanya dariku. Dia menutupi pertunangan itu. Bahkan aku tak pernah melihatnya mengenakan cincin dijari manisnya kala bersamaku. Dia telah menipuku...
Dan sumpah serapahpun keluar dari mulutku.Ternyata wanita itu sama saja. Mereka semua mata duitan. Mereka pura-pura mencintai lelaki sepertiku, tapi saat mereka menemukan lelaki yang lebih baik lagi, dengan gampangnya mereka mencampakkanku. Apa mereka tak pernah merasakan kalau lelaki sepertiku juga memiliki perasaan? Apa mereka tak pernah berpikir tentang perasaanku?
Dan kebencianku semakin membesar. Aku mulai membenci semua kenyataan yang kini datang padaku.
Hatiku seolah tertutupi awan gelap kebencian. Pikiranku dipenuhi api amarah menggelegak. Ilmuku menguap entah kemana. Agamaku hilang dari diriku. Aku terluka! Aku benci! Aku muak! Aku dendam!!!!
Sejak saat itu aku bersumpah pada diriku sendiri kalau aku akan membalas semua ini pada semua wanita. Akan ku balas semua perlakuan yang dilakukannya padaku ke wanita lain. Akan kubuat semua wanita merasakan apa yang aku rasakan! Akan ku buat mereka merasakan sakit yang sama!
Akupun berubah. Kupergunakan segala pesona yang kumiliki untuk memikat wanita. Wajah manisku yang dulu kusembunyikan dalam akhlak kini kutebarkan pesonanya pada wanita-wanita yang kuinginkan. Suaraku yang dulu dia kagumi, kubiarkan mengalun syahdu dari bibir dan lidahku yang merangkai merdu kalimat-kalimat mesra nan romantis. Mata elangku yang dia katakan menusuk tajam menyentuh hati kubiarkan melirik menentang setiap mata wanita yang melirik padaku hingga membuat mereka tersipu menunduk malu.
Aku berubah. Tak ada lagi akhlak dalam diriku. Entah kemana keyakinan pada Tuhan yang dulu kupertahankan. Semuanya seakan tercabut dari hatiku berganti dengan kebencian.
Satu, dua, tiga...
Entah sudah berapa wanita yang akhirnya menjadi korbanku. Ada yang telah bekerja. Ada yang kuliah. Ada yang masih polos dan belum mengenal cinta. Bahkan anak sekolahan yang masih berseragam putih abu-abupun pernah kukencani. Dan aku tak perduli!
Maka kunikmati mereka. Ku reguk madu yang ada ditubuh mereka. Kudapatkan materi dan barang-barang mewah dari mereka karena aku sengaja memilih wanita yang berasal dari keluarga kaya. Kulampiaskan rasa sakitku karena dia pada mereka, wanita-wanita yang sengaja ku dekati. Kuluahkan rasa dendamku dalam bentuk nafsu duniawi pada mereka. Aku ingin mencari kepuasan!
Tapi kepuasan itu tak pernah terpuaskan. Hanya sekejap saja aku mendapatkan perasaan itu saat nafsuku ku puaskan pada wanita yang kukencani. Tapi setelah itu aku Cuma bisa tersenyum sinis sambil memandang wanita-wanita disisiku yang terbaring memelukku. Aku ingin lebih. Aku ingin lebih!
Dan aku merasa bangga melihat mereka menangis tersedu-sedu kala aku memutuskan mereka. Aku merasa sangat teruja kala mereka memohon-mohon agar aku tak memutuskan mereka. Aku bangga karena aku juga bisa membuat wanita bertekuk lutut dihadapanku.
Tapi aku belum puas. Aku akan tetap menebar segala pesona yang ada di diriku untuk mendapatkan segala yang kuinginkan. Akan kujadikan semua itu untuk menghilangkan rasa sakit yang tercipta dihatiku yang entah sampai kapan akan terobati.
“Adik benar-benar menyesal.” Katanya lagi. “Dan kini adik harus menanggung semua kesalahan yang pernah adik lakukan dulu pada abang. Ternyata suami adik bukanlah seorang lelaki yang baik. Ternyata dia adalah lelaki kasar yang suka menyakiti wanita. Dan adik kini menerima balasannya. Adik ikhlas. Adik rela. Tapi adik tak sanggup melihat abang berubah seperti ini karena adik.”
Dia menghela nafas. “Adik telah berpisah dengannya. Adik telah bercerai...”
Aku hanya diam menatapnya.
“Adik ingin memohon maaf pada abang. Adik ingin menebus segala kesalahan adik. Adik ingin kita kembali seperti dulu. Adik ingin kita bersama kembali dalam kebahagiaan yang dulu pernah kita rasakan. Abang maukan memafkan adik?’
Aku tetap diam tak menjawab.
“Adik rindu dengan diri abang yang dulu.” Katanya lembut. “Dulu abang sangat berbeda. Abang adalah lelaki yang penuh kelembutan. Abang adalah lelaki yang penuh cinta dan kasih sayang. Lelaki yag tak pernah menyakiti perasaan wanita. Adik rindu dengan lelaki itu. Adik rindu.”
Aku tetap diam sambil menentang matanya.
“Adik masih mencintai abang. Adik masih mencintai abang.” Katanya lirih sambil menundukkan kepala.
Dan mendadak sebuah senyum tipis terukir dibibirku. Ada kepuasan dalam hatiku kala mendengarkan kalimatnya itu. Ada rasa bangga melihatnya memohon cintaku.
Tapi tak ada rasa cinta dihatiku lagi. Tak ada kasih sayang. Semua itu telah mati ku bunuh dengan dinginnya pisau kebencian dua tahun lalu. Semuanya sudah kukubur dalam-dalam dihatiku. Yang ada hanyalah rasa sakit dari luka yang tercipta yang terus kupelihara.
AKU BENCI! AKU MUAK! AKU DENDAM!!!
Dan aku puas melihat dia sekarang. Melihat kegagalannya dalam berumahtangga...