Cerpen
Disukai
0
Dilihat
3,335
Lu Xia Tong
Thriller

Asrama 1B lebih sering sepi daripada bersuasana hidup. Selain karena penghuninya sedang menyebar ke penjuru akademi, asrama 1B memang tidak menarik minat anak-anak muda, kecuali Lu Xia Tong. 

Lu Xia Tong suka membaca, tetapi bukan di perpustakaan. Dia lebih sering meminjam buku dari sana, kemudian membawanya ke kamar. Ditemani secangkir besar cokelat hitam, dia akan tenggelam dalam baris-baris kata. 

Bagi Lu Xia Tong, ini yang terbaik dan kondisi paling menyenangkan dalam kehidupan manusia. 

Namun, ada kalanya pemuda pencinta buku fiksi itu akan mendapat gangguan. 

Maria, gadis berambut sebahu, lurus, dan hitam itu tidak suka seseorang seperti Lu Xia Tong. Baginya, aneh bagi manusia untuk melihat kisah karangan, sementara dunia telah memberikan semua cerita yang apik. Menurut Maria, Lu Xia Tong tidak pernah mensyukuri pemberian Tuhan. Bisa dikatakan, selain membenci Xia Tong yang suka membaca, dia juga mengutuk para pengarang. 

"Membaca lagi? Xia Tong, mengapa kau tidak menghajar para berandalan di atap akademi? Mereka menindas Methias." Maria mengayunkan kaki di tempat tidur setelah muncul di kamar paling berantakan di asrama ini. 

Lu Xia Tong mengabaikannya. Kisah apel merah yang menjadi kesukaan rusa sika bernama Hayou tidak bisa digantikan oleh kehadiran makhluk semacam Maria. Tidak peduli wajah yang diabaikan itu mengeras, menjadi datar, lalu menghitam sebagai pertanda Maria akan segera marah. 

Maria tidak menyukai cara Lu Xia Tong memperlakukan gadis cantik seperti dirinya: tidak menghiraukan bagaimanapun keindahan itu mengajaknya bicara. Sangat menyakitkan, juga menjengkelkan. 

"Xia Tong!" Suara Maria meninggi: dia berteriak dengan volume penuh. 

"Enyahlah." Dengan datar, tidak mewakili kata 'aku tidak ingin melihatmu', dan terlalu manis, Lu Xia Tong berujar. 

"Aku ingin membicarakan soal ayah dan ibumu, Xia Tong. Ayo, dengarkan aku." Jurus maut. Biasanya Tuan Muda Lu itu akan mendengar Maria jika itu menyangkut Lu Xing dan Angella. 

Namun, tidak seperti biasa, Lu Xia Tong tetap abai. Sampai pada titik ini, Maria curiga jika buku di tangan pemuda itu memiliki mantra hipnotis atau sebenarnya Lu Xia Tong tidak peduli lagi tentang orang tuanya. 

"Mereka melenyapkan orang lagi. Aku sudah mengetahuinya." Lu Xia Tong menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang sedang dibaca.

Menjadi sedikit kecewa, Maria mendengkus hampa. Dia turun dari tempat tidur milik Xia Tong yang juara pertama jika dikategorikan sebagai sesuatu paling berantakan. Tangan putih pucat Maria terulur seiring tiga langkah memangkas jarak dari posisi awal ke jendela. Tangan itu mendarat di bahu Lu Xia Tong, tepatnya siku Maria yang bertumpu di sana. 

"Tidak takut lagi?" Gadis yang berkulit dingin, halus, dan pucat itu tengah membahas perasaan Xia Tong akhir-akhir ini. 

Lu Xia Tong menggeleng sebagai jawaban tidak. Lagi pula, dia orang yang terbiasa dengan sesuatu paling mengerikan dan menakutkan. Hantu-hantu dalam asrama 1B ini bahkan menghormatinya sebagai sesepuh, tetapi dia tidak pernah bangga mengenai hal itu. 

"Aku benci dirimu, Xia Tong!" Dengan gaya gadis manja yang tengah merajuk kepada pacarnya, Maria memukul lengan Lu Xia Tong. "Jadi, kau tidak takut kepadaku?" Hampir-hampir nada suaranya menyerupai orang yang mau menangis. 

Kali ini, Lu Xia Tong mengangkat pandangan, kemudian menatap Maria. Saat itu, dia merasakan aliran waktu berubah: tidak lagi untuk mereka sehingga angin bahkan diam di tempatnya. 

Sambil menatap mata hitam pekat Maria, Lu Xia Tong mengangguk dan tenggelam dalam sebuah peristiwa beberapa tahun lalu. 

Sebelum masuk ke Akademi Moonlight ini, Lu Xia Tong termasuk dalam pelajar yang menempuh pendidikan di sekolah milik pemerintah. 

Ayah dan ibu Lu Xia Tong—Lu Xing dan Angella—mereka kriminal kelas paus biru yang menguasai sebuah pasar gelap. Orang dalam lingkungan mereka hanya tidak mengerti tentang Xia Tong yang bertangan bersih, sementara ayah dan ibunya menjabat sebagai kepala para penjahat dunia. 

Suatu hari, Lu Xing dan Angella melenyapkan sepasang suami istri di sebuah dermaga tua. Kala itu, secara kebetulan Xia Tong lewat di sana setelah pulang dari perpustakaan tua di kota. Kebetulan juga, Maria yang sedang mencari orang tuanya berada di sisi lain Xia Tong di dermaga itu. 

Pasangan yang dilenyapkan Lu Xing dan Angella adalah orang tua Maria. Bisa dibayangkan oleh orang lain situasi anak pembunuh yang berhadapan dengan anak orang yang dibunuh.

Tepat di depan mata mereka, peristiwa itu terjadi. Perasaan dua anak dari pembunuh dan yang dibunuh tidak bisa lagi digambarkan saat itu—ketika dua orang menarik pelatuk dan peluru meluncur, lalu menghancurkan kepala dua orang. Mereka melihat tubuh sepasang suami itu jatuh ke tanah disusul darah yang menggenang bersama cairan otak. 

Karena peristiwa ini, Lu Xia Tong lebih takut kepada Maria dibanding malaikat kematian. Terlebih, sejak kejadian tersebut, Maria membayanginya. Seolah-olah detik-detik Xia Tong akan habis bersama Maria, mereka telah menghabiskan banyak waktu. 

"Aku takut kepadamu." Kembali dari kenangan masa lalu, Lu Xia Tong menjawab jujur. 

Kali ini, satu tarikan senyum dibuat Maria di bibir tanpa warna miliknya. Sesuatu yang menyenangkan ketika Lu Xia Tong bersikap seperti manusia. Maria selalu merasa Lu Xia Tong sangat imut ketika jujur dengan sesuatu, atau takut, juga semacamnya. 

"Aku akan mentraktirmu malam ini. Bersiap-siaplah." Maria antusias dengan idenya, tersenyum lebar, lalu pergi dari kamar Lu Xia Tong. 

Setelah itu, Xia Tong kembali merasakan kedamaian—sesuatu yang diimpikan banyak manusia. Dia menghela napas, kemudian menyapu halaman buku yang untuk sesaat tidak lagi menarik. 

Xia Tong menoleh ke bawah hanya untuk melihat Maria yang melambai kepadanya. Gadis berambut rapi itu sedang bahagia, pergi dengan langkah-langkah ceria yang manusiawi. 

Sesuatu yang sulit dimengerti muncul di kepala Lu Xia Tong. Dia mengagumi, sekaligus ketakutan setengah mati ketika itu adalah sesuatu yang terkait tentang Maria. Di satu sisi, dia ingin dekat dengan gadis itu, tetapi tidak dengan sisi lain. 

Maria masih menjadi sebuah alasan bagi Lu Xia Tong untuk menjadi manusia. Seandainya tidak ada teror, dia akan memiliki sisi pilihan terhadap Maria. 

Lu Xia Tong mendesah dalam keheningan kamar juga seluruh asrama 1B. Hari ini habis seperti waktu-waktu biasa. 

Ketika penghuni asrama kembali, hari sudah malam. Teman sekamar Lu Xia Tong, Methias, pulang dengan wajah babak belur. Pemuda yang satu tahun lebih tua dari Xia Tong itu bahkan nyaris tidak bisa dikenali. 

Hidung agak bengkok, mata bengkak seperti bisul besar yang mengancam pecah kapan saja, bibir mengalir darah, dan kepala yang sudah botak di tengah, kira-kira tidak berlebihan jika menggambarkan Methias seperti ini. 

Meski bukan kali pertama, Lu Xia Tong masih juga terkejut melihat penampakan Methias. 

Sambil menangis tanpa air mata, Methias yang sudah botak setengah itu menatap Lu Xia Tong dengan mata bengkaknya. Ada sedikit iri dan marah dalam ekspresinya yang kesakitan. Ketika membuang diri ke tempat tidur, dia mengalihkan pandangan ke lantai. 

"Mengapa kau tidak meminta bantuan pacarmu untuk menolongku? Sebagai teman sekamar, apa kau tidak punya hati? Xia Tong, kau tidak bisa diandalkan." Methias marah. 

Sulit menjelaskan situasi mereka. Pertama, Lu Xia Tong tidak punya pacar. Kedua, dia punya hati, tetapi selalu berkomentar: "Mengapa kau tidak membalas mereka? Jika kau dipukul, mengapa kau tidak memukul juga? Atau, yang paling berani, kau tidak mau mengadukan mereka kepada kepala sekolah. Jika kau seperti ini, aku akan berada di sampingmu." Ketiga, Xia Tong sadar dirinya memang tidak bisa diandalkan. 

Pada akhirnya, Lu Xia Tong menarik napas sebagai tanggapan kasihan kepada Methias, lalu berkata, "Aku ingin kencan. Jangan berisik." Sambil mencari pakaian yang cocok, pemuda itu mengabaikan temannya lagi. 

"Ah, aku lupa. Ayah dan ibumu, aku melihatnya di dekat akademi. Sepertinya, mereka punya target lagi." Methias mengendalikan amarah, lalu mengubah topik untuk menghentikan kencan buta teman sekamarnya itu. 

Lu Xia Tong tidak peduli juga asal yang dikatakan 'target' oleh Methias bukanlah Maria atau Ernest. Sudah cukup seperti itu untuk tenang walau kepala akademi akan mengingatkan mereka tentang ujian besok. 

•••

Ada banyak orang dengan sepatu, jas juga kemeja, dan gaun berkelas yang menempati meja di restoran bintang lima ternama di kota ini. Seperti batu di antara emas, Lu Xia Tong menjadi cacat dalam nuansa dan suasana mewah restoran itu. Sangat menyakitkan mata. 

Seorang pemuda dengan kaus merah biasa dan celana jin duduk di depan gadis bergaun hitam selutut yang amat cantik di bawah lampu berlian. Sedikit yang terbiasa dengan pemandangan non formal seperti ini. 

Namun, bagi Maria, penampilan Lu Xia Tong itu selalu sempurna. 

Lu Xia Tong memiliki darah campuran Asia-Eropa yang membuatnya unik. Dia mengambil bentuk hidung, bibir, dan warna hijau pada mata milik ibunya—Angella. Di samping itu, dia mewarisi alis, bentuk mata, dan garis wajah ayahnya—Lu Xing. Ada pun warna kulit, Lu Xia Tong cenderung putih khas Asia. Bagaimanapun penampilannya, dia akan tetap tampan menurut Maria. 

"Kau tidak mengatakan agar aku memakai jas." Lu Xia Tong mengeluh setelah menyadari dialah batu di antara emas itu. 

Maria tertawa kecil sambil menggunakan punggung tangan untuk menutup mulutnya. 

"Tidak masalah sama sekali. Kau sebanding dengan orang-orang di sini." Maria tidak bermaksud mempermalukan Lu Xia Tong dan berkata jujur dari sudut pandang pribadi. 

Makanan mereka datang dan dibawa oleh pelayan berpakaian putih hitam yang tampan. Setelah menatanya rapi, pelayan pergi. Tersisa Maria dan Lu Xia Tong kembali. 

Mereka menyantap makanan yang sepenuhnya akan dibayar Maria tanpa basa-basi. Ditemani alunan musik romantis yang tenang dan harmonis, keduanya tenggalam dalam suasana damai. 

Sekali lagi, Lu Xia Tong merasakan aliran waktu berhenti untuk mereka—dia dan Maria. Angin dan suara yang bisa dibawa oleh medium telah berhenti. Keheningan panjang yang bersifat tidak nyata menjadi latar paling kuat. Lu Xia Tong hanya mendengar detak jantungnya sendiri, sendok, piring dan garpu saling bersentuhan, juga sepatu hak tinggi Maria yang sesekali mengentak pelan lantai. 

Tidak ada yang lebih baik dari momentum serupa diksi-diksi untuk menggambarkan aura antara sepasang kekasih. Namun, ini terlalu tenang dan bersama Maria itu bukan sesuatu yang biasa. 

"Methias berkata bahwa dia melihat Ayah juga ibuku." Tiba-tiba, Lu Xia Tong ingin menghancurkan segala ketenangan yang telah terbangun. 

Maria berhenti makan, begitu juga Lu Xia Tong yang mendadak merasakan hambar di semua menu. Sangat memuakkan jika kelezatan ini tercampur dengan kehadiran Lu Xing dan Angella. 

"Kau takut?" Maria bertanya, sedikit penasaran tentang perasaan Lu Xia Tong terhadap kehadiran orang tuanya. 

Lu Xia Tong menggeleng. "Selama target mereka bukan kau," jawabnya kemudian. 

"Jadi, kau tidak takut mereka? Tetapi, mengapa kau takut aku? Jika target mereka aku, harusnya kau senang. Sumber ketakutanmu akan hilang, bukan?" Maria menganalisis, tetapi tidak mencapai kesimpulan. 

Lu Xia Tong juga tidak mengerti. Jadi, dia diam tanpa niat untuk melanjutkan topik ini lagi. Masalah perasaan dan pikiran yang tidak cukup sinkron adalah kebingungan panjang tanpa akhir. Tidak layak untuk diladeni. 

Setengah jam kurang berlalu. Lu Xia Tong dan Maria keluar dari restoran mewah yang menguras setengah uang dalam dompet untuk enam menu makan malam mereka. 

Keduanya berjalan kaki menuju asrama Akademi Moonlight tanpa bicara. Maria menenteng sepatu hitam bertumit tinggi miliknya setelah kulit di tumit terkelupas akibat gesekan. Lu Xia Tong ingin membantu, tetapi tidak tahu dengan cara bagaimana. Pada akhirnya, pemuda itu membiarkan Maria.

"Seandainya kali ini target orang tuamu adalah aku, apa yang akan kau lakukan?" Maria tiba-tiba mengajukan pertanyaan di tengah jalan mereka. 

Lu Xia Tong telah memikirkan hal itu sejak tiga hari setelah kematian kedua orang tua Maria. Apa yang akan dia lakukan seandainya Lu Xing dan Angella menargetkan Maria? Bagi Xia Tong, kejadian beberapa tahun silam sudah cukup untuk dunia kelamnya.

Pernah terpikir oleh Xia Tong, jika Maria mati, dia juga akan ikut bersamanya. Ini pilihan pada titik paling wajar menurut Xia Tong, sebuah keharusan agar dia tetap menjadi manusia seandainya reinkarnasi memang ada. 

"Tidak tahu." Lu Xia Tong menggeleng pelan sesaat, kemudian mengintip Maria dengan kepala tertunduk dan dimiringkan ke kanan. 

"Mungkin, aku akan memberikan segala yang aku miliki kepadamu," lanjutnya. 

Mata hitam pekat Maria berbinar. Di sana, cemerlangnya rasa antusias menjadi sempurna ketika dia memahami arti kalimat Lu Xia Tong. 

"Segalanya?" Seolah-olah meyakinkan sekaligus mengingatkan kembali, Maria menekan kata ini dalam nada bertanya. 

Langkah kedua anak muda itu terhenti bersamaan. Mereka saling menatap. Di bawah lampu jalan yang remang-remang di jalan sepi, keduanya berdiri dan beradu pandang ketika perasaan tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata. Hampir hampa, tetapi ada jantung yang berdebar dan ketegangan dalam sedikit kekhawatiran. 

 Lu Xia Tong tidak pernah main-main dengan ucapan atau janji. Sebagai bukti, sebelum masuk ke Akademi Moonlight, Lu Xia Tong yang orang tuanya telah melenyapkan Jordan dan Eve, bersujud di kaki Maria. Dia tidak sedang memohon ampun, tetapi menyerahkan diri sebagai ganti rasa bersalah dan dosa. Memang bukan Xia Tong pelakunya, tetapi sebagai anak Lu Xing dan Angella, dia merasa terseret dalam kubangan yang sama. 

Maria tidak tergerak, awalnya. Namun, dia tidak bisa menggerakkan tangan untuk menarik pelatuk. Sebagai manusia dengan pikiran rasional, Maria bisa membedakan mana pohon dan tunas. 

Saat itu, Maria hanya berpikir: dia harus menebang tuntas kedua pohon tua itu demi membalas kematian orang tuanya, Jordan dan Eve. Namun, untuk tunas muda ini, dia tidak yakin. Mengambilnya sebagai sandera, merawatnya hingga tumbuh menjadi pohon berbeda, atau menjadikannya tameng juga umpan. Tidak jelas. Hanya satu yang pasti bahwa hidup Lu Xia Tong berada di tangan Maria. 

Kemudian, Maria meminta Lu Xia Tong agar mengikutinya ke Akademi Moonlight. Di tempat itu, anak-anak para politisi, bangsawan, elit, dan publik figur menempuh pendidikan selama enam tahun penuh. 

Karena telah berlutut sebagai bentuk penyerahan diri, Lu Xia Tong mengikuti perintah Maria tanpa tapi atau persyaratan. Jangankan untuk masuk ke Akademi Moonlight, menjadi budak Maria sekalipun akan diikuti Lu Xia Tong saat itu karena perasaan bersalah yang menginap di hatinya. 

Oleh sebab itu, Maria tidak meragukan apa pun tindakan atau perkataan Lu Xia Tong dan menyukainya yang seperti itu. 

"Baik. Segalanya, kan?" Maria tidak bosan karena terlalu senang dengan kata 'segalanya' dari Lu Xia Tong barusan. 

Lu Xia Tong tidak memiliki kekhawatiran terhadap diri sendiri sejak mengetahui siapa Lu Xing dan Angella di dunia ini. Dia hanya wajib khawatir dan cemas terhadap orang lain. Jadi, 'segalanya' itu bukan apa-apa lagi. 

"Ya. Segalanya." Lu Xia Tong tidak pernah takut akan apa pun yang akan dilakukan Maria terhadapnya kelak. 

Maria semakin gembira sampai tanpa sadar menarik tangan Lu Xia Tong. Gerakannya tiba-tiba, keras, dan cepat. Walau perbedaan tinggi mereka lebih dari satu kepala, tetapi Lu Xia Tong masih tidak bisa mengantisipasi. 

Lu Xia Tong tertarik sampai tubuh mereka bertabrakan kecil. Jarak nyaris terpangkas habis. Hanya ada sedikit celah di antara keduanya. 

Saat itu, Lu Xia Tong bisa melihat Maria dari jarak yang sangat dekat. Dia bahkan mampu menghitung bulu mata lentik gadis berambut hitam pekat tersebut, menyusuri garis hidung, sungai kering, dan bibir yang mengilap oleh pelembab.

"Pastikan kau tidak menyesal karena mengeluarkan kata seperti itu, Xia Tong." Maria berkata tepat di depan bibir Tuan Muda Lu yang menarik napas tajam. 

"Tidak akan." Lu Xia Tong menjawab serius, hampir-hampir menekan setiap hurufnya untuk meyakinkan Maria. 

Sampai di sini, Maria menyerah dan tersenyum puas seolah-olah seluruh aset kekayaan Jordan dan Eve jatuh di tangannya beserta segala keuntungan yang berlaku. Dia benar-benar menyukai Lu Xia Tong yang bisa dikatakan bodoh, tetapi sangat menggemaskan. 

•••

Bel pukul lima pagi berbunyi sebanyak tiga. Dengan suara yang mampu menggetarkan tanah, itu cukup membangunkan manusia-manusia di seluruh Asrama Moonlight dari mimpi indah atau menyelamatkan dari mimpi buruk. 

Kecuali Lu Xia Tong, dia selalu bangun sebelum benda laknat itu membangunkan seluruh makhluk hidup. Dia rutin bangun bangun pukul empat pagi, satu jam lebih cepat dari jadwal kepala asrama. 

Pukul lima, Lu Xia Tong sudah selesai dengan mandi dan mengisi tas sekolah. Teman sekamarnya, Methias, seperti tidak ingin meninggalkan bantal dan kasur usai mengutuk habis bel besar di Menara Moon. 

Lu Xia Tong tidak peduli dan meraih ponsel. Ada banyak pesan dari Maria yang menanyakan kabarnya setelah dinner mereka semalam, seperti 'Xia Tong, apa kau tiba dengan selamat di asramamu?' dan 'apa kau senang makan malam dengan aku yang membayar?' 

Pemuda berkulit putih dengan mata bunga persik itu tersenyum. Meski tidak memahami tujuan Maria bertanya, tetapi dia sudah cukup terbiasa dengannya. Hanya sayang, Lu Xia Tong tidak berniat membalas pesan gadis tersebut. 

Pukul enam pagi, masih ada waktu setengah jam sebelum sarapan. Namun, Lu Xia Tong telah meninggalkan asrama. Seperti biasanya. 

Asrama di Akademi Moonlight ini terbagi dua: 1A dan 1B. Kedua asrama ini dihuni oleh dua gender secara terpisah. Ada tembok tinggi yang berdiri di antara kedua bangunan dengan pintu masuk juga keluar yang berbeda. Asrama laki-laki berada di gedung 1B, sedangkan perempuan di gedung 1A. 

Ketika menuju gedung akademi, Lu Xia Tong menyempatkan diri melihat tembok tinggi yang memisahkan asrama. Dia terus berjalan sampai tembok itu terlewati. Pandangannya terangkat; menjangkau sisi depan asrama 1A, tepat di sebuah kamar dengan gonder terbuka kecil. 

Tidak ada yang menarik dari asrama 1A sebab tidak ada perbedaan besar antara gedung-gedung di kawasan akademi ini. Cat tembok abu-abu yang memberi kesan suram dan tua. Dihiasi beberapa lumut di dinding dan tanaman ivy pilar-pilar teras. Bata merah yang menjadi pondasi masih segar. Tangganya hitam dengan pembatas perak yang mengilap di bawah cahaya matahari. 

Jadi, hanya Maria satu-satunya alasan Lu Xia Tong melihat ke asrama 1A. Akan tetapi, tidak seperti biasanya. Lu Xia Tong tidak melihat Maria, bahkan bayangannya di ketinggian lantai tiga. 

Maria akan selalu melambai kepada Lu Xia Tong, memberinya isyarat agar menunggu di sana. Berbeda dengan pagi ini; ada yang hilang dari kebiasaan selama dua tahun terakhir dan Lu Xia Tong tidak terbiasa dengannya. 

"Ke mana Maria?" Bisik hati Lu Xia Tong yang tiba-tiba saja menjadi tidak tenang, tetapi belum sampai ke titik dia khawatir, berfirasat buruk, atau takut. 

Namun, hanya berselang beberapa waktu, kabar menyebar seperti angin ribut, menyentuh seluruh telinga manusia di Moonlight. Tidak terkecuali Lu Xia Tong yang masih berdiri di sana. 

"Maria hilang!" Entah siapa yang meneriakkan kata ini lebih dulu, tetapi jelasnya dia menjadi pusat kegemparan. 

"Cepat. Pergi ke ruangan Kepala Akademi. Temui juga Kepala Asrama. Katakan, Maria telah menghilang. Kami tidak menemukannya. Kamarnya kosong dan berantakan. Ada darah juga. Sangat mengerikan!" Entah anak mana lagi, tetapi itu seperti minyak yang disiram ke api: menambah nyala kehebohan di Moonlight. 

"Xia Tong, Maria hilang!" Itu Methias yang berlari seperti malaikat kematian berada di belakangnya. 

Pemuda itu memukul bahu Lu Xia Tong yang membatu di tempat oleh bencana tidak diundang ini. 

Awalnya, Lu Xia Tong tidak khawatir. Akan tetapi, sekarang dia ketakutan sampai tidak bisa bergerak. Pemuda itu dalam sekejap menjadi serupa mayat: pucat nyaris membiru. Keringat bermunculan dan segera membasahi wajah juga lehernya. 

Terlalu khawatir dan takut, Lu Xia Tong merasakan sesak luar biasa. Dia tidak bisa bernapas. Pandangannya buram, berputar, dan semakin parah. 

"Xia Tong!" Methias memapah teman sekamarnya yang mengancam jatuh kapan saja, berteriak untuk membuat sadar. 

Lu Xia Tong berhasil menggapai sedikit ketenangan dan mulai mengatur napas. Akan tetapi, dia masih memikirkan Maria. Tidak tahu saraf mana yang menghubungkan hilangnya Maria dengan kemunculan Lu Xing dan Angella, Lu Xia Tong membenci pemikirannya sendiri. 

"Hei, kau baik-baik saja? Tidak apa-apa. Kami sudah melaporkan hilangnya Maria kepada Kepala Akademi. Dia akan baik-baik saja. Kau kenal dia, bukan? Dia gadis yang ditakuti iblis." Methias mencoba meyakinkan ketika menyadari sebab dari hilangnya setengah jiwa Lu Xia Tong. 

Meski tidak pernah akrab dan nyaris dikatakan saling membenci satu sama lain, tetapi Lu Xia Tong dan Maria adalah nadi dan darah. Bagi Lu Xia Tong, Maria adalah hidupnya. Dia akan berada di pihak gadis itu seperti dia berada di pihaknya sendiri. Jadi, Methias yang telah melihat mereka selama dua tahun ini, memahami di luar kepala tentang perasaan Lu Xia Tong ketika berita hilangnya Maria datang. Temannya itu pasti sangat khawatir seolah-olah nyawanya sendiri sudah hilang dari raga. 

"Aku akan mencarinya. Aku akan pergi ...." Tidak jelas ke mana, tetapi Lu Xia Tong tidak bisa berdiam diri ketika separuh jiwanya dinyatakan hilang. 

Dengan langkah goyah, Lu Xia Tong melepaskan diri Methias yang merasa gagal seketika. Pergi ke mana? Lu Xia Tong hanya berjalan ke arah gerbang akademi ketika semua orang panik dan membicarakan tentang Maria. 

"Bukankah kita makan bersama tadi malam? Kau bahkan mengirim pesan dini hari. Bagaimana kau bisa hilang? Siapa yang mengambilmu?" Di tengah porak-poranda perasaan tenang dan membabi-butanya kekhawatiran, Lu Xia Tong bermonolog dalam hati. 

"Apa Ayah dan Ibu ...." Dia memikirkan kedua iblis dunia itu, tetapi tidak bisa sampai ke hal paling buruk. 

"Tidak! Tidak!" Lu Xia Tong menggeleng saat menepis ayah dan ibunya sedikit lebih jauh dari daftar. 

Lu Xia Tong berusaha tenang. Dia memejamkan mata ketika berhenti tepat di depan pintu akademi. Semua pikirannya diatur, kemudian ditenangkan, dan dijernihkan. 

Kontrol emosi dan otaknya cukup baik, anggap saja itu kelebihan Lu Xia Tong yang membuatnya tidak gila setelah melihat orang tua Maria ditembak mati di depan mata sendiri. 

"Xia Tong!" Methias menyusul setelah merasa bahwa masih ada harapan untuk menyelamatkan Lu Xia Tong dari kemungkinan paling buruk: bunuh diri atau datang ke markas orang tuanya dengan sebuah pistol. 

"Jangan panik, oke? Lu Xia Tong, dengar aku. Maria pasti baik-baik saja." Methias masih membawa usaha meyakinkan Xia Tong. Dia sangat sabar menghadapi teman sekamarnya itu. 

Lu Xia Tong mengangguk, tetapi bukan untuk mengiyakan kata-kata Methias. Pemuda itu pergi; kembali ke akademi, tepatnya ke Asrama 1A. 

Ada banyak orang di Asrama 1A dalam waktu singkat. Sudah termasuk di dalamnya Kepala Asrama dan Kepala Akademi Moonlight. Polisi belum datang, tetapi kondisi di kamar Maria juga statusnya yang tidak berada di asrama sudah dilaporkan. 

Lu Xia Tong menerobos masuk. Untungnya, ada yang memberi jalan sebab tahu hubungan Maria dan pemuda pucat itu. Kepala Akademi juga menyahutnya dan menatap dengan semua emosi seperti tuduhan karena ayah dan ibu Lu Xia Tong yang berstatus kriminal kelas dewa dan sedikit rasa iba, menyesal, dan tanda tanya. 

Akan tetapi, fokus Lu Xia Tong bukan untuk Kepala Akademi Moonlight lagi, melainkan kamar Maria yang berantakan dan ada darah berceceran di beberapa titik. 

Kondisinya seperti ... Maria terluka parah oleh benda-benda tajam. 

Melihat pemandangan merah ini, kembali Lu Xia Tong merasa pusing dan lemas. Pada akhirnya, pemuda itu pingsan. Dia membawa mimpi paling buruk, tidak pernah diinginkan, dan menakutkan dalam ruang gelap yang menyesakkan. Lu Xia Tong merasa tercekik seolah-olah dia tenggelam dan Maria melepas tangannya. 

•••

Ada banyak suara yang meminta Lu Xia Tong bangun, tetapi untuk membuka mata dan menemukan cahaya begitu sulit. Dia memaksa untuk keluar dari kegelapan pekat dan perasaan tanpa gravitasi yang menakutkan. Namun, tidak bisa, seberapapun keras dia berusaha.

Lu Xia Tong kemudian putus asa dan membayangkan Maria saat berpikir: "Mungkin Maria sudah mati sehingga aku tidak bisa hidup lagi." Sebab gadis itu telah menjadi separuh jiwanya. 

Akan tetapi, perasaan dipukul muncul. Lu Xia Tong mengibaratkan dirinya sebagai ikan yang berada di daratan, susah payah mencari air untuk bernapas atau seperti manusia yang tenggelam. Perasaan tercekik menyiksanya ketika bayang-bayang wajah Maria satu per satu muncul dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus, manis, kadang sinis. 

Maria, gadis yang tidak bisa membuat seorang pria tersipu, tetapi cantik dari sudut pandang Lu Xia Tong. Terutama mata hitam pekat dan mati milik Maria juga kulit putih pucat yang bisa diibaratkan sebagai mayat. Gadis itu senang memakai rok di atas lutut, juga kaus kaki panjang membungkus betis. Lu Xia Tong bahkan hapal di luar kepala semua rok dan kaus kaki Maria yang sebenarnya identik. Gadis berambut sebahu itu seolah-olah tidak pernah mengganti rok dan kaus kakinya jika orang asing yang menilai. 

Lu Xia Tong sangat mengenal Maria seperti dia mengenal dirinya sendiri. Ketika perasaan tercekik, dipukul keras-keras itu muncul, dia nyaris gila oleh firasat bahwa Maria telah disiksa oleh seseorang. Dia tidak terima! 

Lu Xia Tong berusaha dengan semua yang dimiliki saat ini. Berjuang sampai—mungkin—siap mati sepenuhnya. Tidak peduli apa pun. Dia menginginkan Maria. 

•••

Bunyi jarum jam menjadi satu-satunya dalam ruang perawatan di rumah sakit akademi. 

Lalu, tarikan napas tajam dan dalam dari mulut Lu Xia Tong yang mengagetkan wanita berpakaian putih di sampingnya. 

Mata Lu Xia Tong berkaca-kaca dan memerah. Napasnya juga kacau. Detak jantungnya bahkan jauh lebih berantakan lagi. 

"Kau sudah bangun?" Wanita itu bertanya sambil memasang oksigen di hidung Lu Xia Tong, lalu dilanjutkan dengan memeriksa detak jantung. 

"Masalahmu serius, Xia Tong. Tolong tenanglah. Kau tidak akan menjadi satu-satunya yang mengusahakan kehadiran Maria kembali." Seolah-olah tahu penyebab kambuhnya penyakit Lu Xia Tong, dia menjelaskan. 

Sebenarnya, perawat berpakaian putih selutut itu berniat menenangkan Lu Xia Tong. Akan tetapi, sang pasien tidak membutuhkan tamparan dari kenyataan bahwa Maria menghilang dan belum ditemukan sampai sekarang. 

Lu Xia Tong melepas oksigen, mencabut infus di punggung tangan, lalu turun dari ranjangnya dalam beberapa embusan napas. Kemudian, tanpa bisa dicegah oleh siapa pun, dia melarikan diri dari ruang rawat. 

Perawat terdiam di tempat seperti patung kayu. Dia benar-benar tidak mengerti Lu Xia Tong. Apakah kematian orang tua Maria yang disebabkan oleh kedua orang tuanya telah menjadi sebuah kutukan? 

••• 

Lu Xia Tong meninggalkan akademi. Memang tidak jelas ke mana dia akan mencari Maria, tetapi menunggu juga bukan pilihan. 

Sejauh ini, Lu Xia Tong berada di depan rumah Bibi Mellya, adik dari ibu Maria. 

Biasanya, ketika akademi dalam masa libur, Maria akan berkunjung ke rumah wanita yang nyaris persis sama wajah Eve. Hanya di sini Maria akan menginap atau sekadar bermain untuk menghancurkan rumah berlantai dua dengan cat putih itu. 

Namun, Lu Xia Tong tidak menemukan Maria di rumah Bibi Mellya. Sebagai ganti, wanita yang memakai celemek kuning itu menampar wajah Lu Xia Tong sampai terpaling. 

Kulit putih dan halus milik Lu Xia Tong benar-benar tidak bisa menerima sebuah pukulan. Setelah itu, orang lain bisa melihat bekas lima jari merah di pipi kanan Tuan Muda Lu yang merasakan panas dan denyut sakit. 

"Tidak perlu bersandiwara, Xia Tong! Katakan saja kau yang membunuh Maria. Itu sudah jelas tanpa harus kau sembunyikan. Kau anak sepasang iblis. Bagaimana kau bisa menjadi malaikat? Tidak bisa, Xia Tong! Tidak akan bisa, Anak Berengsek!" Bibi Mellya meledak dengan kata-kata tuduhannya.

Wanita itu berbalik untuk mengambil segala benda tajam. Dia ingin menggunakannya untuk membalaskan dendam atas semua petaka yang dibawa orang tua Lu Xia Tong kepada Keluarga Jordan. 

"Seharusnya aku tahu. Seharusnya aku melarang Maria dengan lebih keras lagi agar untuk tidak mendekatimu. Anak itu saja yang keras kepala. Lihat sekarang? Dia telah pergi ...!" Bibi Mellya dalam sekejap seperti kerasukan setan. 

Mata samudera wanita bercelemek kuning itu memerah. Wajahnya hanya tergambar kemarahan, dendam, dan niat melenyapkan. Dia membawa alat pemukul dengan langkah ringan, cepat, dan panjang. Ketika tiba di pintu, Lu Xia Tong yang diam di tempat dipukul menggunakan benda keras itu. 

Lu Xia Tong dipukul lebih dari tiga kali, tetapi tidak berniat pergi sebab tahu bahwa semua ini pantas dia dapatkan. 

Pada akhirnya, Lu Xia Tong menyeret tubuh berdarah ketika pulang dari rumah Bibi Mellya. 

Jika bukan karena tetangga berambut pirang yang punya hati nurani, Lu Xia Tong mungkin sudah jadi mayat.  

Masih dengan darah yang mengalir dari luka, Lu Xia Tong duduk di bangku taman kota. Dia menjadi pemandangan yang mencuri banyak mata lebih dari kehadiran bunga tulip yang mekar. Semua orang melihatnya dengan tatapan bertanya-tanya: "Apa yang terjadi terhadap pemuda itu?" Atau, "Siapa yang telah melukainya?" 

Mereka ingin bertanya, tetapi manusia yang seolah-olah telah mati itu membuat dinding semu sehingga dia tidak bisa dijangkau oleh siapa pun. Meski berani, mereka yang penuh tanya dan sedikit merasa kasihan tidak pernah mengambil inisiatif mendekat. 

Sampai hujan turun yang memaksa pengunjung taman berlarian mencari tempat berteduh, Lu Xia Tong tetap di bangku kayu bercat cokelat. Orang normal seperti memiliki garam yang akan larut tubuh mereka ketika hujan datang, tetapi Lu Xia Tong membasahi diri. Sisa darah mengalir di bawah air ke pipinya. Dia yang tampan menjadi sedikit mengerikan dan membuat hati orang sakit. 

"Maria ...." Sambil menengadah, membiarkan wajah yang pucat disiram hujan deras, Lu Xia Tong menyebut nama itu. 

Dipenuhi kerinduan, cinta, dan kehilangan pada nama yang disebut satu kali dengan perasaan paling hancur dalam hidup seorang Lu Xia Tong. 

Maria yang berdiri di sudut tak terlihat oleh manusia, sayangnya tidak tergerak untuk datang dan memeluk pemuda di bangku taman. Dia hanya tersenyum, kemudian melirik seseorang yang berdiri di belakangnya. 

"Jadilah malaikat penolongnya. Akan tetapi, aku peringatkan kau. Jangan pernah menyentuh barang seujung rambutnya." Maria berkata dingin, kemudian berlalu dari taman dengan payung hitam di tangannya. 

•••

Tidak ada sedikit pun ingatan Lu Xia Tong tentang bagaimana dirinya bisa berakhir di rumah sakit. Padahal, terakhir kali dia merasa baik-baik saja; duduk di bangku taman dan diguyur hujan deras. Akan tetapi, seseorang tepatnya wanita berambut pirang bergelombang menjelaskan bahwa Lu Xia Tong pingsan. 

Tidak lama setelah itu, dokter datang dan menambahkan jika Lu Xia Tong mengalami geger otak ringan. Kemungkinan akibat benturan yang menyebabkan luka di kepalanya. Lu Xia Tong juga kehilangan banyak darah, tetapi tidak sampai ke kondisi dia membutuhkan pendonor. Gula darahnya rendah dan kondisi lambung yang mengkhawatirkan membuat dia tidak sadarkan diri. 

Cukup sampai di sini, Lu Xia Tong menarik napas dalam-dalam dan diam di tempat tidur rumah sakit. 

"Apa yang terjadi kepadamu sebenarnya?" Perawat yang ramah bertanya saat kembali memeriksa kondisi pasien yang menempati ruang rawat VIP itu hanya karena seorang penolong yang kaya raya. 

Lu Xia Tong tidak menjawab, tetapi otaknya telah merangkai rapi kronologi kejadian sejak dia bangun tidur hingga tiba di taman. Di dalamnya, Lu Xia Tong mengisi segala perasaannya dengan ketakutan dan frustrasi. 

"Baiklah, Tuan. Tenangkan pikiran Anda dan istirahatlah dengan baik," pesan perawat itu saat meletakkan suntik yang telah kehilangan isi di tempatnya. 

Perawat itu pergi dan Lu Xia Tong kembali sendiri. Saat ini, dia merasa sedikit pusing. Masih dengan Maria yang dikhawatirkan. Pemuda itu nyaris tidak bisa memikirkan hal lain sampai semua saraf di kepalanya telah diukir dengan nama Maria seorang. 

Lu Xia Tong tidak membutuhkan apa pun, bahkan infus atau semua alat yang terpasang di tubuhnya. Dia hanya ingin Maria dan semua akan kembali normal. 

Akan tetapi, setengah jam kemudian, Lu Xia Tong merasakan pusingnya menghilang. Sebagai ganti, dia mengantuk berat dan perlahan-lahan jatuh dalam tidur. Dia tidur dengan nyenyak meski kerutan di keningnya terlalu jelas menggambarkan kerisauan dan kekhawatiran. 

Terlalu nyenyak sampai-sampai Lu Xia Tong tidak akan menyadari bahwa Maria telah berdiri di samping tempat tidurnya. 

Jari-jari lentik, putih pucat, dan dengan kuku berwarna sedikit keunguan milik Maria menyusuri kening Lu Xia Tong. Dia menyapu kerutan yang berisi banyak beban kekhawatiran di sana. 

Maria sedikit sakit hati melihat kondisi Lu Xia Tong. Meski pernah melihatnya begini, tetapi sekali lagi dia tidak suka Lu Xia Tong berada dalam perasaan buruk. 

Hanya saja, Maria benar-benar ingin tahu kedalaman kegilaan Lu Xia Tong. Sejauh ini, dia telah mengisi Lu Xia Tong dalam daftar seseorang yang tidak akan dilepaskan. 

Maria merasa kegilaan Lu Xia Tong begitu lucu dan menggemaskan. Dia—mungkin—tidak akan menemukan pria paling tidak waras selain pemuda yang terbaring tidur ini. 

"Apakah belum cukup?" Wanita yang menolong Lu Xia Tong di taman datang dan bertanya saat berdiri di belakang Maria. 

"Belum." Maria menjawab sambil menyusuri kurva rahang pemuda yang merupakan anak dari pembunuh orang tuanya. 

Lu Xia Tong, bagaimana pun keadaannya, akan tetap manis dan tampan. 

"Kau telah membuatnya seperti ini. Kau gila, Maria." Wanita berambut pirang bergelombang itu mendengkus marah. 

Hati kaca seorang wanita benar-benar retak dan hancur oleh pemandangan pemuda yang dibuat mengenaskan oleh Maria. 

Hanya saja, Maria menanggapinya dengan tawa hampa. Dia memang telah menyiksa Lu Xia Tong, tetapi itu membuat sang pemuda menjadi lebih menarik dan layak dipertahankan sehingga masih hidup sampai sekarang. Seandainya Lu Xia Tong tidak semenarik ini—mungkin—dia telah menghabisinya dari dulu. 

Maria ingat kejadian beberapa tahun lalu di dermaga tua itu. Ketika orang tuanya merencanakan sebuah perjalanan rahasia, Lu Xing dan Angella datang. 

Jordan dan Eve sudah kenyang dengan berbagai bentuk kejahatan pasangan itu dari berbagai media. Perjalanan rahasia juga ditujukan untuk menghindari mereka dari pembunuh seperti orang tua Lu Xia Tong ini. 

Namun, semua tidak berarti ketika musuh berada di depan mata. 

"Aku tidak percaya jika kami bisa bertemu langsung dengan Tuan Lu dan Nyonya Angella." Jordan, ayah Maria, tersenyum ketika menyambut orang tua Lu Xia Tong. 

"Ini Keberuntungan yang hanya terjadi sekali dalam hidup Anda, Tuan. Selebihnya, tidak akan ada yang kedua kali. Tuan Jordan, Anda beruntung ...." Angella membalas, kemudian ... Dor! 

Peluru lepas dari senjata api di tangan Angella disusul Lu Xing. Hanya butuh sekejap tanpa kesempatan untuk melarikan diri, peluru menghancurkan kepala Jordan dan Eve. 

Kejadian itu tepat di depan mata Maria. Dia bahkan melihat detail tubuh kedua orang tuanya yang jatuh dengan kepala berlumuran darah. Kemudian, seseorang jatuh dari sepeda yang membuat Maria, Lu Xing, dan Angella menoleh ke asal suara. 

Pemuda dengan dua buku pingsan di jalan. Ketika itu, Angella terbelalak. Mata biru kehijauan miliknya melebar saat langkah buru-buru membawa tubuh tinggi dan ramping mendekati pemuda di dekat sepeda hijau-hitam. 

Pada kejadian itu, Maria hanya tidak tahu bahwa Angella sedang mendekati putranya. Maria berpikir pembunuh berambut pirang tersebut akan melenyapkan pemuda yang pingsan. 

Jadi, sebelum kemungkinan paling buruk terjadi, Maria berteriak, lalu buru-buru menghubungi pihak keamanan. Orang-orang sekitar yang lari setelah bunyi tembakan berdatangan. Ditambah dengan teriakan Maria, mereka tidak tanggung-tanggung lagi. 

Angella menghentikan langkah. Suaminya, Lu Xing, memberi kode untuk pergi dari sana. Wanita itu tidak punya pilihan lain meski nuraninya sebagai ibu telah tergerak. Pada akhirnya, Lu Xing dan Angella melarikan diri dengan keahlian mereka sebagai penjahat kelas elit. 

Tidak satu pun dari pengejar, bahkan polisi yang berhasil menangkap kedua pembunuh itu. 

Maria yang kehilangan orang tua begitu terpukul dan hancur, tetapi masih sempat menyelamatkan pemuda yang pingsan itu. 

Mayat Jordan dan Eve dibawa ke rumah sakit, juga pemuda tadi. Di rumah sakit, Maria menemuinya lagi setelah bangun dan diperiksa. 

"Siapa namamu?" Pertanyaan pertama yang diajukan Maria kepada pemuda berwajah tampan itu. 

"Lu ... Xia ... Tong." Dia menjawab. 

Maria berniat menanyakan banyak hal, tetapi dengan jawaban pemuda itu, semuanya hilang. Dia hanya merasa semua tidak perlu lagi. Nama Lu Xia Tong terlalu jelas memberitahunya tentang siapa dia bagi Lu Xing dan Angella. 

Sejak itu, Maria yang dulunya hidup menjadi manusia mati—setidaknya, Lu Xia Tong mengatakan bahwa Maria menakutkan seperti hantu. 

Maria mengambil perubahan besar dalam hidupnya dan memulai dari titik nol itu. Bukan hanya Maria, tetapi juga Lu Xia Tong. Keduanya menjadi manusia berbeda sejak kejadian di dermaga tua. 

Namun, Maria masih sering mendapati kondisi Lu Xia Tong seperti sekarang: tidur nyenyak, tetapi membawa hati yang dipenuhi ketakutan dan teror. 

Terakhir, asal dari ketakutan Lu Xia Tong adalah orang tuanya. Namun, sekarang, itu berbeda. Dia seperti ini karena Maria. 

Maria keluar dari ingatannya dan tersenyum. Betapa dia menyukai Lu Xia Tong, tetapi dengan cara seperti ini. 

"Kau tahu, Janne? Dia sangat menggoda dalam kegilaan seperti ini. Aku mencintai kegilaannya." Maria berkata. 

Janne tidak akan memahami dan tidak akan pernah mencoba memahami cinta seperti itu. Dia menggeleng, kemudian tersenyum dengan kecut. 

"Biarkan dia istirahat, Maria." Wanita berambut pirang bergelombang itu, Janne, berbalik dan keluar dari ruang rawat Lu Xia Tong. 

Maria enggan pergi, tetapi permainan untuk sebuah pembuktian belum berakhir. Dengan terpaksa, dia menjauhkan tangan dari Lu Xia Tong. 

"Aku ingin melihatmu lebih gila dari ini, Lu Xia Tong," bisiknya, kemudian berbalik dan berlalu. 

Dalam tidur nyenyak, air mata Lu Xia Tong jatuh. Puncak dari segala ketakutan telah meruntuhkan seluruh yang dimiliki oleh sebuah kewarasannya. 

•••

Methias ditindas lagi, tetapi tidak ada yang bisa menolongnya, kecuali pihak akademi datang dan menghentikan anak-anak para elite negara yang bermasalah itu. 

Biasanya, Methias akan menggunakan nama Maria selaku anak dari pemilik Akademi Moonlight untuk mengancam para penindas. Atau, Lu Xia Tong yang dirumorkan berpacaran dengan Maria. 

Anak-anak di Moonlight ini takut dengan Maria. Selain kepada orangnya yang dianggap setengah manusia, juga status Maria sebagai anak pemilik akademi membuat orang lain segan dengannya. 

Namun, sekarang Maria dinyatakan hilang dan Lu Xia Tong pergi dari akademi. Methias yang asalnya berkedudukan rendah tidak bisa apa-apa. 

Sulit menyalahkan antara kedua belah pihak. Anak-anak Moonlight cenderung penuh persaingan dan mendapat didikan keras. Dengan status terancam oleh para penjahat kelas-kelas elite, mereka dibentuk oleh aura penindasan. Sudah menjadi sifat mereka yang mendominasi. 

Di sisi lain, Methias adalah kebalikan. Dia tumbuh sebagai pemuda yang lemah dan berhati kaca, juga sering melakukan kesalahan dan takut untuk bertindak tegas. 

Methias hanya tipe yang berani menggertak, seperti anjing yang bisanya menggonggong, tetapi tidak bisa menggigit. Apa pun yang dia katakan benar-benar tidak bisa diandalkan. Karena itu, dia mudah ditindas. 

Saat ini, kepalanya yang sudah botak di tengah, sedang dipukuli. Semua berawal dari ketidaksengajaannya menginjak kaki salah satu dari calon bos besar. Sekarang, dia dibentak habis-habisan, dikatai-katai dengan kejam. Methias pun hanya bisa melindungi diri dengan kedua tangan. 

Namun, di tengah kejahatan antar siswa ini, sosok yang disegani semua orang muncul. Dia utuh sebagai manusia, tetapi dengan sorot sedingin kutub utara yang mematikan. 

Aksi itu terhenti begitu saja dan Methias melupakan rasa sakitnya ketika melongo melihat Maria. 

Semua orang bingung, siapa yang dinyatakan hilang sampai membuat anak penjahat terkenal melarikan diri dari Moonlight? 

•••

Lu Xia Tong adalah anak dari sepasang penjahat terkenal itu. Sekarang dirinya membuka mata lagi hanya untuk menikmati perasaan di antara hidup dan mati atau harapan yang mirip bunga gugur. 

Jika hari ini tidak bisa dilalui, Lu Xia Tong hanya punya kehidupan selanjutnya—jika itu memang ada dan tersedia.

Lu Xia Tong melepas infus dan oksigen yang terpasang. Kemudian, memakai sepatu, jaket, dan keluar dari rumah sakit seolah-olah dia tidak pernah menjadi pasien di sini. 

Pemuda itu bahkan melewati perawat yang memeriksanya tadi juga malaikat penolongnya. Mereka tidak mendapatkan tempat apa pun dalam perhatian Lu Xia Tong yang hilang bersama Maria.

Namun, tidak ada yang mencegah Lu Xia Tong pergi seolah-olah mereka tahu bahwa pemuda itu telah kehilangan sesuatu. Sesuatu yang penting seperti nyawa atau belahan jiwanya. 

Lu Xia Tong keluar dari rumah sakit dan menyusuri jalan. Arah yang dia ambil tidak jelas. Kadang-kadang dia berjalan lurus saja atau berbelok-belok dan kembali ke titik awal. Paling parah, pemuda yang tidak layak disebut orang gila karena penampilan halusnya itu berputar-putar. 

Orang waras merasa aneh dengan pemandangan Lu Xia Tong. Ingin menegur, tetapi takut. Menolongnya juga tidak yakin. Jadi, terakhir mereka mendiamkan Lu Xia Tong yang seketika dilabeli tunawisma. 

•••

"Kau perlu menyelamatkan Xia Tong. Dia dijadikan boneka oleh Maria." Angella, dia ibu Lu Xia Tong, yang duduk di bangku di atas tangki minyak berkata. Pandangannya tertuju kepada Lu Xing, suaminya. 

"Itu semua salahmu. Mengapa kau memberinya nama Lu Xia Tong? Mengapa tidak Richard atau Louis saja? Kau katakan bahwa itu nama yang bagus, tetapi kau malah mengubahnya menjadi Lu Xia Tong." Lu Xing membantah seolah-olah paling tidak bisa disalahkan atas putra mereka. 

Angella menghela napas dan membelai pistol kesayangannya. 

"Lupakan saja. Aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri karena tidak melenyapkan Maria." Dia dalam kondisi memiliki hati seorang ibu dan setengah iblis ketika mengungkap perasaan resah juga bersalah. 

Lu Xing turun dari jendela dengan kaca berdebu dan berlumut. Dipandangi sang istri yang memakai pakaian rok sepan hitam dan jaket kulit. Tiba-tiba, mata khas Asia miliknya mengungkap rasa putus asa. Dia menjadi rusa tertindas pada lima detik, tetapi harimau di kesempatan selanjutnya. 

"Maria tidak bisa lagi kita sentuh. Dia sudah mati dan akan membawa Xia Tong. Masih punya cara, Darling?" Lu Xing penuh minat yang dibalut ketegasan setelah lima detik menjadi rusa tertindas. 

Angella menggeleng sambil mendesis tajam. Dia tidak yakin dan memeluk pistol kesayangannya. 

"Lenyapkan Maria atau Lu Xia Tong jika ingin hidup." Angella menjawab, memejamkan mata, dan tenggelam dalam ketenangan bersama burung berlian itu. 

•••

Lu Xia Tong mengangkat pandangan. Saat itu, dia teringat orang tuanya meski tidak pernah melupakan mereka sedikit pun. 

Mata pemuda itu seketika penuh dengan binar-binar harapan. Di matanya, kecemerlangan terpancar. Dia seperti hidup dalam diam di tengah jalan dan tuli dari serangkaian sumpah serapah pengguna jalan lain. 

Lu Xia Tong hampir saja membuat kecelakaan besar di perempatan kota. Di tengah kepadatan lalu lintas, dia berdiri dan memikirkan semua hal yang masih mungkin dilakukan. 

Bagi Lu Xia Tong, jika Maria sudah mati, Angella dan Lu Xing juga harus ikut dengannya. Dia merasa itu masuk akal dan layak dicoba. 

Sekalian, jika Maria masih hidup, dia akan menjadi pahlawan yang menyelamatkan nyawa seseorang dari penjahat kelas elit itu. Semua layak dilakukan.

Akan tetapi, Methias menemukan anak sepasang penjahat itu di antara suara kutukan dan makian. Lu Xia Tong sedang diadili secara sepihak tanpa pembela. Methias tidak bisa membiarkannya seperti itu; pergi dan menarik Lu Xia Tong ke pinggir jalan, lalu memarahinya. 

"Apa kau sudah gila, Xia Tong? Kau bisa mati jika tertabrak mobil." 

Lu Xia Tong menatap teman sekamarnya tanpa emosi, lalu tiba-tiba mengerutkan kening. 

Methias sadar dengan perubahan air wajah sekecil itu. Dia mendesis tajam, lalu memegang kedua pundak Lu Xia Tong. 

"Bangun! Maria sudah mati. Orang tuamu sudah melenyapkan dirinya, Lu Xia Tong!" Methias berteriak di depan wajah teman sekamarnya itu dengan emosi yang lepas. 

•••

Kata-kata Methias seperti palu besar dengan sejumlah sengatan listrik yang tiba-tiba menghantam kepala Lu Xia Tong. Kecuali matanya yang terbelalak dan napas tertahan beberapa saat, Methias tidak menemukan perubahan lain dalam sosok teman sekamarnya. Lu Xia Tong tampak tidak terkejut, tetapi pingsan sebagai ganti. 

Pada akhirnya, Methias direpotkan dengan bawaan besar itu; Lu Xia Tong. Dia menyeret Lu Xia Tong ke pusat kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan. Namun, kondisi Tuan Muda Lu lebih dari tidak baik-baik saja. Jantungnya begitu lemah. Napasnya juga pelan dan nyaris tidak bisa dirasakan lagi. Terakhir, dokter di pusat kesehatan itu merujuknya ke rumah sakit utama untuk ditangani. 

Kondisi Lu Xia Tong membuat Methias ketakutan setengah mati sampai mengutuk Maria yang tidak waras itu berulang kali. Kemudian, dia menangis di kaki dokter sambil mengungkap kejadian yang sebenarnya: bahwa Maria tidak mati dan dia berbohong kepada Lu Xia Tong hanya karena pemuda itu terlihat manis ketika putus asa. Maria sangat gila, berulang kali dia berteriak sampai suaranya serak seperti bebek. 

Sayang sekali, Lu Xia Tong tidak mendengar pengakuan ini. 

Namun, Lu Xia Tong sekarang bangun dari pingsanya dan langsung duduk tegak di brankar. Cemerlangnya kehidupan tidak lagi bersama pemuda yang pucat ini. Di matanya, semua bayangan menghilang. Dia tidak benar-benar sadar atau kembali dari kritis. Lu Xia Tong terjebak dalam keinginan hidup ketika jiwanya tidak lagi bertahan dalam raga. 

Kondisinya jauh lebih parah dari perkiraan dokter atau Methias yang telah membawa berita kematian Maria. 

Lu Xia Tong kemudian turun dari ranjang rumah sakit dan keluar dari ruang rawatnya. Dia membawa tubuh yang jatuh dalam kehampaan itu ke jalan, berjalan seperti mayat hidup, tetapi dalam kondisi yang paling baik—setidaknya dia tidak mengangkat tangan dan menyeret satu kaki, lalu mengeluarkan suara 'Ho! Ho! Ho'. Lu Xia Tong tetap tampan. 

Seandainya Tuan Muda Lu itu tidak tampan lagi, Maria tidak mungkin sudi memandangnya lama-lama. 

Lu Xia Tong terus berjalan di tengah-tengah lalu lintas padat. Dia membelah jalan menjadi dua. Membuat mulut semua orang mengeluarkan sumpah serapah, cacian, makian, dan kutukan. 

Lalu, hujan yang deras turun dari langit tertutup awan hitam tebal. 

Saat itu, Lu Xia Tong berhenti berjalan. Bercampur dengan air hujan, dia menangis sampai seluruh tubuhnya bergetar dan jatuh berlutut lemas di aspal. 

"Maria ... Maria!" Dengan suara serak, dia memanggil satu-satunya orang yang membuatnya tetap menjadi manusia. 

Sebenarnya, tidak masalah jika Maria meninggal dunia, asal jangan di tangan ayah dan ibunya. Itu saja. Kematian yang lebih wajar tanpa campur tangan dua simbol kejahatan itu tidak akan membuatnya jatuh segelap ini. Sayang sekali, Methias telah membawakannya berita yang lebih buruk dari kematian presiden tiga tahun lalu. 

Sangat menyakitkan bagi Lu Xia Tong seolah-olah malaikat kematian membencinya. 

Menangis saja tidak cukup. Berteriak juga tidak ada artinya. Maria tidak akan menemuinya, kecuali dia menyusul atau mengirim kedua bajingan itu ke hadapan Maria. 

Lu Xia Tong bangkit dari jalan basah. Menyeret kakinya tengah hujan, dia mencoba meluruskan badan. Tidak peduli dengan dingin yang menusuk ini. Dia lebih sakit dari Lu Xia Tong yang melihat kematian Jordan dan Eve. 

•••

Lu Xing dan Angella tidak takut terhadap apa pun. Mereka berteman iblis dan senang dengan malaikat kematian yang datang mencabut nyawa target mereka. Mereka terbiasa dengan neraka. Di tengah kobaran api dari ledakan gedung, mayat-mayat yang meminggal di ujung pistol mereka, dan aroma darah. Semua menyenangkan dan tidak ada yang menakutkan dari dunia bawah. 

Hanya satu pengecualian: Lu Xia Tong. 

Sejak menikah dua puluh tiga tahun yang lalu, mereka hanya diberikan satu anak. Itu bukan berkah bagi Angella. Saat-saat mengandung Lu Xia Tong sampai kelahirannya, dia harus pensiun dalam geng. Sangat membosankan di rumah yang berada di tengah belantara sambil mengelus perut berisi Lu Xia Tong. 

Setelah melahirkan, dia masih harus cuti karena Lu Xia Tong menolak minum susu formula. Bayi itu hanya ingin susu darinya. Sangat memuakkan. Namun, dia tidak pernah membenci anaknya bersama Lu Xing sampai memberikan segala hal agar sang anak hidup aman dan tidak kekurangan apa pun. 

Angella pensiun selama lima tahun. Pada usia empat, Lu Xia Tong ditinggalkan di rumah Bibi Lu Fei, adik suaminya. Setelah itu, mereka hanya perlu mengirim banyak uang, pakaian, dan mainan untuk Xia Tong kecil tanpa tahu bagaimana anak itu menjadi manusia dewasa. 

Lu Xia Tong tidak seperti ayah dan ibunya, itu fakta yang sangat keras memukul Lu Xing juga Angella saat itu. Anak yang suka membaca buku, sedikit ceria, tetapi tidak berlebihan, senang bepergian dengan sepeda, kadang-kadang pendiam, dan sering mengunjungi hutan mawar di Taman Nasional. 

Terpikir oleh Angella dan Lu Xing, bagaimana reaksi Lu Xia Tong ketika mengetahui bahwa mereka adalah penjahat nomor satu yang sering diberitakan di televisi atau koran? 

Namun, tidak ada yang terjadi ketika mereka kembali dari pelenyapan presiden dan mengakui semuanya. Lu Xia Tong telah banyak mendengar tentang keduanya dari berbagai sumber sampai dia kenyang dan tidak sanggup untuk menerima lebih dari itu. 

Angella bahkan masih ingat apa yang dikatakan Lu Xia Tong ketika mereka mengaku kepadanya tentang siapa pembunuh presiden. 

"Iya, aku sudah tahu. Aku hanya tidak percaya karena belum melihat secara langsung bagaimana kalian melenyapkan orang." Xia Tong berkata demikian. 

Angella dan Lu Xing sangat lega, setidaknya anak mereka tidak membenci pekerjaan orang tua walau itu tergolong dalam sesuatu yang mengkhawatirkan. 

Namun, kelegaan itu tidak bertahan lama. Tepat pada hari kematian Jordan dan Eve alias orang tua Maria, Lu Xia Tong menjadi gila. 

Sampai hari ini pun, anak mereka masih tidak waras: datang ke salah satu markas kecil dengan kondisi yang kuyub dari ujung rambut sampai kaki sambil mengarahkan moncong burung berlian ke arah mereka. 

•••

Pemuda itu kuyub. Rambut hitam miliknya yang basah jatuh menutupi dahi, menggantung dan meneteskan air. Pakaiannya basah dan menempel di kulit, memperjelas garis-garis tubuhnya yang tipis. Sekujur tubuh pemuda itu gemetar dan air mengalir kacau dari lekuk ototnya. 

Seandainya Methias ada di sini, dia mungkin tidak akan bisa mengenali sosok yang memegang senjata perak di depan Lu Xing dan Angella. Namun, sebagai orang tua, tidak mengenali anaknya adalah hal yang mustahil. 

Tidak peduli seberapa buruk penampilannya saat ini, mereka masih bisa mengenali sosok Lu Xia Tong. 

"Kembalikan Maria ...." Dua kata pertama Lu Xia Tong yang lolos dengan suara parau dan kecil. Tidak bisa di dengar oleh siapa pun. 

Lu Xing melirik sang istri yang berdiri tepat di sampingnya. Dia mendapati kekhawatiran tak terlukiskan di mata Angella. Sebagai seorang ibu, kondisi anak yang seperti ini akan menjadi kelemahan paling mematikan. 

Lu Xia Tong menangis. Dengan gigi terkatup rapat, tidak ada suara yang lolos darinya. Anak itu gemetar, tetapi bukan ketakutan. Yang ada dalam sorot tajam Lu Xia Tong hanya kebencian dan kemarahan. Tidak ada bayangan seorang anak atau orang tua dalam matanya. Semua mati. 

Kemudian, Angella sadar bahwa dia telah kehilangan Lu Xia Tong. Putranya telah dibunuh oleh Maria dan fisik itu digantikan dengan seseorang yang dijadikan boneka. Maria telah mengikat sejumlah tali di tangan dan kaki Lu Xia Tong, bahkan di hatinya juga. Fakta paling mengerikan lainnya, tali itu digerakkan Maria agar Lu Xia Tong mengangkat tangan yang sedang memegang senjata, lalu diarahkan kepada mereka. 

"Maria memang pantas mati." Angella mengutuk dengan wajah beringasnya. 

"Kembalikan Maria!" Berteriak, Lu Xia Tong menuntut mereka dengan suara parau itu. 

Lu Xing maju tiga langkah dan berdiri tegap penuh kewaspadaan di depan istrinya. Pria itu—yang dulu mati-matian memohon di kaki Angella agar mau melahirkan anak mereka—menatap selayaknya singa. Sisi buasnya tergambar di rahang yang mengeras. Penampilan seorang ayah telah berubah menjadi pria dengan bisnis hidup dan mati. 

"Aku tidak tahu apa maksudmu, tetapi Maria tidak pernah berada di sini." Dingin, dia memberi peringatan tersirat dalam kalimatnya. 

"Bohong. Kalian melenyapkannya. Kalian telah melenyapkannya! Berikan dia kepadaku!" Seperti kesetanan, Lu Xia Tong berkata tidak karuan. 

"Kau telah dipermainkan olehnya, Xia Tong. Dengar. Kami tidak pernah melakukan apa pun kepada Maria. Dia bahkan tidak di sini. Kau ditipu olehnya. Xia Tong ...." Angella masih memiliki sifat keibuannya; berkata dengan cara paling lembut yang sangat menyiksa sisi gelapnya. 

Lu Xia Tong terbahak-bahak sampai sekujur tubuhnya terguncang. Air di ujung-ujung rambut pemuda itu berjatuhan. Menetes di lantai seperti hujan. Namun, kemudian dia menangis. 

Lu Xia Tong menangis dengan brutal sampai air mata bercampur darah. Air matanya menjadi merah, mengalir di rahangnya yang mengeras. 

Seandainya Lu Xia Tong tidak pernah melihat bagaimana Jordan dan Eve mati, dia mungkin akan percaya dengan kata-kata orang tuanya. Namun, kedua orang tua Maria tiada di depan matanya. Bahkan ketika adegan itu diperlambat, dia bisa melihat jelas bagaimana peluru meninggalkan moncong pistol, lalu membelah udara dengan tajam, dan menerobos masuk ke kepala Jordan juga Eve. 

"Xia Tong ...." Khawatir, Angella bergetar menyebut nama putranya. 

Lu Xia Tong menggeleng. Dia seakan-akan mengatakan bahwa dia bukan lagi Lu Xia Tong dan jangan memanggil namanya. Lu Xia Tong bukan milik mereka lagi. 

"Tembak!" Lu Xing sudah memiliki firasat buruk dan berkata untuk antisipasi kepada istrinya. 

Suara tembakan kemudian mengisi ruang. Dua tembakan beruntun yang berbunyi tajam. 

Lu Xia Tong terhuyung dua langkah. Burung berlian yang dipegang kedua tangannya jatuh ke lantai, terpental kecil beberapa kali dengan suara yang memecah hening setelah dua tembakan, lalu tergeletak di depan kaki Lu Xia Tong. 

"Argh!" Xia Tong berteriak dengan kepala menengadah. 

Seiring suaranya yang parau merobek-robek keheningan, tubuh Angella dan Lu Xing limbung dengan darah mengalir dari lubang di kepala mereka. 

Lu Xia Tong jatuh terduduk dengan tubuh lemah. Kepalanya tertunduk. Dia menangis sangat parah sampai seluruh bangunan dari markas kecil dua penjahat elite hampir mengutuknya dan lumut tumbuh dari air mata. 

Tangis yang memilukan dan menyakitkan. Hantu dan iblis bahkan tidak sanggup menghadapi pahitnya hati Lu Xia Tong, kecuali Maria. 

"Lu Xia Tong ...." Suara gadis yang manja bergelayut di medium, merambat ke telinga Lu Xia Tong dengan dalam, dekat, dan halus. 

Tangis Lu Xia Tong terhenti bersama air mata yang mengering seolah-olah dia tidak pernah menangis. Perlahan-lahan, dia mengangkat pandangan. 

Maria berjalan di tengah-tengah gedung dengan langkah paling anggun. Seakan-akan takut genangan darah Lu Xing dan Angella akan mengotori sepatu hitamnya, gadis itu melangkahi mayat sejauh mungkin. Dia tersenyum. Memangkas ruang demi ruang sampai kakinya berhenti di depan Lu Xia Tong. Maria kemudian berjongkok di depan pemuda yang kembali menangis dengan sangat menyakitkan. 

 "Maria! Maria! Maria!" Berteriak, Lu Xia Tong menyebut nama gadis di depannya. 

Maria ada di depannya, mengangkat tangan untuk menyentuh dan membelai pipi yang kembali basah itu. Dia mengusap wajah Lu Xia Tong dengan sayang dan cinta paling tinggi. Meresapi setiap tetes air mata. Menikmati suara tangis Lu Xia Tong yang manis. 

"Terima kasih, Xia Tong. Kau benar-benar memberikan segalanya untukku, bahkan ...." Maria berkata, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Xia Tong dan melanjutkan dengan bisikan halus. "Nyawa orang tuamu." 

Menyakitkan! Sangat menyakitkan. Lu Xia Tong terguncang hebat ketika tangisnya pecah dengan parah. Namun, saat itu Maria meraih dan membawanya dalam pelukan erat. Pelukan hangat yang ditaburi cinta dan sayang paling tulus. 

Maria tidak pernah sebahagia ini. Juga, tidak pernah jatuh cinta se-luar biasa ini. 

"Jangan menangis. Aku di sini. Aku akan memelukmu selamanya karena kau ... kau satu-satunya orang yang aku punya dan percaya." Maria berkata, mengusap punggung Xia Tong, dan tersenyum. 

Gadis itu membiarkan Lu Xia Tong menikmati segala sakit yang melumpuhkan. Dia menjadikan bahunya sendiri sebagai tempat sandaran Xia Tong dan membiarkannya tidur di sana. 

Lu Xia Tong tidur nyenyak. Sangat nyenyak. 

•••

Entah berapa lama tertidur, tetapi ketika bangun, Lu Xia Tong disambut dengan cahaya matahari yang lolos dari sela gorden. Dia silau. Secara refleks mengangkat tangan untuk menghalangi cahaya itu sambil berusaha menyesuaikan diri dengan ruangan terang. 

Pukul sembilan pagi, rasanya terlalu tinggi posisi matahari untuk manusia normal bangun tidur. Lu Xia Tong bangun dari tempat tidur dan duduk sambil melihat jam dinding. Benar-benar menjelang siang dan dia baru bangun. 

Namun, segala kekacauan dalam otaknya muncul. Menyerang satu per satu sehingga tanpa sadar tangannya beralih ke pelipis. 

Lu Xia Tong mengingat Akademi Moonlight. Setiap pukul lima pagi, bel sialan milik Kepala Asrama Moonlight akan berbunyi dan menggetarkan dunia. Anak-anak membenci bel itu, tetapi hanya dengan demikian, tidak ada waktu berharga yang terbuang. Dia ingat, pukul empat pagi dia sudah bangun dan menerima pesan dari Maria. 

Akan tetapi, di mana Akademi dan Asrama Moonlight? Tiba-tiba ingatan itu menjadi kabur sampai benar-benar hilang. Lu Xia Tong memijit kepalanya. Dia tidak yakin mimpi seperti apa Akademi Moonlight itu. 

"Xia Tong, kau sudah bangun?" Suara gadis. Itu berasal dari balik pintu kamar yang tertutup tidak rapat. 

Maria, tidak ada gadis dalam rumah ini kecuali dia. Bibi Mellya berpamitan kembali ke rumahnya—itu yang diingat Xia Tong. Akan tetapi, di mana rumah Bibi Mellya? Dia punya bekas memori yang menampilkan jejak-jejak permusuhan antara dirinya dengan wanita itu, tetapi mengapa semua baik-baik saja?

Xia Tong merasa ada yang salah, tetapi tidak tahu di mana letak kesalahan itu. 

"Aku sudah bangun." Lu Xia Tong turun dari tempat tidur, pergi ke kamar mandi, lalu mencuci muka serta menyikat gigi di sana. 

Ketika dia keluar dari kamar mandi, cahaya matahari sudah hilang dan digantikan dengan mendung yang pekat. Hujan turun setelah itu, tepat ketika Maria meletakkan nampan berisi segelas susu hangat dan dua potong roti bertoping olesan selai strawberry dan kacang. 

"Kau pasti sangat lelah sampai telat bangun seperti ini. Tidak biasanya." Maria berkata saat memangkas jarak dengan Lu Xia Tong yang menggaruk kepala. 

Pemuda itu bingung dan tidak yakin dengan sesuatu yang mengisi setiap ruang ingatannya. Semua tidak nyata, tetapi sangat realistis untuk dipercaya. Semua yang hilang dan muncul saling menenggelamkan. Sangat menyakitkan kepala. 

"Apakah kita tidak ke akademi? Aku yakin ini bukan hari libur." Xia Tong menghindari Maria dengan mendekati kalander di meja. 

"Akademi apa, Xia Tong? Apa kau bermimpi kita masih berkutat dengan buku-buku menyebalkan dan guru-guru galak? Hei, kita tidak demikian. Kita sudah sibuk dengan masalah ekonomi perusahaan." Maria mendekat lagi dan memeluk Lu Xia Tong dari belakang. 

"Benarkah?" Xia Tong agak ragu, tetapi bayangan Akademi Moonlight terus menerus hilang, bahkan wajah teman sekamarnya yang botak di tengah kepala menjadi begitu buram sehingga tidak jelas lagi. 

"Duduklah." Maria melepas pelukan dan membawa Lu Xia Tong ke tempat tidur, lalu memberinya sedikit dorongan agar duduk. 

"Ceritakan kepadaku, kenapa?" Maria dengan lembut membelai pipi Lu Xia Tong yang dihiasi garis-garis kekhawatiran. 

"Aku ingat jika kita bersekolah di Akademi Moonlight, aku punya teman sekamar bernama Methias, dan ayah juga ibuku telah melenyapkan orang tuamu, lalu aku menembak mereka sampai mati. Itu sangat mengerikan." Lu Xia Tong menceritakannya secara singkat, tetapi jelas. 

"Itu hanya mimpi. Tidak pernah ada hal demikian. Lupakan. Ayo, makan sarapan pagimu." Maria beranjak dan membawa nampan berisi segelas susu juga dua potong roti itu ke dekat Lu Xia Tong. 

Ketika mengingat ada pakaian yang harus dicuci, tetapi langit sedang menumpahkan air, Maria mengubah jadwalnya. 

"Aku akan memasak. Kau ingin makan apa?" Maria bertanya saat memerhatikan wajah Lu Xia Tong yang agak pucat sejak bangun. 

"Apa kita sudah menikah? Siapa orang tuaku?" Dua pertanyaan ini membuktikan bahwa ingatan samar dan perlahan-lahan tenggelam itu telah menggelitik kewarasan Lu Xia Tong. 

Maria tertawa dan paling mengerti kondisi mental Lu Xia Tong. Selalu saja begitu. 

"Kita belum menikah, tetapi sebentar lagi berstatus suami-istri. Aku di sini untuk mengurus kekasihku, yaitu kau. Orang tuamu sudah tiada sejak kau kecil. Kau tidak benar-benar mengenal mereka, tetapi meninggalkan banyak hal untuk kau lihat. Orang tuaku ada di London. Mereka jarang pulang dan sepertinya akan menetap di sana. Bagaimana?" Maria menjawab. 

Akan tetapi, Lu Xia Tong melihat wajah Angella dan Lu Xing meski semuanya menjadi sangat buram dan kacau. 

"Ayahmu bernama Lu Xiaolu dan ibumu bernama Marina. Kau harus ingat ini dan menempatkannya dalam pikiran paling baik. Ingat?" Maria menambahkan. 

Tidak! Lu Xia Tong tidak mengenal orang dengan nama itu dan tidak mengingatnya sedikit pun. Namun, bagaimana membantah Maria yang telah bersamanya selama ini? 

"Iya, aku akan ingat. Aku ingin sup ayam. Aku juga ingin membaca buku." Lu Xia Tong menjawab. 

Maria tersenyum, mengecup kening Lu Xia Tong, lalu keluar dari kamar untuk membuat sup ayam. 

••• 

Tidak ada membaca buku siang hari sebab Maria mengajak Lu Xia Tong berkunjung di Taman Mawar. Mereka membeli es krim dan pulang pukul tiga sore. 

Malam hari, Maria baru menemani Lu Xia Tong ke perpustakaan untuk mendapatkan buku. 

Lu Xia Tong paling mengerti Maria. Gadis itu tidak suka melihatnya membaca dan menikmati karya fiksi. Maria juga tidak menyukai para pengarang. Namun, mau bagaimana lagi, kisah apel merah yang paling disukai rusa sika bernama Hayou menjadi kesukaannya. Dia tidak rela jika harus tidur sambil memikirkan kelanjutannya. 

"Aku pikir, mereka selalu menyediakan satu buku untukmu. Kau paling suka cerita itu." Maria berkata saat menggandeng tangan Lu Xia Tong dan berjalan bersama menuju perpustakaan. 

"Aku mengharapkannya." Lu Xia Tong tersenyum, tetapi kemudian membeku ketika matanya melihat selembar koran yang tergeletak di jalan. 

[Pasangan pembunuh elite: Lu Xing dan Angella dinyatakan tewas di tangan anak mereka sendiri] 

Baris paling hitam dan besar membuat jantung Lu Xia Tong berdetak gila. Ketika dia terbelalak dan ingin berbalik untuk memungut koran itu, sebuah mobil melintas. Koran yang malang terlindas, lalu menempel di ban. Benda itu dibawa pergi, menjauh dan terus menjauh sampai hilang dari pandangan Lu Xia Tong. 

Tamat|| 

Wakai, 11 Juli 2024.



Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)