Flash
Disukai
0
Dilihat
5,246
Ular
Misteri

"Jangan bunuh ular itu!" teriak Yu Pat begitu saya hendak menyarangkan sebilah bambu di kepala hewan melata itu. "Biarkan dia pergi! Biarkan dia hidup!" Ia tergopoh-gopoh menghampiri saya, mungkin ingin memastikan bahwa saya tak meremukkan kepala reptil sialan itu. 

"Ini ular berbisa! Sangat berbahaya kalau ia sampai mematuk siapa saja di sini!" Saya ikut-ikutan mengeraskan suara, mencoba memberikan penekanan pada setiap kata yang saya ucapkan. 

"Tapi tak pernah ada orang mati dipatuk ular di kampung ini!" Yu Pat masih berteriak, dan tahu-tahu ia sudah mengambil alih bilah bambu dari tanganku dan meloloskan ular yang kepalanya sudah penyok karena saya tekan dengan kuat dari tadi. 

Tapi, dengan kondisi mengenaskan seperti itu, ia tetap menggeliat dan kabur ke semak-semak di dekat tegalan. 

"Maaf, tapi saya benar-benar tidak mengerti..." Kali ini suara saya tak lagi tinggi, bukan karena saya takut dilabrak perempuan pemilik rumah kontrakan ini, tapi lebih karena ingin meminta penjelasan dari Yu Pat. 

"Ular apa pun yang masuk ke pekarangan ini adalah bagian dari keluarga kami. Mereka datang untuk menjenguk anak-cucunya. Hanya itu!" terang Yu Pat sambil membuang bilah bambu yang tadi saya ambil dari samping rumah. 

Sebagai orang baru di kampung ini, saya tentu harus menghargai kepercayaan mereka. Dan sebelum datang ke sini pun saya sudah mempelajari sedikit banyaknya tentang apa yang boleh dan tak boleh saya lakukan selama bertugas di sini. Namun, larangan membunuh ular yang jelas-jelas masuk ke ruang tamumu tak sekalipun saya dengar sebelumnya. 

"Tapi bagaimana kalau ia menggigit salah satu dari kami?" Sebagai seorang kepala keluarga tentu saya sangat mengkhawatirkan keselamatan anak dan istri. 

"Kan sudah saya bilang. Ular-ular di sini tak pernah menggigit manusia. Yang penting jangan diganggu saja!" ketus Yu Pat. 

"Jadi kalau ada ular masuk rumah, dibiarkan saja? Begitu?" Saya sudah tak habis pikir harus menjawab apa. Penjelasan Yu Pat tak secuil pun menyangkut di otak saya. 

"Suruh ia pergi baik-baik. Bukan dengan memukulnya dengan bambu!" 

"Bagaimana caranya?" Saya mengernyitkan dahi. 

"Nanti saya ajarkan!" ujar Yu Pat sambil memamerkan lidahnya yang bercabang dua di hadapan saya. 

Saya hanya bisa ternganga. * 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)