Masukan nama pengguna
"AKU tak habis pikir, apa yang ada di benak laki-laki itu? Bukankah proyek ini sudah sejak setahun yang lalu ia kerjakan? Kapan ia benar-benar belajar soal warna dan komposisi?"
Bez menggerutu sambil menarik kursi dan mencari posisi duduk paling nyaman. Segera setelah ia memegang kuas, ia tambahkan warna cokelat gelap pada bagian bawah leher, memberikan sedikit sapuan krem pada rahang atas, menebalkan kedua alis, menambal warna kesumba pada pipi dengan campuran oker dan putih gading, lalu memberi detail pada rambut bagian depan yang jatuh menutupi dahi.
"Lihatlah goresan kuasnya! Bagian bawah dagu harusnya lebih dipertajam lagi! Dan, o, kedua bola mata ini! Apa ia pikir ia sedang melukis mayat?!" gerutu Bez sambil tangannya terus mengaduk-mencampur warna di palet dan menyapukannya dengan daya tekan yang berbeda-beda.
Ia mengamati lukisan itu dari depan, samping kiri dan kanan, lalu mundur beberapa langkah agar bisa melihat komposisi dan perpaduan warna dari jarak sedikit jauh.
Puas, ia segera merapikan kembali semua kecentang-perenangan yang telah ia timbulkan.
ESOKNYA, saat mampir di studio Fim dan melihat lukisan potret berukuran besar itu, Foa tak bisa menahan dirinya untuk tidak menjerit.
"Fim, dengan lukisan sehebat ini, aku yakin para kolektor akan bersujud memohon padamu!"
Fim yang masih mengantuk tak sepenuhnya memahami maksud Foa. Ia menoleh sejenak ke lukisan potret perempuan yang tengah ia kerjakan, dan hampir saja menjerit lebih keras.
Sementara, di dalam lukisan itu, Bez hanya bisa mencibir. *