Masukan nama pengguna
Seratus Tahun Kemudian
Cerpen Afri Meldam
KETIKA suhu tubuhnya mencapai 38 derajat dan batuk kering yang menderanya semakin menjadi-jadi dalam hitungan jam, Gogol segera memencet tombol ‘medis’ pada panel di samping tempat tidur. Seketika, dokter Furi muncul di layar TV, masih dalam balutan jas kerja.
“Ada keluhan apa, Pak Gogol?” Ia menyapa sambil membenarkan posisi kamera.
Gogol lalu menyampaikan keluhannya secara terperinci, mulai dari kepalanya yang pusing tiba-tiba, suhu tubuh yang melampaui ambang batas normal, ingus bening yang mulai mengalir dari kedua lubang hidungnya, hingga batuk kering yang sangat menyiksa – yang menyerangnya hanya dalam waktu kurang lebih satu jam. “Baru pertama kali saya merasakan gejala seperti ini....”
“Tak usah khawatir,” suara dokter Furi di seberang sana berusaha menenangkan pasiennya. “Ini hanya gejala covid-19 biasa. Ini obatnya saya kirimkan ke rumah Anda.”
Begitu dokter Furi menyelesaikan kalimatnya, sebuah kotak muncul dari dalam laci di bawah panel.
“Obatnya dalam bentuk minuman rasa buah. Jika terlalu kental, Anda bisa mencampurnya dengan sedikit air putih. Diminum sehari sekali, terserah kapan saja. Dua atau tiga hari ke depan, Anda akan kembali pulih seperti sedia kala.”
“Ya, semoga saja begitu. Flu ini mengganggu sekali,” keluh Gogol lagi.
“Beruntung Anda hidup pada tahun 2120. Jika Anda hidup seratus tahun lalu, dengan keluhan serupa, bisajadi Anda sudah diisolasi di suatu tempat dengan peluang kesembuhan yang sangat kecil,” terang dokter Furi.
“Ya Tuhan! Separah itukah?” Gogol tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Anda tahu, tak sampai enam bulan sejak virus covid-19 ini merebak, angka kematian sudah mencapai satu juta!”
“Benarkah?” Gogol menatap botol obat yang tadi dikirim dokter Furi.
“Butuh waktu lama bagi ilmuwan saat itu menemukan vaksin untuk membunuh virus ini. Tapi, seperti yang saya bilang, Anda beruntung sekali hidup di tahun 2120, saat dimana obat anti-virus covid-19 bisa didapat dimana-mana.” Dokter Furi memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya.
“Tapi, benar kan, ini cuma gejala covid-19 biasa, Dok?” Ada getar kecemasan pada suara Gogol.
“Tenang saja. Obat yang saya kirim adalah obat covid-19 terbaik berdasarkan uji medis. Paling lambat lusa, Anda akan kembali segar bugar.” Dokter Furi melempar senyum ke kamera.
“Tapi, Dok...” Gogol terbatuk beberapa kali, lalu setelah meneguk segelas air putih, ia melanjutkan, “Ada tidak kemungkinan virus tersebut bermutasi menjadi virus baru yang lebih resisten?”
Dokter Furi menghilang dari layar TV tepat pada saat Gogol menyelesaikan kalimatnya.
Gogol kembali mengambil obat dalam bentuk minuman rasa buah yang dikirim dokter Furi. Ia harus segera meminum obat itu. ***