Masukan nama pengguna
Sebuah rumah yang masih baru, akan dibeli oleh sepasang suami istri yang baru saja menikah. Rumah itu cukup besar, lengkap dengan perabotannya. Pemilik sebelumnya pergi ke luar negeri, entah kapan ia akan pulang. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menjualnya.
Perlahan sepasang suami istri itu menelusuri satu persatu ruangan yang berada di dalam rumah.
"Bagaimana Pak? Apakah sesuai dengan ekspektasi Bapak?" tanya Imron, seseorang yang ditugaskan pemilik rumah untuk menjualkan rumahnya.
"Hemmm ... cocok si, tapi apa harganya bisa kurang?"
"Sebentar Pak, saya akan menghubungi Bos saya."
Segera Imron menghubungi sang pemilik rumah.
Setelah terjadi tawar menawar antara kedua belah pihak, akhirnya rumah itu kini resmi terjual.
"Deal Pak?"
"Deal ...."
Sepasang tangan saling berjabatan, tanda kesepakatan telah terjadi.
Tak ada yang aneh di rumah itu, semuanya normal hingga suatu ketika, Resti menemukan sebuah kotak peti kayu di bawah kolong ranjangnya saat ia sedang berberes. Segera ia menghampiri suaminya yang sedang memberi makan ikan di kolam kecil belakang rumahnya.
"Mas ini apa mas?" tanyanya penasaran, dengan membawa sebuah kotak peti di tangannya.
Irfan segera mengambil kotak peti yang berada di tangan istrinya, ia yang penasaran segera membuka kotak itu.
Sebuah buku dengan cover book berwarna hitam dengan judul yang berwarna gold bertuliskan 'Teka-Teki Silang'.
Segera Irfan membuka halaman pertama isi buku itu.
"Apakah kamu berani melawanku?" seru Irfan mengernyitkan dahi, sambil membaca halaman pertama buku itu.
"Udah mas, taroh di dekat kolam ikan aja. Itu mungkin punya pemilik rumah ini yang ketinggalan."
"Misterius banget bukunya! Udah ditaruh di dalam peti, cover booknya warna hitam pula," tukasnya sambil menaruh kembali buku itu ke dalam peti.
Beberapa bulan Irfan dan Istrinya tinggal di rumah itu, tiba waktunya Irfan harus dinas ke luar kota. Akhirnya Irfan meminta adiknya yang sedang kuliah di kota yang sama, untuk tinggal sementara menemani sang istri.
Niken adik Irfan, datang ke rumah baru mereka sesaat setelah Irfan pergi.
"Assalamualaikum ... kak Resti ..."
"Waalikumsalam, Niken ... silahkan masuk," Resti menyambutnya dengan senang hati, dan segera menunjukkan sebuah kamar untuk ditempati Niken.
Setiap hari seperti biasa Resti memasak, walaupun suaminya sedang berada di luar kota. Masakan yang ia buat kini untuk ia makan berdua bersama Niken, adik iparnya. Resti menyayanginya seperti adiknya sendiri. Niken berangkat kuliah seperti biasa tanpa harus beberes rumah. Karena Resti yang akan melakukan semuanya.
"Kak, temen-temen ku nanti malam minggu mau nginep di sini boleh gak? tanya Niken saat mereka sedang makan bersama.
"Tentu saja boleh, kakak malah seneng kalau rumah ini rame," jawabnya, dengan sebuah senyuman yang mengembang di ujung bibirnya.
Malam mencekam itu pun tiba. Kelima teman Niken datang, dua diantaranya lelaki.
"Kalian tapi nanti pulang, gak boleh nginep! Oke?" ucap Niken pada kedua teman lelakinya.
"Siap bos ...," sahut mereka berdua kompak.
Mereka segera memasuki rumah itu dan memilih berkumpul di halaman belakang rumah yang cukup luas. Resti ikut serta duduk juga bersama mereka.
Mereka membakar ikan, jagung, bernyanyi dan juga bermain gitar seperti anak muda pada umumnya.
Malam semakin larut, Resti segera masuk ke dalam kamarnya untuk tidur setelah seharian ia melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.
Seketika pandangan Rian tertuju pada sebuah kotak peti kayu didekat kolam ikan.
Rian segera mengambilnya.
"Eh liat ... apa nih?"
Segera Rian membukanya.
"Teka-Teki Silang ...," seru mereka kompak.
"Ayo kita main, ini mungkin punya kakak," ucap Niken.
Segera permainan itu dimulai, beberapa pertanyaan dengan mudah mereka jawab.
"Buah awalan huruf J!" Via membaca pertanyaan dalam teka teki itu.
"Ah ... gampang itu kalau gak jambu ya jeruk, lima huruf kan? Jeruk aja deh! Pasti Bener!" jawab Anton semangat.
Segera Arum mengisi kotak huruf yang kosong dengan pulpen.
"JE-RUK? Bener gak yah?" tanya Arum.
"Bener deh ... yuk lanjut giliran aku yah," ucap Gea.
"Tidak bisa di pegang, tapi ia bisa membunuh? Tiga huruf." Via kembali membacanya lagi.
Semua terlihat tegang.
"Api?Air?" Gea menjawabnya.
"Berarti yang tadi buah yang berawalan huruf J itu Jambu?" Niken balik bertanya.
"Di tipp-ex aja yang tadi Rum...," ujar mereka semua.
Arum segera menghapusnya dengan tipp-ex kertas miliknya.
"Ah sial! kok malah putus si!" gerutunya saat tipp-ex nya tiba-tiba terputus.
"Aku ada nih ...." Gea segera memberikan tipp-ex nya.
"Kok putus lagi?"
"Arum ... Arum ... kamu bisa pakenya gak si!" celetuk Gea.
Akhirnya mereka hanya mencoretnya dengan pulpen.
"Api atau air nih?" tanya Niken yang kini telah berganti mengisi lembarannya.
"Udah lah air aja, nanti gampang kalau salah kita coret lagi. Ayo lanjut. Giliran aku ya," ucap Rian.
Kembali Via membacakan soal teka teki itu.
"Aksesories untuk mempercantik rambut?"
"Depannya huruf i? Apa yah?" gumam Rian sambil berfikir.
"Aturan tadi api, kan jawabannya pi-ta? Empat huruf!" seru Niken.
"Ya udah deh hapus lagi, dicoret yang tadi air," timpal Rian.
Mereka kembali melanjutkan teka tekinya hingga habis satu halaman pertama, karena pertanyaan-pertanyaan berikutnya mudah untuk di jawab.
Rian melihat jam tangan yang menempel di pergelangan tangannya. Tak terasa hampir jam dua belas malam.
"Kita pamit ya, udah malam. Salam aja buat kak Resti." Rian dan Anton segera pamit untuk pulang.
Mereka berenam segera berkemas, tak lupa Niken membawa peti kayu itu masuk ke dalam rumahnya.
"Hati-hati kalian! Nanti kapan-kapan main lagi ya," harap Niken.
Mereka berempat ikut mengantarnya sampai depan pintu pagar.
Tak lama setelah itu.
Bim! Bim! Bim!
................
Derrr!!!
Niken dan ketiga temannya yang hendak masuk ke rumah, segera berbalik badan dan menuju suara tabrakan itu. Sontak mata mereka tertuju pada kedua teman lelakinya yang tergeletak di tengah jalan bersimbah darah.
"Rian!!!Anton!!!" Mereka segera berlari menghampirinya dengan tangis yang menggelegar.
Terlihat Resti yang kini sedang berada di luar kamarnya tersenyum dari lantai atas, melihat pemandangan memilukan yang sedang berada di bawahnya.
"Dua jawaban salah, artinya dua nyawa melayang. Setiap satu kesalahan, adalah satu nyawa!" gumam Resti penuh kemenangan.
"Mereka tidak akan pernah tau, akulah sebenarnya pemilik rumah ini. Sengaja kumeminta suami baruku untuk membelikan rumah ini untukku. Agar aku bisa kembali menumbalkan orang-orang lagi untuk mempercantik diriku yang sebenarnya sudah berumur lima puluh tahun." Resti berucap lirih sambil terus tersenyum, matanya masih tertuju pada pemandangan di bawahnya yang masih jelas terlihat dari lantai atas.
Beberapa hari kemudian suaminya pulang.
"Assalamualaikum ... sayang ...?"
Resti tersenyum manis, saat ia membukakan pintu untuk suaminya.
Mata Irfan tertuju pada wajah Resti yang semakin cantik dan berbinar.
"Sayang, kamu cantik sekali! Apapun yang kamu minta, pasti akan aku berikan!" ucapnya saat ia memandang wajah istrinya.
Pandangannya tak bisa lepas dari kecantikan istrinya.
Resti tersenyum puas.