Cerpen
Disukai
2
Dilihat
9,392
Hati Seorang Istri
Romantis

Seperti biasanya, sebagai seorang istri hampir bergulat setiap hari dengan pekerjaan yang sebagaimana mestinya. Dari sebelum subuh, hingga malam larut tak pernah ada habisnya.

Hari ini aku memasak sayur asem, sayur favorit suami. Ditambah ikan pecak, tempe tahu goreng dan tak lupa lalapan mentah dan juga segelas teh panas dengan sedikit gula.

"Mas... Makanannya udah siap..."

Sahutku sambil menghampiri Mas Angga yang sedang berada di teras depan.

"Iya sayang... Ayo kita makan..."

Dengan senyuman sumringah ia segera bergegas ke meja makan.

 Ku lihat dengan seksama Mas Angga begitu menikmati masakan ku.

"Alhamdulillah... Sedap sekali masakannya yank..." Puji mas Angga.

"Alhamdulillah kalau mas Angga suka, aku jadi semangat buat selalu masakin masakan kesukaannya Mas," dengan tersenyum aku membalas pujian mas Angga.

Adzan Dzuhur pun berkumandang, mas Angga segera bersiap menuju musholla disamping rumah.

"Sayang mas ke musholla dulu, pintunya mas kunci ya, barangkali sepulangnya mas dari musholla kamu sedang sholat, nanti malah gak khusyuk sholatnya."

"Baik mas..." Jawabku.

Aku segera mengambil wudhu. Selesai sholat, aku melanjutkan pekerjaanku dengan melipat baju yang telah kering.

Tiba-tiba handphone suamiku berdering.

Sebenarnya enggan untuk mengangkat handphone mas Angga, apalagi dari nomer yang tidak dikenal. Tapi sepertinya penting, karena berbunyi lebih dari tiga kali.

Aku pun segera mengangkat telepon itu.

"Hallo Assalamualaikum... Maaf dengan siapa saya berbicara?"

"Bap-pa... Bap-a..."

Kudengar suara anak kecil yang sepertinya sedang belajar berbicara.

Tiba-tiba seperti dengan nada panik seorang wanita merebut handphonenya.

"Maaf mba salah sambung..." Lanjutnya.

Dan telepon itu terputus.

Deg!!!

Aku seperti mengenali suara wanita itu.

Aku terdiam sejenak untuk berpikir.

Aku mematung, sedikit demi sedikit mencerna pikiran dan stigma yang kini bercambuk di dalam hati dan pikiranku.

Tak terasa air mataku menitik perlahan dan tak kuat aku menjerit diiringi suara tangis yang kian mengeras. 

"A!!! Aaa... Ha... Aaa... Hiks... Hiks... Hiks. "

Klik, klik! Krekkkkk...

Mas Angga yang mendengar ku menangis, dengan panik ia segera berlari menghampiri ku.

"Sayang kamu kenapa?" Tanya suamiku.

Aku masih mematung dan menangis, dengan sebuah handphone mas Angga yang masih berada di genggamanku. Dengan terbata-bata aku memberanikan diri untuk bertanya.

" Mas, i-ni no-mer sia-pa???!!!"

Dengan suara lemah ku tunjukkan sebuah nomer tanpa nama ke suamiku.

Ku lihat tingkah suamiku gelagapan seperti pencuri yang tertangkap.

Saat aku mencoba menyimpan nomer itu di Profilnya terlihat emoticon love dengan nama 'My Lovely Husband Angga'.

"Mas kenapa kamu gak jujur mas ? Kalau kamu ternyata selama ini masih ada hubungan sama mantanmu itu mas! Aku tahu dia sekarang sudah menjadi janda dengan dua anak lelakinya yang masih kecil, dan kalaupun kamu mau kembali lagi sama dia? Silahkan mas... Aku tidak akan pernah melarangnya, tapi aku mohon lepaskan dulu ikatan kita."

Ku lanjutkan kembali kalimat - kalimat yang sudah berada diujung bibirku.

"Aku tahu mas, sampai sekarang aku belum bisa ngasih kamu keturunan. Maaf mas tapi ini semuanya bukan kehendak ku. Sampai aku resign dari pekerjaanku disaat karirku sedang naik dan memilih untuk menurutimu menjadi seorang ibu rumah tangga mas. Aku ikhlas mas... Aku sedang belajar buat menjadi seorang istri yang baik buat kamu! aku selalu percaya sama kamu mas, tapi ini balasannya?" Ucapku. Dengan penuh sesak ku utarakan semua itu.

"Maaf sayang... Maaf aku tidak bermaksud menghianatimu... Aku hanya kasihan melihat anak-anak dari mantanku yang sekarang sudah kehilangan sosok bapak dalam hidupnya." Jelasnya.

"Kamu boleh membantunya mas, tapi bukan untuk menjadikan mu sebagai seorang ayah untuk anak-anaknya..."

Airmata kini semakin deras mengucur dikedua mataku.

"Maaf sayang, awalnya aku tidak berniat seperti itu. Saat aku tahu suaminya meninggal, aku berkunjung kesana untuk berduka bersama teman-teman sekolah. Tapi saat aku baru saja sampai di rumahnya, dia tiba-tiba memelukku dan manangis. Aku bingung untuk melepaskannya, jujur aku malu saat temen-temen sekolah melihat adegan itu. Tapi yang aku tahu, saat itu dia butuh aku sebagai tempat bersandar. Kamu tahu kan orang tuanya dia sudah meninggal semua saat kecelakaan? Dia hanya punya adik yang masih kecil, mertuanya dan saudaranya jauh di luar pulau semua dan hanya aku yang menurutnya orang yang paling dekat walaupun sudah lama aku dan dia tidak pernah kontekan lagi yank..."

Kulihat suamiku menitikkan air mata sembari memeluk bahuku dan menyandarkan kepalanya di kepalaku.

Jujur sakit saat mendengarnya, suamiku pun melanjutkan ceritanya.

"Semenjak itu dia meminta nomer WhatsApp ku dan saat dia butuh apapun dia meminta bantuan ku, karena dia tau kalau hanya aku orang yang bisa dimintainya bantuan dan semenjak saat itu juga anaknya selalu memanggil ku dengan sebutan Bapak dan hubungan kami semakin dekat yank. Aku gak enak sama tetangganya yank, karena aku sering berkunjung ke rumahnya dan akhirnya kami memutuskan untuk menikah secara agama yank. Sampai saat ini aku masih mencintai mu yank dan sampai kapanpun aku akan terus mencintai mu yank !!!" terusnya.

"Haha... Apa??? Kamu bilang cinta???!!! Cinta bukan seperti ini mas semua penuh kebohongan! Kamu munafik mas! Kamu gak enak sama tetangganya??? Apa kamu gak ada perasaan sama sekali gak enak sama aku yank? saat kamu berfikir untuk menikahinya? Kalaupun ada tetangga yang bertanya Kamu bisa bilang kalau kamu saudara jauhnya, atau kamu bisa ajak aku yank saat kamu berkunjung ke rumahnya bukannya seperti ini yank, aku juga pasti akan ngerti yank. Sebuah ketidaksengajaan yang menjadi sebuah kesenangan? Iya? Senangkan bisa balikan lagi sama mantan kamu? Haaaa?? Hahahaa... Kamu hebat yank! Kamu hebat! "

Aku tertawa mendengar penjelasan suamiku, dan kemudian aku pun kembali menangis tak percaya. Segera aku beranjak dari pelukan suamiku. Ku ambil koper yang berada di atas lemari, dan bersiap untuk mengemasi pakaianku.

Mas Angga melarangku untuk pergi. Ia terus memegangi kakiku yang hendak melangkah meninggalkan kamar kami. Mas Angga terus manangis dan mengemis meminta maaf, agar aku tidak meninggalkannya.

Akupun ikut menangis, sejujurnya aku tidak tega untuk meninggalkan suamiku yang memiliki riwayat penyakit kronis. Tetapi hatiku terlalu sakit untuk menerima kemunafikan dan kebohongan yang selama ini ditutupinya.

Aku menangis sesenggukan, bingung dengan apa yang harus aku lakukan menerima semuanya atau harus pergi karena ketidakadilan ini.

****

"Sayang... Sayang... Bangun yang... Sayang bangun..."

Aku perlahan membuka mataku, ternyata aku bermimpi sembari menangis.

"Astaghfirullah hal adzim..." Aku memeluk suamiku yang membangunkan ku dari mimpi buruk ku.

"Sayang kenapa???" Tanya suamiku heran.

"Gak papa yank... Astaghfirullah... Aku tahajud dulu yank. "

Aku segera beranjak dari tempat tidurku.

Ku ambil wudhu dan kugelar sajadah di sepertiga malam. Dengan tangis ku berdoa dan bermunajat untuk segera diberikan momongan dan selalu dijadikan keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan berbagai doa lainnya.

Tak lupa ku baca surat Ar-Rahman dan kembali ketempat tidur.

Sekilas ku pandangi wajah suamiku yang kembali tertidur, masih terlihat lelah setelah pulang dari lembur kerja. Ku kecup keningnya dan kuberdoa atas segala kebaikan untuknya.

Terimakasih ya Allah atas keberkahan keluargaku selama ini.

Walaupun sudah lima tahun kami menikah dan belum juga kami diberikan keturunan, hubungan kami InsyaAllah akan selalu baik-baik saja.

Aku yakin ya Allah, suatu saat Kau akan berikan kami kebahagiaan di dalam kesabaran kami selama ini. Dalam hati tak hentinya ku mengucap rasa syukur.

****

Pagi pun tiba, aku masih memikirkan mimpiku semalam yang masih teringat dan tertanam jelas di otakku, seperti gambaran saat aku berhenti menjadi seorang wanita karir . Ku buka Instagram ku dan mencari jejak mantan suamiku yang dulu paling dicintainya. 

Dengan tersenyum ku mengucap Hamdallah dalam hati, aku lihat dia dan keluarganya masih baik-baik saja.



            SEKIAN


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)